16. Kumpul

646 66 11
                                    

Tak terasa dua bulan sudah berlalu. Hubungan Gretha dan Agatha semakin dekat, seiring berjalannya waktu. Bahkan sudah tidak ada kata canggung di antara keduanya. Kamar Agatha selalu menjadi saksi kedekatan keduanya. Bahkan mereka sudah tak ragu untuk saling cuddle satu sama lain.

Tapi, status keduanya belum jelas. Ya, walaupun keduanya seperti tidak mempermasalahkan hal itu. Agatha juga masih belum peka dengan perasaannya, untungnya Gretha tidak pernah bertanya mengenai perasaan Agatha pada Gretha.

Gretha mengerti, membalas cinta seseorang memerlukan banyak waktu.

Selagi Agatha nyaman ketika bersamanya, dia tidak ingin memikirkan hal lain termasuk status hubungan mereka.

Hasta Cafetaria. Tempat yang telah menjadi saksi bisu beberapa insan bertemu dengan sang pujaan hati. Seperti sekarang ini.

Berkunjung ke café untuk men-charge energinya setelah seharian berkegiatan hingga hampir tidak makan. Gretha hanya diam mendengarkan gadis yang tengah mengomel dengan panjang lebarnya.

"Aku ngerti kamu tuh emang tanggung jawab banget orangnya, tapi bisa enggak sih, jangan lupa jaga kondisi tubuh kamu juga! Coba kalo aku enggak nelpon kamu tadi, pasti kamu belum makan sampe sekarang." Omel gadis itu. Tetapi tetap fokus berkutat dengan kegiatannya.

"..." Gretha hanya diam menatap gadis yang ia cintai itu, siapa lagi kalau bukan Agatha.

Agatha menaruh gelas berisi ice lemon tea tepat di hadapan Gretha. Dia menatap Gretha tajam, "Kamu dengerin aku enggak sih, Kak?" Tanya Agatha galak.

Berryl menatap ngeri dari kejauhan, jarang-jarang Agatha mendumel seperti itu. Sedangkan Gretha? Dia malah menatap Agatha dengan senyum yang terus terpantri di wajah cantiknya. Dia tengah terpesona pada pemandangan Agatha yang saat ini sangat memanjakan matanya. Rambut Agatha yang dicepol asal, membuatnya cantik berkali-kali lipat.

"Kak Gre... Ya ampun, kamu tuh kenapa sih?"

"Cantik." Ucap Gretha asal. Agatha menganga tak percaya, "Jadi dari tadi kamu enggak dengerin aku!?" Tanya Agatha lagi dengan nada merajuk.

Gretha terkekeh gemas mendengarnya, "Aku dengerin kok..." Jawab Gretha jujur. Dia meminum lemon tea nya yang telah dibuat oleh Agatha. Lalu, kembali membuka topik obrolan ringan dengan Agatha. Yang berhasil mengubah mood gadis itu dalam sekejap.

Beruntung café sedang sepi sekarang, jadi mereka berdua bisa mengobrol dengan leluasa. Tapi tidak berlaku dengan Berryl dan Irene, kehadiran mereka seperti nyamuk di café ini. Duduk di kursi yang biasa di tempati pelanggan, sambil memandangi dua orang yang tengah kasmaran itu.

"Dunia serasa milik berdua dah." Celetuk Irene, membuka topik antara dirinya dan Berryl.

Berryl mengangguk samar tanpa mengalihkan pandangannya dari pantry café, "Heem, kita enpisi di sini." Ucap Berryl menanggapi.

Irene menyandarkan dirinya ke kursi, melihat Gretha dan Agatha membuatnya teringat pada dirinya yang di masa lalu. "Kapan gua bisa kayak gini lagi, ya?" Monolognya pelan, yang disadari oleh Berryl.

Berryl memusatkan perhatiannya kepada Irene, tertarik dengan kalimat yang keluar dari bibir gadis itu. "Bentar, gua enggak salah denger, kan? Bisa kayak gini lagi? Berarti lu juga pernah deket sama orang dong, atau masih sampe sekarang?" Tanya Berryl bertubi-tubi, dia kepo.

Irene gelagapan, "G-gua pernah sih... Dulu." Suaranya mengecil ketika mengucapkan kata terakhir. Berryl mengangguk-angguk dan ber'oh' ria menanggapinya. "Terus sekarang?" Berryl bertanya lagi, membuka sedikit demi sedikit jati diri gadis tersebut.

Gurat sendu tercetak di wajah Irene yang selalu terlihat jutek, "Enggak lagi. Baru sebentar, sekitar delapan bulan yang lalu." Jawabnya dengan sedikit menjelaskan lamanya kandasnya hubungan itu.

Dewana [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang