10. Galau

593 75 9
                                    

Wajahnya memerah mendengar kalimat yang keluar dari mulut Reva. Calon pacar katanya? Cih, memangnya dia siapa tiba-tiba muncul di hadapan Gretha dan mengaku kalau Agatha adalah calon pacarnya. Gretha mendorong pundak Reva dengan kencang, hingga sang empu yang di dorong terjengkang ke belakang dan ditahan oleh Berryl agar tidak jatuh.

Gretha mendekati Reva dan meraih kerahnya kasar. "Maksud lu apa ngomong begitu?" tanyanya dengan nada yang menusuk.

Hilang sudah image nya yang di kenal pendiam. Gretha sudah lelah menghadapi berbagai masalah di kantor hari ini, di tambah lagi dengan gadis yang sepertinya sedang menantangnya ini.

"Wetss, santai dong. Diliat Agatha, tuh." Reva  semakin mengomporinya.

"Eh, udah dong. Malu ah, udah pada gede juga," lerai Berryl yang membuat Gretha menghempaskan kerah Reva dengan kasar.

Gretha menyisir rambutnya ke belakang dengan frustasi, emosinya sedang sulit terkontrol akhir-akhir ini. Ia melihat Agatha yang tengah di rangkul dengan Irene, hati moengilnya teriris ketika Agatha menatapnya dengan takut. Nyatanya dia memang menakutkan jika sedang marah.

Gretha mengeluarkan dompet dari dalam sakunya, dia ambil selembar uang berwarna biru lalu menyerahkannya ke telapak tangan Berryl.

"Bayar pesenan. Enggak usah kembalian." Setelah itu, Gretha berjalan keluar café tanpa mengucapkan sepatah kata apapun kepada Agatha. Dia tidak ingin emosinya kembali meledak di hadapan gadis yang menjadi crush nya itu.

Saat sampai luar, teringat dirinya kesini menggunakan ojek online. Gretha mengacak rambutnya frustasi. Banyak sekali masalah yang di hadapinya hari ini. Akhirnya Gretha memutuskan untuk lanjut jalan kembali, seingatnya ada minimarket di dekat sini.

Setelah berjalan cukup jauh dari café, dari jarak 100 m Gretha melihat keberadaan minimarket tersebut, ia bernafas lega.

Gretha duduk sejenak di bangku yang di sediakan minimarket, dia mulai meneguk minumannya yang baru ia beli. Gretha memejamkan matanya sejenak, tangannya meraih ponsel yang berada si saku celananya. Dia membuka mata dan mulai mencari nama seseorang di kontak ponselnya, dia butuh orang itu.

"Halo, Feb. Tolong jemput ke lokasi ini, udah gua kirim di chat."

*****

"Lu ngapa, sih, met?" tanya Febri heran, ini sudah kelima kalinya ia bertanya dengan pertanyaan yang sama. Sedari ia di telpon dengan Gretha, menjemputnya, membawa ke rumahnya, hingga membawa temannya ini ke tempat tidur miliknya, wajahnya masih sama, seperti habis putus cinta.

"Gapapa." Lagi, Gretha juga menjawab dengan jawaban yang sama kelima kalinya. Febri berusaha sabar untuk temannya yang sedang galau ini, entah apa penyebabnya.

"Udah makan belum lu? Gua mau bikin mie, nih."

"Ya udah mau."

Febri menggeram tertahan menghadapi Gretha mode menyebalkan. Biasanya ia melihat mode Gretha yang seperti ini saat datang bulan. Tapi seingatnya, Gretha baru dua atau satu minggu yang lalu. Ah, sudahlah. Lebih baik Febri ke dapur membuat mie untuk makan malam mereka berdua.

Kini Febri sedang di dapur untuk membuat mie, sembari menunggu air mendidih ia bermain ponselnya. Tiba-tiba dia teringat dengan temannya yang jarang menampakkan diri akhir-akhir ini, tentu saja si Chloe. Terakhir kali bertemu dengannya saat pertemuan yang tidak di sengaja dengan dirinya dan Gretha di kantor mereka berdua bekerja.

Awalnya, Febri dan Gretha mengira Chloe adalah pegawai baru di kantornya, ternyata Chloe seorang Brand Ambassador di perusahaannya bekerja. Febri dan Gretha baru tahu ternyata Chloe seorang aktris, wajar sih karena Chloe bilang dia seorang pendatang baru. Tapi tetap saja, sepertinya mereka terlalu hectic bekerja sehingga hampir tak pernah tahu banyak aktor dan aktris pendatang baru saat ini.

Dewana [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang