23. Are We Official?

704 71 21
                                    

lupa cantumin lagu hehe

Kamar yang biasanya rapih kini sudah dipenuhi oleh berbagai pakaian dengan berbagai macam model. Gretha tengah mengobrak-abrik isi lemarinya untuk menemukan outfit yang pas untuk makan malam bersama berdasarkan pesan yang Agatha kirim kepadanya saat siang tadi

Fray yang kebetulan lewat sedikit tertarik dengan suara gaduh di dalam kamar Gretha. Dia mengetuk pintu kamar Gretha tiga kali lalu membukanya. Dan ... terpampang jelas keadaan kamar Gretha yang cukup berantakan dengan pakaian yang berserakan dimana-mana.

"Astaga, Kak! Ngapain, sih, sampe berantakan, gini ...."

Gretha menoleh sekilas ke arah adiknya, lalu kembali fokus dengan kegiatannya mencari berbagai pakaian yang digantung di dalam lemari "Aku mau dinner sama Thea."

"Lah? Bukannya ..." Fray mengerut bingung hingga tak bisa berkata-kata lagi. Hubungan keduanya benar-benar membingungkan. Kemarin marahan, besoknya tiba-tiba sudah tidur saling berpelukan. Tapi, sepertinya ini perselisihan yang paling lama menurut pengamatannya. "Tch, ya tapi jangan berantakin kamar juga, lah, Kak."

"Aku harus perfect depan dia, Fray!"

"Emang udah baikan sama Agatha?"

"Belum."

"Lah, terus kenapa tiba-tiba dinner, begini?"

"Nggak tau, Thea yang ngajak. Aku, sih, nggak mau nolak."

Tuh, kan ... hubungan keduanya benar-benar freak dan membingungkan.

"Hadeh ...." Fray mendekat lalu memunguti pakaian Gretha yang berserakan dan menyusunnya di atas kasur. Sesekali ia memilih beberapa pakaian yang terbuang oleh pemiliknya, untuk menemukan pakaian yang pas dikenakan malam nanti

"Nih!" Fray memberikan beberapa helai pakaian yang cocok untuk dipadukan.

Gretha menerimanya sembari membayangkan jika ia memakai outfit ini. "Masa ini, sih, Fray. Aku, kan, lagi nggak kondangan."

"Coba aja, elah ...."

Karena memang sudah buntu, akhirnya Gretha dengan pasrah memilih pakaian yang disarankan oleh Fray. Dirasanya telah selesai, Gretha meminta Fray untuk membantunya merapikan kekacauan ia buat di kamarnya sendiri.
Bibirnya mengulas senyum cerah saat berbenah, lantaran merasa tidak sabar dengan malam nanti.

*****

Karena ulah Irene, Agatha menjadi terpaksa meminjam mobil si bokem itu. Porsche 911 Cabriolet menjadi pilihan Irene untuk menemani Agatha menjalankan rencananya malam ini. Awalnya Agatha menolak keras, karena harga mobil yang akan ia bawa ini benar-benar mahal. Apalagi dia belum mempunyai surat izin untuk mengemudi mobil. Tapi, bukan Irene namanya kalau tidak pemaksa, yang membuat Agatha hanya pasrah menerima mobil yang dipinjami gadis itu untuknya. Jadilah Agatha memakainya dengan hati-hati dan menyetirnya dalam kecepatan tidak lebih dari 60 km/jam.

Agatha membunyikan klakson ketika telah sampai di depan gerbang rumah Gretha. Kepalanya keluar sedikit dari samping jendela mobil, lalu memberi senyum sopan kepada pak satpam yang baru keluar dari dalam rumah Gretha begitu mendengar klakson yang dibunyikan.

"Eh, Neng Agatha. Sini masuk! Sebentar, ya," Pak Edi selaku satpam di rumah Gretha, membuka pagar itu dengan lebar dan mempersilahkan mobil yang dibawa Agatha untuk masuk ke dalam halaman.

Dewana [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang