Anak laki-laki bersurai blonde berusia tiga belas tahun menata brownies yang baru diangkat dari oven lalu memberikannya kepada seorang remaja yang lebih tua darinya.
"Lix," panggil remaja tersebut dengan wajah tertekuk dan meneguk banyak air setelah merasakan brownis yang disodorkan padanya. "Belum kamu kasih gula, ya? Rasanya pahit, kayak kenangan masa lalu."
Felix, si brownie-boy mencicipi hasil karyanya dan memberikan ekspresi yang sama. "Sudah kukasih gula, Kak Minho. Cuma tadi, 'kan, panas banget nanti lidah kakak bisa terbakar pas nyicipin, jadi Felix kasih Paracetamol biar panasnya cepet turun."
Lee Know atau Minho hanya memasang tatapan datar dan tersenyum tipis. Jika yang berbuat demikian adalah adik kandungnya yang saat ini bersekolah di internasional boarding school, Hyunjin, mungkin sudah dimasukkannya ke air fryer dalam waktu 20 menit dengan panas 180 derajat. Tapi ia tidak akan tega dengan Felix, baginya, anak itu adalah kucing kecil kesayangannya. "Tapi masih enak, kok," pujinya agar si koki tidak kecewa.
Minho dan Felix sangatlah dekat meski mereka bukan saudara. Felix tidak pernah mengetahui dunia luar. Ia disibukkan dengan belajar banyak hal di mansion karena ia adalah anak seorang Kepala Distrik, calon penerus ayahnya. Tidak diperbolehkan berteman dengan sembarang orang. Satu-satunya orang luar yang rentang umurnya tidak jauh dengan Felix dan sering menemuinya hanyalah Minho, anak tertua konglomerat tersohor di Distrik 9. Kedua ayah mereka adalah sahabat karib.
Beberapa hari kemudian, Felix merebahkan diri di atas tikar, menatap langit malam berbintang, menunggu Minho di taman belakang mansion. Mereka berjanji akan melihat gerhana bulan yang dijadwalkan akan terjadi malam ini. Tidak seperti biasanya, laki-laki yang dianggap kakaknya itu sudah telat hampir dua jam. Ia sampai menguap berkali-kali dan membuat dengungan seperti suara nyamuk, bermaksud meyakinkan para nyamuk percaya bahwa ia juga bagian dari mereka, supaya tidak digigit.
Tiba-tiba terdengar suara gaduh dari mansion. Awalnya Felix tidak peduli dan masih merebahkan diri. Tapi suara itu semakin jelas saat terdengar teriakan bersahutan dan suara barang pecah bergantian. Merasa ada yang tidak beres, ia pun segera beranjak dan memeriksa ke dalam mansion.
Kelopak mata Felix terbuka lebar, bergeming di ambang pintu. Beberapa pelayan dan ajudan ayahnya tergeletak tidak bernyawa dengan luka sayatan dan tusukan. Tampak cipratan darah di dinding, ada juga yang menggenang di lantai. Dengan tenggorokan tercekat, kelopak mata basah dan langkah gemetar, anak laki-laki dengan rambut blonde itu melewati mayat-mayat yang bergelimpangan.
Buliran air di matanya mengalir ketika ia melihat Jeongin, anak bungsu ajudannya, masih bernapas meskipun tidak sadarkan diri dan pelipisnya berdarah. "Ayen! Ayen kamu harus hidup! Aku gak tau apa yang terjadi tapi kamu harus selamat .... kamu satu-satunya adik yang kupunya. Saudaraku cuma kamu sama Kak Minho ...," lirih Felix memeluknya dengan suara serak, berderai air mata. Ia berusaha menggendong Jeongin melewati pintu belakang.
Saat beberapa langkah mendekati pintu, sosok Minho muncul dari sana. Kedua sudut bibir Felix ke bawah. Ia senang sekaligus lega. Rasanya ingin menangis dan memeluk erat remaja laki-laki itu dan mengadukan tragedi mengerikan yang terjadi. "Kak Minho----"
Satu tembakan terlepas, tak lama setelah Minho mengangkat pistolnya. Rahang Felix mengeras, tembakan itu melesat cepat sampai mengenai sedikit rambut yang menutup telinganya. Dengan tremor, ia menoleh pelan lalu terjatuh karena lututnya terasa lemas. Sebab Minho baru saja menembak ayah Jeongin yang saat itu masih hidup, berada beberapa langkah di belakang Felix.
"Kenapa ... kakak membantai ... keluargaku?" tanya Felix sembari menatap kosong lantai yang dingin.
Minho mendekati anak laki-laki itu, mengulurkan tangan. "Felix, maaf, aku----"
"Pembunuh! Kakak pembunuh!" Felix mendorong Minho sampai terjatuh, kemudian berlari tanpa arah dengan sekuat tenaga. "Aku harus lapor polisi." Remaja laki-laki itu tersandung dan terjatuh, kedua lututnya terluka tapi masih dipaksa berlari. "Setelah ini pasti aku yang dibunuh ...," rengeknya. Beberapa kali menoleh ke belakang, khawatir Minho mengejar.
Tidak memperhatikan jalan di depannya, Felix malah masuk ke hutan, melewati jalan menurun cukup curam. Kondisi minim penerangan membuatnya tidak bisa melihat jelas tanah yang ditapaki. Ia salah sangkah, jatuh terperosok ke jurang.
*****
Berita mengenai tragedi pembantaian satu keluarga Kepala Distrik menyebar cepat. Polisi masih berusaha mengusut kasus termasuk mencari dalang dari perbuatan keji tersebut. Ayah Minho juga mewartakan mengenai pencarian satu-satunya anak Kepala Distrik yang dikabarkan masih hidup.
Bertahun-tahun lamanya, berita itu bak ditelan bumi. Masih belum ada titik temu penyelesaiannya, tidak pernah dibahas lagi, tenggelam oleh kasus-kasus lain seperti korupsi dan perceraian para selebriti.
Namun, sepuluh tahun kemudian, seorang pemuda bersurai blonde datang ke kediaman sang konglomerat dan memberikan gulungan kertas kusam kepada sang sultan.
"Syukurlah ... ternyata kamu masih hidup, Nak ...." Pria paruh baya itu memeluk pemuda di hadapannya. "Sesuai janjiku. Tetaplah tinggal di sini. Semua ini juga milikmu, Nak. Kamu juga boleh ... memanggilku papa, ya?" lanjutnya sembari tersenyum haru.
"Iya, Papa," sahut pemuda itu dengan mata menyipit karena goresan senyum di wajahnya.
Sementara itu, di suatu daerah tepatnya di kawasan perumahan Jiwaipi, seorang pemuda bertubuh atletis dengan bekas luka vertikal di area mata, tampak fokus menonton iklan di televisi. Pintu berderit, sosok adik kesayangannya masuk dengan wajah letih.
"Hey, Seungmin~" sambutnya sambil merentangkan tangan hendak memeluk adiknya. Namun lengannya ditepis. Pelukannya ditolak.
"Bang Chan, coba beli lampu gantung. Pakai lampu pijar 5 watt gini berasa kayak anak ayam," protes Seungmin kepada kakaknya.
"Hemat listrik, Min."
"Hemat listrik, hah? Kalo sudah libur lo sendiri betah banget seharian nonton sampai panas tipinya, Bang. Tinggal nunggu meledaknya aja."
Di tengah perdebatan dua bersaudara itu, datang seorang laki-laki memakai apron kuning bergambar kartun anak ayam, membawa beberapa potong brownis yang telah tersusun rapi di piring dan tiga cangkir teh melati, wanginya menyeruak memenuhi ruang tamu.
"Manisnya ... makasih, Felix," ucap Bang Chan sambil melahap kue manis tersebut.
Felix, anak laki-laki bersurai blonde yang selamat dari tragedi pembantaian itu, kini tumbuh menjadi pemuda tampan, berkepribadian ceria dan memiliki senyum yang hangat sampai dijuluki "Sunshine" oleh dua bersaudara yang tinggal bersamanya. Namun amat disayangkan, ia hilang ingatan dan sempat tidak sadarkan diri berbulan-bulan karena luka parah akibat terjatuh dari jurang beberapa tahun lalu.
18.02.2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Sunshine
Fanfiction❝Kalau merasa hidup gak gwencana, menepilah dan teriak Shibal Sekiya!❞ Drama | Comedy | Brothership | Revenge Tragedy Tragedi malam itu raib dalam ingatan. Dia hidup sederhana bersama dua bersaudara dan tinggal cukup jauh dari Distrik 9. Keberadaan...