𝓹𝓮𝓵𝓮𝓷𝓰𝓴𝓪𝓹

30 2 0
                                    

Dari bagian yang fana,
Terdapat serpihan luka.
Menghidupkan prasangka untuk sang cipta,
Baik dalam berbuat, menuai kasih dan cinta.

"Sayang, aku udah mau sampai di pelabuhan." Ucap Anasera melalui panggilan telfon.
"Alhamdulillah, kamu berkabarnya nanti lagi, sekarang kamu fokus untuk bersiap, kabarin aku lagi ya nanti kalau ada apa-apa!" Ujar diriku kepada Anasera.

Anasera tiba di pelabuhan siang hari, dan mengetahui kabar itu aku langsung segera bersiap. Walaupun Anasera bilang dia harus mengunjungi beberapa tempat sebelum tiba di Kota Tua, Jakarta. Ansera sangat suka sekali dengan kue pancong, jadi aku membelikan kue pancong Depok yang sangat diminati banyak orang, aku membelinya saat ingin menuju stasiun, karena searah jadi aku tidak perlu repot untuk bolak-balik, memesan rasa yang ia suka menjadi opsi yang pasti tidak akan salah dalam memilih rasa. Anasera suka sekali rasa keju dengan toping susu putih, serta dengan adonan yang dibuat hanya setengah matang, menambah kenikmatan saat memakannya nanti.

Kami saling berkomunikasi perihal titik lokasi kami berada. Anasera tiba lebih dulu, saat aku masih di kereta. Tidak begitu jauh, hanya berjarak kurang lebih lima menit lamanya. Anasera sudah memisahkan diri dengan rombongan kelasnya, karena menurut susunan acara saat ini adalah waktu bebas untuk para mahasiswa melakukan kegiatan apapun.

Setibanya aku di sana, aku menelfon Anasera karena mencarinya di antara banyaknya pejalan kaki yang berlalu-lalang.

"Na, kamu di mana? Aku udah mencari kamu nggak ketemu, terus ramai orang juga. Aku di depan gedung..." Ucapku ditelfon.
"Gedung putih kan." Potong Anasera.
"Kok tau? Kamu di mana?" Tanyaku sambil melihat sekeliling.
"Coba kamu balik arah ke belalang!"  Seru dirinya.

Aku langsung menghampiri Anasera dengan perasaan sangat bergembira, dan dengan perasaan menahan rindu yang begitu mendalam. Aku memeluk Anasera dengan begitu, dan mengelus kepalanya. Begitu senangnya diriku melihat dirinya lagi. Rasanya benar-benar seperti setengah diriku ada padanya.

"Na, aku kangen!" Ucapku sambil memeluk.

Anasera terdiam di pelukku. Anasera terlihat seperti ingin menangis, namun Anasera sangat mahir dalam memendam dan menyembunyikan perasaan, dia langsung mengalihkan topik menjadi persoalan barang bawaan yang ku bawa. Ia melihat isi dari plastik yang ku bawa, aku mengeluarkannya untuk Anasera agar dapat menikmati kelezatannya. Kami menikmati sambil bercerita banyak hal, cerita yang sangat panjang melebihi cerita novel. Aku senang mendengarkan ia bercerita.

Anasera bercerita perjalanannya ke sini, dan perasaannya yang membuat diriku senang ketika mendengar semua yang terucap dari mulutnya. Sebaliknya, Anasera juga pendengar yang sangat baik, bahkan melebihi diriku.

Mendengarkan diriku bercerita mengenai perjalanan ke tempat, yang di mana aku harus lebih menahan diri menghadapi ibu-ibu yang marah padahal atas kesalahannya sendiri, membuat diriku sangat geram, namun karena aku sedang sangat berbahagia karena kadatangan Anasera jadi rasa kesalnya mengalir begitu saja.

Sepanjang cerita mengalir perasaan rindu kami pun ikut mengalir dengan kasih dan sayang. Usai bercerita, kami pergi mengelilingi tempat-tempat. Membeli jajanan khas Jakarta yang mungkin tidak Anasera temukan di kotanya. Saat ku menatap Anasera, dia tersenyum dengan begitu manis. Keindahan pada bola matanya membuat diriku tidak bisa berpaling darinya. Nampaknya, lagi dan lagi aku jatuh cinta kepada Anasera.

"Apasi kamuu..." Ucap Anasera dengan salah tingkahnya yang begitu lucu.
"Kenapa? Aku mau liat kecantikan kamu dari dekat." Ucapku.
"Jangan gitu, males lah akuu." Ucapnya dengan tersenyum, Anasera mudah salah tingkah, membuat diriku semakin gemas melihatnya.
"Apasii Na, kamu senyum aja aku suka. Senyum lagi coba, Na!" Ledekku sambil menyubit pipinya.
"Sayaaaang, males ah." Ujar Anasera.
"Iya, iya." Ucapku.

Kota Tua adalah bangunan tertua di Jakarta. Memiliki banyak kuliner yang menjadi ciri khas Kota Jakarta. Kami menikmati jajanan, lalu membuat video vlog, dan kami berfoto bersama untuk mengabadikan setiap pertemuan. Aku dan Anasera membuat album di ponsel kami untuk setiap pertemuan, agar suatu saat kami dapat melihat kembali kalau kami pernah sangat berbahagia di setiap pertemuan.

Aku dan Anasera tidak seperti kebanyakan orang pada umumnya, yang bisa berjumpa setiap hari jikalau saling merindu. Karena kami harus memupuk rindu pada waktu dan jarak. Namun, kerinduan itu justru menjadi bentuk kenikmatan berlipat ganda saat kami bertemu, saat waktu dan jarak bersahabat dengan kami.

...
"Kamu sampai jam berapa? Ini udah lumayan lama banget kita di sini." Tanyaku, karena aku takut Anasera melanggar ketentuan acara kampusnya.
"Harusnya sebentar lagi sih, tapi ini temanku belum ada yang menelfon." Jawab Anasera, sambil melihat notifikasi ponselnya.

Tak lama kemudian,

[Panggilan telfon berbunyi]

"Na, lu di mana? Kita udah mau kumpul buat berangkat lagi." Ujar teman Anasera.
"Iya sebentar geh, gua mau kesana sekarang." Ucap Anasera.
"Sayang, aku udah disuruh kumpul ke bis." Ucap Ansera kepadaku.
"Oh, yaudah. Ayo aku antar ke tempat bisnya."

Aku menemani Anasera ke tempat parkir bis kampusnya, dan di tengah perjalanan Anasera berbalik ke arahku dan langsung memeluk diriku. Sejujurnya aku ingin sekali menangis di pelukannya, namun mungkin itu hanya akan membuat Anasera semakin sedih saat sudah pergi.

"Makasih ya." Ucap Anasera sambil memelukku.
"Iya, Na. Aku sayang kamu!" Ucapku sambil mengelus belakang tubuhnya.

Pelukan hangat itu menjadi perpisahan kami berdua, aku melanjutkan mengantar Anasera ke tempat parkir bisnya. Saat Anasera sudah menaiki bis, dia melambaikan tangan melalui kaca bis yang terlihat ke arahku. Aku tak kuasa menahan air mata, kebahagian yang kurasakan memang begitu sangat kurasa. Namun, kesedihan setelah kepergiannya menciptakan luka dalam rindu yang membuatku meringis tangis.

Semesta, aku sangat berbahagia atas kehadirannya.
Namun, aku sangat terluka atas kepergiannya.

Rasa-rasanya dipertemuan yang singkat selalu saja meninggalkan cerita yang berkesan. Aku sangat bersyukur atas pertemuan yang singkat ini, karena bukan suatu hal yang bisa berulang antara pertemuanku dengan Anasera.

...

[Notif pesan masuk]

Anasera mengirim pesan video yang berisi rekaman saat iya melambai dari jendela dan melihat aku menunggu. Aku terharu melihatnya, karena aku terlihat begitu berbahagia namun aku merasa sangat sedih, sangat bimbang memang ingin mendominasi kebahagian atau kesedihan. Karena keduanya menjadi efek samping dari pertemuan singkat ini. Anasera meminta panggilan video, kami kembali bertatap muka secara tidak langsung, wajah tidak dapat berdusta, Anasera melihat diriku sedang menahan air mata.

Jangan sedih, katanya. Aku melihatnya tumbuh menjadi wanita yang sempurna, parasnya, pikirannya, tutur katanya, semua begitu terlihat sangat indah.

Semesta, terima kasih telah menghadirkan perempuan yang memiliki sebagian keindahanmu.

...

Usai pertemuan aku kembali menuju stasiun untuk pulang, dan Anasera melanjutkan tujuannya menuju tempat berikutnya, Jogja dan Bali. Ada satu kabar baik di akhir kunjungan belajar, kampusnya masih akan mendatangi kantor keuangan. Aku akan menunggu sampai hari itu tiba, walaupun harus menunggu dua destinasi yang begitu jauh, namun hanya berjarak tiga hari. Dampak dari penantian saat itu begitu terasa, aku terjebak oleh perasaan dan dilema dalam gundah.

Aku & Semesta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang