𝓐𝓻𝓽𝓲 (Bagian 2)

35 2 0
                                    

Untuk sebuah tekad,
adanya harapan yang melekat.
Dalam sebuah harapan,
tersimpan berjuta tangisan dalam diam.

Ibu tak kunjung sembuh, sudah tiga bulan ibu sakit. Kata dokter ibu sakit lambung, tapi ibu selalu merasakan sakit yang mendalam. Pikiran burukku terkait penyakit ibu yang terbilang aneh, membuat aku berpikir buruk atas kejahatan manusia yang dapat menyakiti seseorang melalui alam roh. Aku tahu mungkin itu tidak benar adanya, tapi aku sangat merasa seperti itu.

Sampai saat ini, aku merasa kehilangan sosok ceria dari ibu. Ibu yang selalu ceria, walaupun adanya penderitaan yang ia tengah rasakan, dengan diselimuti topeng kebohongan. Ibu selalu memancarkan kegembiraan kepada anak-anaknya. Rasanya ibu benar-benar menjalankan perannya sebagai mentari untuk menghangatkan seisi rumah.

Selama kurang lebih satu bulan adik perempuanku yang paling kecil dialihkan ke rumah nenek, hitung-hitung untuk meringankan tugas ibu, dan supaya ibu bisa fokus untuk penyembuhan.

"Bu, ibu cepet sembuh ya! Biar ibu bisa semangat lagi ngelakuin hal-hal yang nggak bisa ibu lakuin selama ibu sakit." Ucap diriku sambil melihat kondisi yang terbilang meperihatinkan.

....

Aku bersiap kembali untuk berkuliah, dalam bersiap aku memastikan rumah agar saat aku tinggalkan sudah tidak menyisahkan pekerjaan rumah yang begitu berat. Kakak sedang kerja, adik kuliah dan sekolah, jadi aku harus yang mengambil alih urusan rumah selama ibu sakit. Aku pun akhirnya sudah siap meinggalkan rumah, dan segera bergegas untuk berangkat

Aku tengah kumpul dengan anak-anak fakultas ekonomi di istana lantai empat, tempat yang di mana terjadi interaksi dalam perkumpulan para mahasiswa di fakultas ekonomi di kampusku. Kami terlihat begitu asik menikmati lagu-lagu, dan sambil bermain kartu poker. Kami memainkan dengan hukuman yang di mana apabila ada salah satu dari kami yang kalah.

Sialnya, dalam permainan itu aku salah langkah, dan berakhir kalah. Aku harus menjalani hukuman, dengan merayap di lantai layaknya seorang tentara. Permainan belum berakhir, aku mengalahkan teman-temanku sebagai pembalasan dendam.

"Hahahaahaah mamp*s, gua siksa balik lu. Ambil posisi dah mending!" Ucapku sambil menertawakan
"Batu lu ya capt, tadi lu juga ngerayap di lantai udah kayak casis hahaha."
"Bawel, cepet weh."

Kami saling menertawakan setiap kejadian dalam permainan itu, hukuman yang merata, membuat kami saling merasakan hukuman akibat kekalahan dalam permainan. Karena sudah merasa lelah, kami pun mengakhiri permainan, dan saling mengipas-ngipas pakaian karena kelelahan.

Pertemuan adalah kabar.
Setiap kabar memberikan unsur ketenangan.
Untuk kabar baik, selalu dinanti.
Untuk kabar buruk, tidak mengenakan di hati.

...

"Semuanya tolong ke kelas dulu ya, ada pengumuman penting dari BEM!" Pesanku melalui grup whatsapp kelas.

Tak menunggu lama semua anak-anak kumpul ke kelas, walaupun ada beberapa yang masih di kantin.
Kakak-kakak tingkat di sini ingin menjelaskan maksud dan tujuan terkait kegiatan ospek fakultas.

"Okey semua, selamat siang. Jadi di sini kita mau ngebahas tentang program kerja kita di bem, kita mau mengadakan kegiatan ospek fakultas untuk mahasiswa baru di fakultas ekonomi. Jadi nanti kalian anak-anak manajemen akan bersama anak-anak akuntansi. Untuk kegiatan ini berlangsung selama dua hari satu malam, yang akan dilaksanakan di Puncak, Bogor."

Setelah menjelaskan dengan begitu rinci, kami diminta untuk segera melakukan registrasi di meja pendaftaran setelah selesai kelas. Kami melanjutkan kelas, dan begitu selesai pendaftaran sudah dibuka, dan sebagian dari anak-anak kelas mengantre di meja pendaftaran.

Aku & Semesta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang