8. Tahun Baru, Serba Baru

747 84 10
                                    

Hari libur Natal telah berakhir. Semua orang kembali melakukan aktivitasnya masing-masing. Jalan raya kembali dipadati para pengendara, mereka yang punya hak dan kewajiban saat pagi hari hanya bisa menggerutu dalam hati untuk menghadapi kemacetan ini.

Sama halnya dengan Gretha, sedari tadi dia berdecak, membunyikan klaksonnya dengan frustasi karena banyak pengendara motor egois yang menyalip sembarangan. Padahal Gretha sudah berangkat lebih pagi biasanya agar cepat sampai kantor dan terhindar dari kemacetan ini.

Mungkin, orang-orang juga berpikir yang sama dengannya, berangkat lebih pagi agar tidak terkena macet.

Tadinya Gretha ingin lewat jalan pintas yang akhir-akhir ini sering ia lalui, tapi sama saja. Di sana juga akan terkena macet karena ada perbaikan jalan. Jadilah Gretha lewat jalan raya yang rawan macet ini.

Gedung kantor tempatnya bekerja sudah mulai terlihat, dua puluh menit lagi sudah waktunya masuk. Tetapi, kemacetan ini benar-benar tidak ada celah untuk mobil bergerak. Jika bisa, Gretha akan meninggalkan mobilnya disini dan berlari masuk ke kantor atau dengan memakai jurus hissatsu, teleport.

Setelah beberapa menit berusaha sabar untuk menerobos kemacetan, akhirnya Gretha sampai kantor dengan selamat, tepat tiga menit sebelum jam masuk kantor.

*****

Agatha sudah kembali sehat tepat saat hari libur Natal berakhir. Kembali melakukan aktivitas bekerjanya sebagai seorang barista di café. Saat ini Agatha, Berryl, dan Irene sedang menata properti baru untuk di luar café. Semua ini ide Ivanka selaku sang pemilik, untuk memperindah area luar café. Kebetulan Ivanka sedang ingin di café seharian ini.

Selesai dengan pekerjaan mereka, Berryl membalikkan papan open di pintu utama, menandakan café sudah di buka. Agatha dan Irene sedang bersiap-siap untuk membuat kue di dapur. Dan Ivanka ada di ruangan pribadinya sedang mengecek laporan keuangan café bulan ini dan rekap tahunan, mengingat sebentar lagi tahun akan berganti.

Suara lonceng di pintu café membuat semua orang yang ada di dalam ruangan memusatkan perhatiannya ke arah pintu yang di buka oleh pelanggan pertama mereka hari ini. Berryl yang berada di dekat pintu, menyambut pelanggan tersebut dengan ramah.

Sang pelanggan tersenyum. "Mau Mocha Latte satu ya, sama pancake coklat," dia menyebutkan pesanannya tanpa ragu seolah-olah dia pernah mampir sebelumnya ke café ini. Walaupun kenyataannya dia memang pernah ke sini.

"Baik, silakan duduk dulu, Kak. Nanti pesanannya akan diantar ke meja kakak. Terima kasih."

 Sang pelanggan mengangguk dan mengedarkan pandangannya untuk menemukan spot duduk yang nyaman baginya.

"Tha, stok bahan-bahan masih ada, kan?" tanya Ivanka yang baru keluar dari ruangannya.

"Masih, Kak. Kak Iva mau aku buatin kopi juga? Kebetulan aku mau buatin pesanan pelanggan, kalo Kak Iva mau biar sekalian aku bikinin."

"Mocha Latte aja, deh." Entah lah, Ivanka sepertinya sedang rindu dengan aroma dan rasa dari kopi itu atau kenangannya, mungkin. Mocha Latte, sering ia minum bersama dengan seseorang yang berharga baginya. Seseorang yang pernah mengisi hatinya dulu, dan mungkin masih tersisa hingga saat ini.

Suara cangkir dan meja beradu membuat Ivanka tersadar dari lamunannya. Tepat di meja pantry tempat ia duduk, telah tersaji dua cangkir Mocha Latte yang telah dibuat dengan Agatha.

"Itu satunya buat pelanggan tadi, Tha?" Tanya Ivanka.

"Iya, Kak. Sama ini nih, pancake coklat." Satu cangkir Mocha Latte dan Pancake Coklat telah diletakkan di nampan untuk diantarkan ke meja pelanggan.

Dewana [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang