"Makan lah ... biar ada ta*inya." Han menyenggol lengan Minho. Diperhatikan sedaritadi rekannya itu tampak melamun, menatap kosong mangkok bakso yang masih penuh, belum disentuh sama sekali.
"Hm. Makasi motivasinya," jawab Minho tidak bersemangat.
Han menepuk bahu Minho. "Bro! Ketika hari lo gak bahagia, menepilah dan teriak SHI*BAL SE*KI**YA!"
Seketika semua pengunjung warung menyorot Han.
Minho duduk berjauhan, pura-pura tidak mengenal laki-laki hiperaktif di sampingnya itu. "Bukan temen gue," ucapnya sambil tersenyum paksa kepada beberapa pasang mata yang tertuju ke mereka berdua.
"Oh, gitu? Gue bawa balik aja dah ini." Han berlagak meraju, mendekap map berisi kertas penting, melangkah pergi, berpura-pura hendak meninggalkan Minho.
"Hannie."
"Ay-ay-ay. Siap, Kapten."
Meskipun honey voice milik Minho terdengar lembut tapi bagi Han seperti gertakan. Dia pun memilih duduk kembali dan langsung menyerahkan dokumen yang dibawa.
Dibaca setiap informasi yang tertera, dahi Minho berkerut. Dicelupkan telunjuknya ke gelas air mineral lalu membalik setiap halaman dengan jari yang basah itu. Karena kalau pakai air liur nanti kotor. "Gak ada nama 'Ayen'. Tapi seingat gue nama kecil Felix adalah Yongbok."
"Lo selama ini serumah, 'kan? Kenapa gak interogasi si Ayen itu?" tanya Han.
"Di awal gue pernah cerita ke lo di mana dia gak bisa jawab pertanyaan tentang gerhana bulan yang mau gue lihat sama Felix sepuluh tahun lalu. Dari situ, gue sama sekali gak peduli sama keberadaannya. Gue malah pengen ngebongkar kebohongannya di depan Papa," jelas Minho sambil menyeruput kuah bakso. Pandangannya masih tertuju pada kertas di tangan.
"Hm, gak fokus," gumam Han ketika yang barusan dimakan Minho malah sisa kuah bakso miliknya yang sudah tercampur dengan es batu, tisu, dan remahan brem. "Jadi sekarang lo udah yakin kalau Ayen ternyata Felix yang asli?"
Wajah Minho tertekuk, mengecap beberapa kali karena rasa aneh pada kuah yang sedaritadi diseruputnya. Baru sadar yang dimakan punya Han. "Ntahlah. Gue tadi nemuin orang yang mirip Felix waktu kecil. Tapi ... jangankan soal sepuluh tahun lalu, bahkan sama gue pun dia gak kenal sama sekali."
"Kenapa lo bisa yakin kalau dia Felix yang dulu?" tanya Han.
"Feeling," jawab Minho sembari mengucurkan jeruk nipis ke mangkok.
"Feeling? Bukannya lo selama ini cuma percaya sama data dan fakta? Dah, buruan makannya. Lo udah ditunggu." Han mengeluarkan ponsel, dibaca urutan agenda pertemuan Minho dengan beberapa kolega.
"Lo aja, Han," perintah Minho.
"Jadwal gue udah penuh." Han beranjak dari duduk. "Nanti mau jenguk adek lo juga."
Alis Minho tersentak. "Hyunjinie kenapa?"
"Bukan Jinnie, tapi si maknae. Inget, sekarang adek lo dua biji," celetuk Han. "Dia terlalu maksain diri, padahal sakit. Kelihatannya lo juga harus berobat, Min."
"Kenapa?" tanya Minho. Pasalnya dia merasa sangat sehat.
"Ganteng lo overdosis."
Hidung Minho membesar, bibirnya merapat, menahan senyum. Sebentar saja terbawa perasaan, wajahnya kembali serius. "Halah, bisa aja lo, Pragos."
*****
"Hm, enak." Hyunjin mengambil satu cemilan di kantong kresek yang dibawa Felix. "Apa ini? Aku belum pernah cobain sebelumnya."

KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Sunshine
Fanfiction❝Kita adalah ketidaksengajaan yang diatur baik oleh Tuhan❞ Menyandang nama sebagai putra kepala Distrik 9 membuat Felix menjadi incaran. Dia kunci dari sesuatu yang berharga---sehingga selama 10 tahun, keberadaannya berusaha disembunyikan. Drama |...