❝Kalau merasa hidup gak gwencana, menepilah dan teriak Shibal Sekiya!❞
Drama | Comedy | Brothership | Revenge Tragedy
Tragedi malam itu raib dalam ingatan. Dia hidup sederhana bersama dua bersaudara dan tinggal cukup jauh dari Distrik 9. Keberadaan...
Minho terbatuk-batuk sambil menepuk leher. Ia tersedak bumbu pedas cilok sampai wajahnya memerah.
"Lo umur berapa sih? Masih aja belum pro makan cilok," ledek Han, asisten pribadi Minho. Ibunya adalah direktur senior salah satu anak perusahaan sang konglomerat. Oleh karena itu, hubungan dekatnya dengan Minho sudah terjalin cukup lama karena mereka berteman sejak kecil. Bahkan dulu tempat tinggal mereka berdekatan, sering jajan mie lidi dan pop es diam-diam sebab orang tua mereka cukup ketat soal makanan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Gue yakin, dia bukan Felix." Minho meneruskan cerita mengenai kejadian di rumahnya sembari berjalan kaki menikmati pemandangan malam tengah kota bersama Han. "Dia gak ingat kejadian penting 10 tahun lalu."
Han berdecak. "Berarti lo bukan prioritasnya. Menurut lo penting, tapi menurut dia gak. Makanya dia lupa, hahaha." Tawanya memudar kala Minho menyipitkan mata padanya. "Hm, jadi langkah lo selanjutnya apa? Mau cari Felix dengan wujud bocil persis 10 tahun lalu?" Merapatkan bibir, menahan tawa tapi pada akhirnya gagal. Lagi-lagi Han menertawakan Minho.
Dibanding hubungan atasan dan bawahan, mereka lebih seperti teman sebaya. Tidak seperti orang kaya lainnya pula, dua pemuda ini juga lebih suka jajan di pinggir jalan atau kadang ikut mengantri bersama anak-anak sekolahan demi sebungkus batagor daripada minum-minum di bar, kafe atau makan di restoran mahal.
Wajah Minho masih serius, mengerutkan kening, memikirkan sesuatu. "Papa terima orang itu karena pertama kali datang, dia bawa surat. Terbukti keasliannya. Dia juga bisa jawab pertanyaan yang berhubungan dengan keluarga Kepala Distrik."
Surat yang dimaksud adalah sebuah perjanjian yang ditandatangi oleh Ayah Minho dan Kepala Distrik. Ayah Felix sudah memiliki firasat bahwa ada oknum yang mengincarnya sehingga ia meminta Ayah Minho untuk menjaga keluarganya jika terjadi sesuatu.
"Malam itu, Felix marah dan lari ketakutan. Dia kelihatan trauma karena gue nembak salah satu ajudan ayahnya. Tapi pas ketemu tadi, dia biasa aja. Padahal gue udah siap jadi samsak kalau dia mau melampiaskan dendamnya," lanjut Minho.
"Siapa orang yang bisa pura-pura jadi Felix?" tanya han. "Eh, mampir bentar. hari ini launching rasa baru!" Ia berlari memasuki sebuah minimarket dan langsung menghampiri collershowcase, mengambil minuman mahal bergambar Pororo.
"Lo ngapain lepas sendal, Hannie." Minho mengambil alas kaki Han yang dilepas di depan pintu minimarket. Langkahnya terhenti, terdiam sebentar di depan deretan freezer. "ICE CREAAAM!!!"
"Weh! Weh! Weh!" Han menarik baju Minho dan berbicara dengan suara pelan. "Coba lihat, itu mbak yang jaga kasir sama mas-mas yang nyusun sabun cuci di rak, gak punya hubungan apa-apa tapi pakai baju couple. Cieee," tunjuknya pada pegawai minimarket.
Minho mengangguk seperti baru saja menemukan hal baru. "Oh ya. Gue juga mau kasih info berharga. Lo tau, pintu minimarket yang ada tulisan TARIK ternyata juga bisa didorong."