𝓐𝓻𝓽𝓲 (Bagian 3)

39 1 0
                                    

Malam pentas seni, dengan nuansa kasual membuat malam itu terasa seperti di era 90'an. Ruangan yang memadai, serta konsep yang tergambar begitu terlihat cantik. Di zaman modern, dan outfit yang sudah kuno menjadi pilihan untuk kami kenakan. Terlihat keren, dan tidak kuno.

Kami diminta untuk menampilkan seni yang sudah disiapkan oleh setiap kelompok. Pentas seni berjalan begitu meriah, penampilan teman-teman sefakultas begitu memukau malam itu. Meriah dengan trend yang tidak terbawa arus zaman, menjadikan keindahan yang terkesan unik. 

Setelah acara pentas seni berlangsung, tiba saatnya sesi yang semakin mempererat tali persaudaraan kami. Menyanyi bersama, saling berpeluk dan merangkul, menyanyikan musik favorit para remaja, dan tak lupa musik dangdut yang semakin memecahkan suasana.

Kami tertawa lepas malam itu.
Semua masalah yang ada, tampak sirna larut bersama bahagia.
Tak ada hati yang terluka,
semua berdamai dalam suka cita.

...

"Perhatian semuanya, kegiatan kita berakhir pada malam hari ini. Sekarang kita minta kalian untuk istirahat, semua nggak ada yang di ruangan lain kecuali kamar masing-masing!" Seru panitia yang berada di sumber suara.

Kami semua dituntun dan diawasi, untuk memastikan semua peserta berada di kamar.

"Lu semua tidur! Nggak ada bergadang, nggak ada ngobrol-ngobrol sama teman sebaraknya, nanti pagi panitia bangunin, kita jam 6 kumpul di aula, dan sarapan pagi." Ucap divisi keamanan, dengan menegaskan kami untuk diharuskan tidur.

Perasaanku tidak enak, aku berfirasat akan ada jurit malam. Namun kami semua sudah dibuat sangat lelah dengan adanya konser musik tadi. Jadi, hampir seluruh mahasiswa tertidur.

pukul 00.20

"Bruk...bruk...bruk!!!!"
"Woy bangun-bangun!!! Cepat bangun lu semua!" Para divisi keamanan membangunkan paksa dengan berteriak.
"Woy punya kuping nggak sih?! Lelet banget jadi laki, bangun!" Teriaknya sambil menarik sebagian dari kamu yang masih tertidur
"Sepuluh..Sembilan..Delapan..." Panitia menghitung mundur guna mengumpulkan kami ke sumber suara.
"Lu pada denger nggak sih, itu dihitung mundur, cepat lah geraknya!"
"Ini juga satu, lelet banget!"

Dengan nyawa yang masih setengah sadar, kami dipaksa untuk menguasai diri dengan bangun langsung mengenakan pakaian dan sepatu, serta kami harus berlari ke sumber suara dengan dihitung mundur. Setibanya di sana, kami dihadirkan senior-senior yang sudah lulus, dan berbeda jauh angkatannya dengan kami.

"Woy lu semua, lelet banget! Dikasih waktu buat istirahat malah nongkrong-nongkrong, malah asik nyanyi sampe lupa waktu." Ucap senior wanita yang ada di hadapan barisan kami.
"Ini lagi, punya siapa nih?!" Ucap senior lain sambil memegang peralatan yang dilarang.
"Bagus, mau jadi apa kalian?"
"Gua minta yang bawa barang-barang ini maju ke depan."

Kami terdiam, sontak saja mereka semakin marah melihat kami tidak ada satu pun yang mengakui kesalahan, dan tidak ada yang berani maju ke depan. 
Melihat mereka sudah semakin geram melihat kami, mereka pun akhirnya memaksa untuk mengancam hukuman agar kami segera mengaku. Para senior meminta kami mengambil sikap posisi.

"Turun lu semua! Ambil posisi, cepetan!"

Namun, kakak panitia yang menjadi ketua kelompok membela kami dengan mengahadap senior. Mereka meminta agar menggantikan hukuman kami aga ditimpalkan ke mereka.

"Ngapain lu semua? Mau jadi pahlawan?!" Ucap senior.
"Nggak kak, kita di sini mau minta lu buat nggak ngasih mereka hukuman." Pinta para panita.
"Ini lagi, udah tau adik-adiknya pada salah, masih aja dibela. Biar mikir mereka! Udah tau salah, malah saling nutupin satu sama lain."
"Turun lu semua! Pahlawan. Yang lain diri lagi, bangun!" Seru senior kepada kami.
"Seneng kan lu semua! Melihat kakak-kakaknya nyentuh tanah, sedangkan kalian semua lagi asik nggak ngerasa bersalah."
"Hei kak, ngapain adik-adiknya dibela?! Mereka aja pada nggak mikir kalian diginii!" Ucap senior.

Aku & Semesta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang