13. Hadiah

629 75 8
                                    

Semilir angin malam sepoi-sepoi, menambahkan kesan dingin pada malam ini. Gretha semakin mengeratkan jaketnya ke tubuhnya. Mobilnya telah terparkir di depan rumah gadis yang selalu berada di pikirannya selama ini.

Seperti biasa, dia akan menggunakan kunci mobilnya untuk mengetuk pagar besi rumah Agatha. Suara nyaring itu berhasil membuat sang pemilik rumah membuka pintunya.

Agatha terkejut melihat kehadiran Gretha, si tamu tak diundang itu. Dia segera membuka pagarnya, disambut oleh senyum tipis dari Gretha yang membuatnya merasa hangat dikala malam dingin yang melanda.

"Kak Gre? Ada apa ke sini?" Tanya Agatha bingung, walaupun dalam hatinya sangat senang.

Gretha terkekeh singkat, wajahnya datar kembali. "Mau liat gambar kamu." Jawabnya santai.

"Eh?" Dia berpikir apa yang membuat Gretha melontarkan kalimat seperti itu. Lalu Agatha tersadar dengan percakapannya dengan Gretha saat di telepon. Dalam hati dia merutuki kebodohannya, karena melontarkan alasan yang jelas-jelas akan membuat Gretha curiga.

"Gimana?" Gretha tersenyum miring melihat Agatha yang terlihat linglung. Sudah ia duga, ada yang tidak beres dengan gadis itu.

"Ee... Masuk dulu, yuk! Kak Gre... Disini dingin, mobilnya jangan lupa dimasukin!" alihnya.

Gretha manggut-manggut saja, dia masuk ke dalam mobilnya untuk menaruhnya di halaman rumah Agatha. Mobilnya sudah terparkir rapi, Gretha keluar dari mobilnya menunggu Agatha yang sedang menutup pagar rumahnya.

"Yuk, masuk!" Agatha berjalan terlebih dahulu memasuki rumahnya, Gretha berjalan membututinya dari belakang.

*****

Berryl mengendarai motor matic nya dengan kecepatan rata-rata, dia ingin mencari makan sembari menikmati angin malam. Sesekali ia menggigil kedinginan, jaket varsity yang membalut tubuhnya, tidak ampuh untuk menahan rasa dinginnya.

Dia menepikan motornya, setelah menemukan warung sate langganannya. Berryl turun dari motornya, dan masuk ke dalam warung sate itu. Matanya menelisik ke arah dalam mencari Mas Dura, sang penjual sekaligus pemilik warung sate tersebut.

"Woy!" Berryl terjengit kaget dengan tepukan tiba-tiba di bahunya. "Ih! Mas Dura... Jangan ngagetin, atuh!" Ucap Berryl kesal.

Mas Dura tertawa ringan, "Lagian, celingak-celinguk kayak orang mau maling." Candanya.

"Hehe... Kan saya nyariin Mas Dura."

"Ya udah, kayak biasa, nih?" Berryl mengacungkan ibu jarinya sebagai jawaban.

Sembari menunggu satenya matang, mereka mengobrol ringan agar tidak terlalu hening. Hingga kedatangan seorang gadis membuat mereka berdua yang tengah asyik mengobrol memusatkan perhatiannya ke gadis itu.

"Fray?"

Gadis yang dipanggil Fray itu menoleh, "Eh, Berryl? Beli sate juga?" Tanyanya.

"Iya. Sama siapa ke sini?"

"Sendiri." Obrolan keduanya tertunda saat Mas Dura menanyakan pesanan Fray. Berryl hanya menatap Fray yang sedang menyebutkan pesanannya.

"Kak Gre kemana, Fray?" Tanya Berryl, dia meraih piring yang berisi sate dan lontong miliknya yang berada di meja.

Fray mendudukkan dirinya di samping Berryl, "Ke Agatha... Biarin, baikan." Berryl tertawa ringan, dia mengambil satu tusuk sate yang ada di piringnya, lalu memakannya dengan santai. "Mau?" Tawarnya, yang dibalas gelengan oleh Fray.

"Kan gua juga beli."

"Basa-basi busuk aja, sih. Hehe..." Berryl menyengir, dan melanjutkan makannya kembali.

Dewana [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang