Welcome to Oliver Jeremy Unbroken Flower Concert
Dokter Diaz melepas infus yang terpasang di tangan Galuh. Sudah dua hari ia mendapatkan terapi cairan serta oksigen. Keadaan Galuh mulai membaik hari ini. Wajahnya tampak lesu. Ia mencoba berdiri dibantu oleh Tangguh.
"Kurasa aku harus ke kamar. Aku mau beristirahat di sana," kata Galuh dengan nada suara yang terdengar lemah. "Tangguh, kau bebas tugas hari ini," tambahnya.
Tangguh yakin Galuh tak baik-baik saja. "Aku akan tetap menunggumu di luar kamar. Siapa tahu nanti kau butuh bantuan," kata Tangguh.
"Tidak perlu. Aku hanya ingin sendiri. Aku juga butuh waktu untuk recovery," jawab Galuh.
"Panggil saja aku jika kau butuh bantuan. Kuantar ke kamarmu ya," Tangguh menimpali.
"Tidak perlu. Aku bisa kok." Galuh melangkahkan kaki keluar ruang perawatan lalu menuju kamarnya yang berada di lantai atas. Tangguh hanya bisa memperhatikan langkah kaki Galuh yang meninggalkan ruangan itu.
"Mungkin dia sedang ingin menyendiri," kata Dokter Diaz.
Perkataan Dokter Diaz membuat Tangguh melirikkan mata pada dokter itu. "Dia tidak pernah seperti itu sebelumnya. Kurasa ada sesuatu yang membuatnya sedih Dok," kata Tangguh.
Firasat Tangguh kuat sekali dan ia yakin akan hal itu. Ia melangkahkan kaki keluar dari ruang perawatan kemudian bergegas masuk ke kamarnya. Ia duduk di tepi tempat tidur menatap jendela. Pikirannya mulai menerka-nerka. Tanya tanya besar bermunculan di kepala laki-laki itu. Ia terus menelaah apa yang membuat Galuh bertingkah aneh hari ini.
Pikirannya tertuju pada Oliver Jeremy, pianis yang merupakan idola Galuh. Tangguh berdiri dari duduknya dan memeriksa kalender yang terpajang di dinding dekat jendela kamar. Tak lama kemudian dirinya membuka laci meja yang terletak di samping tempat tidur. Ia ambil dua tiket konser Oliver Jeremy di sana. Jarinya mulai menelusuri keterangan waktu pada tiket itu.
Dari kalender dan tiket, Tangguh mendapatkan sebuah hipotesa. Besar kemungkinan yang membuat Galuh tak bersemangat hari ini karena ia tak bisa menghadiri konser Oliver Jeremy yang akan diselenggarakan di pusat kota malam ini. Tangguh yakin seratus persen dengan hipotesa yang didukung oleh bukti yang ditemukan. Tangguh kembali memegangi tiket yang ia beli satu hari yang lalu bersama Karsan di pusat kota tanpa sepegetahuan Galuh.
Niat hati ingin memberikan kejutan bagi Galuh malah berakhir sia-sia. Tangguh tak bisa membawa Galuh pada konser pianis idolanya karena kondisi Galuh yang kini berada pada masa pemulihan. Ia merasa dipukul oleh keadaan. Ia menepuk keningnya saat menyadarai janji yang ia buat bersama Galuh ketika mereka berada di rel kereta itu. Janji Tangguh membawa Galuh ke konser Oliver Jeremy tak bisa ia penuhi.
"Astaga! Bagaimana bisa aku mengingkari janjiku pada Galuh?" Tangguh berdialog dengan dirinya sendiri. Kali ini, ia benar-benar dilema. Satu sisi ia tak ingin mengingkari apa yang telah ia janjikan karena itu sudah menjadi prinsip hidupnya. Iya, salah satu prinsip hidup laki-laki itu adalah memegang omongan yang pernah ia ucapkan.
Namun di lain sisi, ia mengkhawatirkan kondisi kesehatan Galuh yang sedang menjalani pemulihan. Ditambah lagi, belakangan ini kesehatan Galuh memburuk. Gadis itu selalu mengeluhkan nyeri pada paru-paru. Bahkan ia diharuskan memakai selang oksigen jika merasa sesak. Tangguh amat bingung. Ia mondar-mandir tidak jelas.
Rasa bersalah itu menyerang Tangguh. Ia membuka Jendela kamarnya. Ia rasakan embun pagi yang turun. Angin pagi bertiup dengan segar. Kicauan burung seolah menggunjingkan Tangguh yang tak bisa menepati janji yang ia buat sendiri. Terbesit di kepalanya saat ini untuk mengambil buku catatan yang tergeletak di atas meja berwarna putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unbroken Flower
FanfictionAbout time barred between Them Sinopsis singkat: Ini adalah kisahku. Kisah bagaimana sebuah peristiwa di luar logika terjadi. Bisa kau bayangkan? Aku tak sengaja terdampar di tahun 1970 dan bertemu seorang gadis yang diasingkan keluarganya karena pe...