8. I am You

371 91 54
                                    

Bang Chan menggenggam kuat mata pisau di tangan Jeong In, merebut paksa. Darah mengalir dari sayatan cukup dalam di telapak tangan. Diusap cairan merah yang menetes di lantai kamar Felix juga yang menempel pada benda tajam itu.

Jeong In menelan saliva susah payah, tergagap. "M-m-maaf, a-a-aku ...."

Bang Chan meletakkan telunjuk di depan bibir dengan tatapan nanar, memberikan isyarat diam, tidak ingin membuat Felix terbangun. "Ikut aku!" desisnya. Diajak Jeong In ke teras rumah.

Jeong In gemetaran, wajahnya pucat. Buliran keringat menetes dari pelipis. Ia khawatir Bang Chan akan menghajarnya. "G-g-gimana abang bisa tau ... n-n-nama asliku?"

"Jam tanganmu," jawab Chan sambil membalut lukanya dengan sehelai kain.

Saat pertama kali melihat Jeong In datang bersama Seungmin, atensi Bang Chan tertuju pada jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan Jeong In. Terdapat ukiran rubah pada dial jam membuat Chan merasa tidak asing, pernah melihatnya dipakai oleh ajudan kepercayaan Kepala Distrik yakni ayah Jeong In. Sebelumnya Changbin juga telah memberitahunya mengenai anak angkat konglomerat, hanya foto Jeong In yang didapat karena tidak ada rekaman jejak mengenai identitas asli pemuda tersebut.

Maka dari itu sejak kedatangan Jeong In, Chan terus mengawasinya.

Jeong In tertunduk. Karena Bang Chan juga sudah mengetahui identitasnya, diceritakan alasan ia melakukan perbuatan yang hampir mencelakakan Felix.

Melihat laki-laki di hadapannya tremor, berbicara dengan gagap disertai senggukan kecil, amarah Chan yang sempat meluap seketika menghilang, hatinya menghangat. Ia memeluk Jeong In dan ditepuk pelan bahunya. "Felix gak akan merebut apa yang kamu punya sekarang. Dia hilang ingatan karena insiden 10 tahun lalu."

Jeong In memejamkan mata. Pelukan Chan mengingatkannya pada kehangatan dan rasa aman yang tidak pernah didapatnya semenjak sepuluh tahun silam. Ia mengerjap, alisnya terpaut, memandang Chan. "Kenapa abang gak ngasih tau yang sebenarnya ke Felix kalau selama ini dia dicari keluarga konglomerat?"

"Kamu gak perlu tau alasannya. Jangan sembarangan pakai lagi, ya. Kecuali kamu terjebak di situasi gak punya pilihan lain, selain harus pakai ini." Bang Chan mengembalikan pisau Jeong In. "Cepat tidur dan besok bersikaplah biasa aja, seperti gak terjadi apa-apa."

"Makasi, Bang." Jeong In tersenyum haru karena Bang Chan masih memberinya kesempatan bahkan menutupi kesalahannya.

"Hidup butuh masalah. Supaya kita tau gimana caranya dewasa. Jatah sedih akan selalu ada, bahagia juga. Good night, Ayen."

Jeong In mendengarkan penuturan Bang Chan dengan seksama. Ia mengangguk bersamaan senyum simpul terbit di wajah manisnya lalu kembali ke kamar Seungmin.

Bang Chan masih terduduk di tangga teras, menatap telapak tangan yang terbalut lalu dipertemukan dengan memegang bekas luka di matanya, terkekeh kecil.

"Anak sama bapak kompak, ya. Apa kalian janjian untuk ninggalin bekas luka di badan gue?"

*****

"Tangan lo kenapa, Bang?!" Seungmin baru keluar dari kamar, meraih tangan Bang Chan yang diperban asal menggunakan kain. Terlihat darahnya masih merembes keluar.

"Semalam diseruduk rubah liar," jawab Chan. Ia sedang mempersiapkan sarapan.

Seungmin berdesis, matanya berkaca-kaca setelah membuka perban yang membalut tangan Chan dan terlihat luka sayatan cukup dalam. "Lo juga ngapain malam-malam kelayapan kayak babi ngepet?!" Ia menyeka sudut mata yang basah, menarik Bang Chan ke ruang tamu, mengobati luka di tangan abangnya itu. "Lix bangun! Lo lanjutin dulu buat sarapan!" teriaknya pada Felix yang masih terlelap di kamar.

Dark SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang