25. One Night

1K 71 6
                                    

Disarankan untuk baca part ini ketika malam hari, agar dapet feel-nya. Ditambah denger lagu juga.

~~~~~

Malam ini adalah malam yang sangat ditunggu-tunggu oleh banyak orang, mau itu pasangan, keluarga, atau pun para insan yang saling bersahabat. Jalanan yang biasanya selalu lengang di atas jam sepuluh malam, kini masih dipenuhi oleh lalu lalang kendaraan yang tengah menikmati malam yang punya sejuta cerita ini.

Malam Minggu.

Selalu menjadi malam yang penuh warna ceria dalam menyambut hari libur setelah menjalani hari-hari yang penuh kegiatan melelahkan. Walau pun, ada segelintir orang yang merasakan kesedihan atau rasa hampa pada malam ini, walau hanya sebuah kebetulan.

Dan Berryl termasuk segelintir orang itu.

Flashback pasca kejadian semalam

Pagi hari menuju siang. Berryl terbangun dengan kepala yang amat berdenyut karena efek minum alkohol semalam. Yang lebih mengejutkan lagi ia terbangun di sebuah kamar bar dengan tubuh yang tidak tertutup sehelai benang pun. Saat ia menoleh ke samping, Berryl melihat Reva yang masih memejamkan matanya, dan kondisinya tidak jauh beda dengannya.

Menyadari banyak bercak merah di beberapa bagian tubuh Reva, Berryl semakin yakin dirinya telah melakukan hal tidak senonoh pada sepupunya itu. Tangannya menjambak rambut pirangnya frustrasi. Sesuatu yang buruk akan terjadi padanya jika keluarga Reva tahu kondisi anak gadis mereka satu-satunya dalam keluarga itu telah disentuh olehnya.

Tangisannya pecah merutuki keegoisan dan kecerobohan dirinya. Kepalanya menelungkup ke tekukan lututnya, agar suaranya teredam dan tidak membuat sepupunya itu terganggu.

"Ryl ...."

Suara lemah Reva membuat kepalanya terangkat dan mengusap air matanya dengan kasar. "Hm?" Berryl melirik ke arah Reva tanpa ingin menatapnya.

Dengan malas Reva bangun dari tidurnya, dan menatap Berryl sayu. "Lu nangis, ya?" tanyanya dengan nada serak yang melemah.

"Engga."

"Bohong. Belum puas lu gempur gua semalem?"

Matanya membelalak lebar mendengar pernyataan blak-blakan dari Reva. Tubuhnya sudah berkeringat dingin, dia tidak siap jikalau dirinya akan mendapat ledakan amarah dari sang sepupu.

Tapi yang malah dirasakan olehnya adalah rengkuhan hangat dari Reva yang memeluknya dari belakang. Deru nafas Reva yang menerpa lehernya membuat hasratnya bangkit kembali, karena efek alkohol yang masih tersisa.

"Rev, jangan gini ... ini salah." Berryl berusaha menjauhkan dirinya dengan menyikut pelan gadis yang masih memeluknya. Yang tentu saja tidak dipedulikan oleh sang empu.

"Diem, lah. Lagian gua juga males ngejar Agatha yang ngga bakal peduliin gua."

"Maksud lu? Lu mau jadiin gua pelampiasan lu, gitu?" ujar Berryl tak terima.

"Gua ngga bilang gitu, ya, bangsat! Lu lupa kejadian semalem, kah?"

Berryl menelan ludahnya kasar.

"Sadar, ngga, lu? Lu juga jadiin gua pelampiasan, anjeng!" sentaknya dengan tegas dan menekankan setiap kata tepat di telinga Berryl.

Dengan satu tarikan, Berryl terhempas ke kasur dengan Reva yang sudah berada di atasnya dan menatapnya dengan penuh gairah.

"Reva, jangan gini! Tadi malem gua di bawah pengaruh alkohol. Please, Rev ...."

"Gua juga. Tapi, kita sama-sama sadar kalo kita saling butuh itu, kan? Ngga usah munafik."

"Tapi, Rev kit-"

Dewana [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang