9. Leave

444 91 54
                                    

"Tunggu." Hyunjin meneriaki Felix, mencoba menghentikannya. Tapi sia-sia, pemuda bersurai blonde yang berjarak beberapa meter darinya itu malah semakin mempercepat langkah, menghindar. Ia pun berlari mengejar.

Hyunjin berhenti sejenak, mengatur napas, pandangannya tertuju pada Felix. Ingin melanjutkan pengejaran tapi kakinya sudah sangat pegal, napasnya tersengal-sengal.

DAR!

Tepat di sebelah Hyunjin, seorang anak kecil tidak sengaja memecahkan balon besar yang dimainkan bersama temannya.

"Aduh, dadaku sakit! Kaget banget." Hyunjin memulai dramanya. Ia memasang wajah kesakitan, memegang dada dan duduk belunjur di pinggir jalan. Matanya menyipit, mengintip reaksi Felix.

Jeong In menyusul, Hyunjin menggeleng pelan, kode agar adeknya itu melihat dari kejauhan saja dan jangan menolongnya karena ia hanya bersandiwara. "Kayaknya aku mau pingsan deh!!!"

Hyunjin berdecak kesal. Sandiwaranya masih belum membuat Felix tergerak. Laki-laki dengan jaket denim itu pun membaringkan tubuhnya di jalanan dengan posisi telentang, seperti sedang cosplay menjadi polisi tidur.

Felix menoleh saat suara Hyunjin tidak terdengar lagi. Seketika matanya terbuka lebar. Ia segera menghampiri laki-laki yang tergeletak itu, menyeretnya ke pinggir jalan sebelum terlindas kereta bayi yang hendak melintas.

"Kamu ... beneran pingsan?" tanya Felix sambil menepuk pipi Hyunjin. Tidak ada respon. Ia menyipitkan mata, perlahan mendekati pahatan wajah Hyunjin, meretas jarak.

Dari kejauhan, Jeong In mengamati dengan gigi gemertak dan tangan terkepal. Ia memilih kembali ke tempat mobil Hyunjin terparkir.

"Kemarin aku----"

Felix tersentak mundur, wajahnya terbentur cukup keras dengan kepala pemuda di sampingnya yang tiba-tiba terbangun itu.

"Maaf." Hyunjin reflek mengusap pelan darah yang mengalir dari hidung Felix dengan lengan bajunya. "Maaf! Waktu itu ada masalah keluarga sampai aku lupa kita mau ketemuan. Kalau gak percaya, tanyakan adikku." Ia menunjuk ke arah terakhir kali melihat Jeong In.

Sudah tidak ada siapa pun.

"Ngilang beneran dia," gumam Hyunjin. "Aku mau gantiin pertemuan waktu itu. Tapi maaf, gak bisa sekarang karena ada urusan penting. Simpan dulu nomorku. Nanti kita bicara lagi, oke?" Ia mengambil secarik kertas, menuliskan nomor ponselnya.

"Gak perlu," tolak Felix.

Hyunjin menunjukkan ekspresi ketidaksukaan akan penolakan. "Aku bakal jambak anak kecil itu kalau kamu masih nolak," tunjuknya pada anak-anak yang bermain bulu tangkis di lapangan.

Felix mengerjap. "Hey, dia gak ada hubungannya----"

"Dek! Sini kamu!" Hyunjin beranjak menghampiri anak kecil yang dimaksud.

"Ish!" Felix merentangkan tangan di depan Hyunjin. "Oke, oke! Nanti kuhubungi," ucapnya lalu mengambil sebuah benda persegi dari saku. "Hp adikmu ketinggalan."

"Oh ... jadi semalam dia menginap di rumahmu? Oke, thank you. Aku tunggu telponmu! Paling lambat jam 8 malam."

*****

Sang kepala keluarga, Bang Chan, mencari dua adiknya yang tidak ada di sekitar rumah.

"Apa mungkin mereka jalan berdua?" terka Changbin sambil asik memakan keripik dan menonton televisi.

"Lo kapan mau mulai jualan? Ntar rezeki lo keburu dipatok babi!" pesan Bang Chan.

"Anjay dikira tukang bubur beneran. Gue cuma nyamar, woi! Ntar setengah jam lagi ke TKP. Mau nonton sinetron dulu." Changbin merebahkan diri dengan posisi miring, tangan menopang kepala dan satunya menyuapkan isi toples yang ada di depannya, fokus menyimak perdebatan suami istri di televisi bahkan ikut mengomentari kelakuan laki-laki biadap yang berperan sebagai tukang selingkuh. "Eh, Chan, lo yakin bisa percaya sama si Ayen? Gak khawatir suatu hari dia bakal ngasih tau keberadaan Felix?"

Dark SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang