Felix berlari sekuat tenaga dengan rasa takut menghantui, napas memburu, keringat bercucuran. Beberapa kali menengok ke belakang, menghindar dari kejaran seseorang. "Jangan kejar aku, kumohon!!!" teriaknya dengan suara serak.
Pemuda bersurai blonde itu jatuh tersungkur. Mendadak sarafnya kaku, kaki tidak bisa digerakkan, wajahnya tegang dan berubah pucat.
Sosok dengan bayangan hitam membawa pistol yang siap ditembakkan, perlahan semakin mendekat pada Felix. Seringai menyeramkan tersorot cahaya bulan.
"Jangan mendekat!!!"
"Felix!" Bang Chan meneriakkan nama laki-laki yang sedaritadi meringik dalam kondisi terlelap.
Terbangun dengan mata terbuka lebar dan napas memburu, buliran keringat tampak di wajah. Felix mengerjap, mengumpulkan kesadaran dari mimpi buruk, berdesis sambil mengusap rahang tegasnya yang dirasa tidak nyaman. "Kenapa ini jadi sakit banget?" gumamnya.
"Oh, maaf. Daritadi kuteriakin gak bangun-bangun, jadi sedikit kutampar," jawab Bang Chan sembari mengusap keringat Felix dengan lengan baju.
Felix membuka-tutup mulutnya yang terasa kaku karena tamparan kasih sayang Bang Chan. "Mimpi yang terasa nyata. Ada yang mau membunuhku, Bang." Ia memejamkan mata, mencoba mengingat mimpinya. "Kepalaku ... jadi sakit ...," keluhnya.
Bang Chan merangkul Felix, mengusap punggungnya. "Cuma mimpi aja ... apa istilahnya ya? Bunga pasir?"
"Bunga tidur," koreksi Felix.
"Nah, itu maksudnya. Lanjut tidur sana, ini masih jam 2 pagi."
"Gak." Felix termenung. "Gimana kalau laki-laki tadi masih ada di mimpiku? Nungguin aku balik tidur supaya ketemu dia?"
Bang Chan menahan tawa karena kepolosan adiknya itu. "Ya udah, mau tidur bareng di depan tv? Ada Changbin juga," ajaknya dan dibalas anggukan lemah oleh Felix.
Kakak tertua itu menyiapkan bantal dan selimut di sebelahnya untuk Felix. Ia berada di tengah, di sisi kirinya adalah Changbin yang masih sibuk main Sudoku.
"Good night, baby Changbin," ucap Bang Chan dengan suara yang dibuat imut sambil menggosokkan pipinya ke lengan berotot laki-laki di sebelahnya itu.
"Don't touch me. I'm so sensitive," celetuk Changbin. "Because i'm hungry. I'M HUNGRY!!!"
"You always hungry!" sahut Felix.
"Ish, berisiknya orang-orang ini." Seungmin membuka pintu kamar dengan rambut sedikit berantakan dan mata sayu lalu menuju dapur, membuka lemari, mengambil beberapa bahan makanan. Ia juga lapar karena belum makan malam.
Bang Chan menyusul Seungmin, membuka penanak nasi. "Bikin nasi goreng aja, Min."
"Hm," jawab Seungmin singkat sambil mencuci muka, menghilangkan rasa kantuk.
Melihat dua bersaudara itu berkutat di dapur, Felix dan Changbin ikut serta.
"Masak beginian nih, harusnya diserahkan ke koki profesional kayak Changbin," saran Felix.
"Cuma ada nasi sama telur?" tanya Changbin. "Ditambah ayam pasti enak."
Seungmin menahan senyum. "Di belakang rumah ada ayam nganggur. Bentar gue potong dulu."
"Hey, hey, hey!" seru Felix dengan suara bariton. "Jangan! Itu ayamku!"
Bang Chan menggeleng pelan sambil terkekeh akan kelakuan dua saudaranya yang tampak sudah berbaikan itu. Ia sedang memasak mie instan untuk tambahan lauk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Sunshine
Fanfiction❝Kalau merasa hidup gak gwencana, menepilah dan teriak Shibal Sekiya!❞ Drama | Comedy | Brothership | Revenge Tragedy Tragedi malam itu raib dalam ingatan. Dia hidup sederhana bersama dua bersaudara dan tinggal cukup jauh dari Distrik 9. Keberadaan...