The facts that must be revealed

25 6 2
                                    


Hari terus berganti, tak terasa sudah dua bulan berlalu. Semua berjalan dengan semestinya. Galuh harap-harap cemas dengan hasil foto rontgen paru-paru miliknya. Bersama Dokter Diaz dan Tangguh, dirinya memasuki ruang poli paru sebuah rumah sakit yang terletak di pusat kota.

"Berdasarkan hasil rontgent, belum timbul perbaikan pada paru-parunya. Galuh tetap harus dijaga dari polusi apalagi asap rokok. Apa ada keluhan?" tanya dokter Tamrin selaku dokter spesialis paru yang menangani kasus TB Galuh.

"Dua bulan yang lalu, dia sempat batuk berdarah. Darah yang keluar lumayan banyak. Saya sudah resepkan obat untuk mengurangi perdarahan pada batuknya," jelas Dokter Diaz.

"Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, paru-paru Galuh tidak akan pernah bisa kembali normal sepeti sedia kala. Batuk berdarah yang ia alami disebabkan karena polusi udara yang ia hirup. Hal itu akan terus terjadi jika ia berada di lingkungan yang memiliki kualitas udara buruk. Galuh juga beresiko terkena SOPT (sindroma obstruksi pasca tuberkulosis). Kemungkinannya sangat besar mengingat kerusakan pada paru-parunya yang cukup luas. Jaga terus dia ya Dok," ujar Dokter Tamrin sembari memasukkan hasil rontgent ke dalam map coklat.

"Galuh, apakah ada yang ingin kau tanyakan?" Dokter Tamrin kembali bertanya kepada Galuh. Galuh hanya menggelengkan kepalanya sembari memaksakan senyuman.

Sepulang dari Rumah Sakit, Galuh termenung di depan ladang bunga matahari di belakang rumah. Pikirannya kembali melalang buana. Matanya terpaku menyaksikan bunga-bunga matahari yang bergoyang ditiup angin. Tangguh menghampiri lalu berdiri di sampingnya.

"Apa yang menganggu pikiranmu?" tanya Tangguh.

Angin meniup rambut Galuh dengan lembut. "Setiap kali selesai konsultasi ke Dokter Tamrin, aku selalu takut dan terkungkung dalam ketakutan itu. Kukira setelah menjalani pengobatan hingga tuntas aku bisa sepenuhnya bebas. Ternyata setelah ini aku harus dihadapkan dengan beberapa kemungkinan yang terdengar menyeramkan," ujar Galuh.

"Galuh, itu masih kemungkinan. Belum pasti. Mengapa kau mengkhawatirkan hal yang belum pasti?" tanya Tangguh.

Galuh menghela napasnya. "Kemungkinan yang dikatakan oleh Dokter Tamrin itu didukung dengan kondisiku Tangguh. Aku batuk berdarah, terkadang sesak napas, dan aku butuh oksigen yang sehat. Tidak seperti kalian."

"Kami ada disini untuk mengusahakan kesehatanmu. Bukankah kita bisa mencegah kemungkinan yang dikatakan Dokter Tamrin? Daripada kau terkungkung dengan pikiran negatif itu, alangkah baiknya jika kau tetap optimis dan mensugesti dirimu bahwa semua akan baik-baik saja. Dan yang terpenting, hindari semua faktor-faktor kemungkinan itu. Ayolah Galuh, sel-sel di dalam tubuhmu harus kau semangati! Bagaimana bisa dia melawan penyakitmu jika dirimu saja meragukan kemampuan sel-selmu?"

Galuh hanya bisa tersenyum. Ia seolah mendapat energi dan semangat ketika mendengar Tangguh yang mencoba menenangkan dirinya. Intonasi dan ekspresi keseriusan Tangguh membuatnya yakin bahwa apa yang disampaikan Tangguh benar adanya.

"Baiklah. Akan aku coba," ujar Galuh.

***

Di sebuah tempat, 2015

Malam ini, seorang laki-laki mengenakan masker yang menutupi hidung dan dagu masuk ke dalam ruangan tempat di mana Tangguh sedang dirawat. Laki-laki itu kini berdiri di samping bed tempat Tangguh terbaring. Ia pandangi monitor yang memantau kondisi Tangguh. Pandangannya kini tertuju pada wajah Tangguh yang sedang terlelap.

"Mama benar. Harusnya aku berhasil membunuhmu malam itu. Tapi karena pembantu sialan itu, aku gagal menghabisimu. Harusnya kau tak perlu mendengar apa yang seharusnya tidak kau dengar. Ini akibatnya..." Ujarnya. Laki-laki itu adalah Richard. Saudara tiri Tangguh.

Unbroken FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang