14. Kejutan

712 86 17
                                    

Suara kicauan burung lewat, menggambarkan pagi ini cuacanya sangat cerah. Secerah mood Gretha hari ini. Dari bangun tidur sampai ia berada di kantor, bibirnya tak henti-hentinya mengulas senyum tipis.

Kedua telapak tangannya selalu mengelus pipinya, bekas kecupan tadi malam masih terasa di sana. Gretha menunduk dalam untuk menyembunyikan senyum lebarnya. Tapi, Febri yang baru sampai menyadari hal itu.

"Dih, libur kemaren bikin lu berubah jadi gila gini, met? Gws deh, ya." Celetuk Febri asal. Gretha mengubah ekspresi wajahnya dalam sekejap, kembali ke mode kantor.

"Bacot!" Ucap Gretha ketus.

"Lagian, tumben-tumbenan dateng ke kantor enggak sumpek muka lu,"

"Biasa..." Febri mengerutkan dahinya bingung, dia mulai berpikir. Apa maksudnya 'biasa'?

Barulah dia menyadari hal itu, tentang obrolan mereka waktu Gretha menginap di rumah Febri saat itu. "Oh... Udah baikan, sama tuh cewek?"

"Hm."

"Terus itu, kenapa dari tadi lu megangin pipi?" Gretha tersedak ludahnya sendiri ditanya seperti itu

"E-enggak apa-apa, kok." Ucap Gretha gugup.

Febri memicingkan matanya curiga, "Masalahnya, lu megangnya sambil senyum-senyum, gitu! Hayoo... Pasti abis di cium, ya?"

"S-sotoy!" Ucap Gretha gelagapan.

"Oh bener berarti." Febri menyalakan komputernya, mengabaikan Gretha yang masih saja mengelak padanya.

Hasta Cafetaria. Sebuah tempat yang cocok untuk anak-anak muda serta para mahasiswa berkumpul dan mengerjakan tugas. Termasuk Fray dan tiga teman kuliahnya, yang kembali menjadi teman sekelompok untuk persiapan projek KKN di suatu desa.

"Makan gratis iya juga, enggak, sih? Gua denger anak-anak sana banyak yang gizinya buruk." Saran salah satu dari mereka berempat.

"Wedegh, 02 ya lu?" Celetuk lainnya, membuat Fray dan kedua orang temannya melotot kaget.

"Buset... Prit prit!"

Fray hanya menggeleng maklum mendengar celetukan Rara dan Gabi yang selalu di luar dugaannya.

"Udah, udah! Balik lagi ke topik awal!" Tegur Fray. Membuat ketiga temannya kembali diam dan fokus dengan laptopnya masing-masing.

Sepuluh menit berlalu.

Entah apa yang mereka cari saat ini, hingga tak sadar minuman yang mereka minum telah menyurut dan menyisakan sedikit ampas bubuk dan beberapa buah es batu di dalam gelas mereka. Melihat itu, Fray tersadar dan kembali memesan minuman untuk teman-temannya.

Fray bangun dari tempat duduknya, menuju meja pantry untuk memesan minuman dan beberapa camilan. Ketiganya mendongak mendengar suara kursi berderit, dan melemparkan tatapan tanya ke arah Fray. Dia mengerti, "Mau mesen lagi. Bakal lama juga kan di sini?" tanyanya.

"Iya juga, sih... Gua ganti Cappucino ya, Fray!" Timpal Flore. Fray mengangguk mengiyakan. Dan kembali berjalan meninggalkan ketiga temannya menuju meja pantry.

Pemandangan pertama yang ia lihat adalah Berryl yang sedang membelakanginya, dia sedang sibuk membersihkan bagian meja pantry yang lain.

Terlintas ide jahil di otaknya, dia masuk ke dalam area pantry lewat celah yang tersedia. Langkah kakinya jelas tidak terlalu terdengar, karena musik yang terputar di dalam café mendukungnya untuk melakukan aksi jahil itu.

"DOR!!"

"EH, MONYET!!" Latah Berryl. Dia melihat ke arah sang pelaku yang membuatnya terkejut. Tawa renyah dengan perpaduan manis karamel, membuat Berryl kesal sekaligus gemas secara bersamaan.

Dewana [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang