Tok tok tok tok!
Permisi, paket!
"Haish ... si pengganggu datang," gerutu Hyunjin pada tamu yang masuk ke kamarnya. Minho. Bahkan saat belum dipersilahkan, kakaknya itu sengaja sekali duduk begitu rapat, menatap dengan wajah sangat dekat sampai hembusan napasnya menggelitik menerpa leher. "Jangan ganggu, plis. Deadline lukisanku dua hari lagi, Kak."
Semenjak mendapat restu ayah untuk melanjutkan bakat, Hyunjin terus mengasah kemampuan melukis. Kali ini dia mendapat tawaran mengikutsertakan karya terbaiknya dalam sebuah ajang pameran.
Namun ada syarat dari ayahnya, sebelum mengambil langkah untuk lintas jurusan, Hyunjin tetap berkewajiban menyelesaikan skripsi di fakultas ekonomi dan bisnis saat ini.
"Gitu? Oke, ini gak jadi." Minho menunjukkan sebuah flashdisk tepat di wajah Hyunjin lalu menariknya kembali, dimasukkan ke saku celana.
"E-eh! Tunggu!!!"
Krekk---
Kaos bagian perut samping Minho sobek karena tarikan Hyunjin.
"Padahal aku nariknya gak kuat, Kak. Suer," ucap Hyunjin tersenyum kikuk dan mengacungkan dua jari sebab sang kakak memicingkan mata padanya. Diambil benda kecil di tangan Minho lalu segera disambungkan ke laptop. Diamati layar persegi di hadapan sementara jarinya terus menggulir mouse. Memandang takjub.
"Ini serius udah jadi? Wah ...."
Isi dari diska lepas tersebut adalah softfile skripsi dengan ratusan halaman yang sudah hampir rampung. Minho jadi joki skripsi dadakan.
"Tinggal sedikit lagi. Tapi kamu bisa pakai ini untuk belajar, persiapan maju sidang. Coba kupinjam buku Manajemen Keuanganmu. Landasan teorinya mau kurevisi sedikit."
"Oh, ambil aja di rak," jawab Hyunjin tanpa mengalihkan pandang dari deretan kata di laptop.
"Udah dibantu, masih nyuruh ambil sendiri lagi," gumam Minho lalu mencari buku tersebut di antara tumpukan diktat tebal di rak. Tiba-tiba ada sebuah lembaran jatuh di samping kaki. Sebuah foto.
Terkesiap. Rahangnya mengeras, menelan saliva susah payah, kaki juga terasa lemas sampai membuatnya berpegangan sebentar pada rak buku ketika melihat potret tersebut.
"J-Jinnie, kamu dapat ini dari mana?"
"Hm? Apa?" Hyunjin menyerongkan kursi. Menyadari apa yang membuat Minho tampak begitu terkejut, dia segera berdiri untuk merebut foto tapi kakaknya itu mengelak.
"Sejak kapan ... kamu tau tentang Ayen?"
Hyunjin merapatkan bibir, tertunduk dengan manik bergetar. Merutuki diri terlalu ceroboh juga salahnya menyembunyikan semua. Meski dia pikir yang dilakukan adalah demi kebaikan adik bungsunya.
Minho menghela napas, diremas foto tersebut. Dia beranjak pergi sontak Hyunjin berdiri menghadangnya.
"K-Kakak mau apa? Ayen sakit. Jangan bahas ini dulu, ya? Ya? Ya?" pinta Hyunjin dengan nada memelas. Tapi sang kakak hanya menatapnya suram, tidak menjawab. "Kakak gak bermaksud ngasih tau ini ke papa, 'kan? Kalau Ayen pergi dari sini, aku juga pergi."
Salah satu sudut bibir Minho terangkat kaku. "Ayen gak akan ke mana-mana," ucapnya sambil menepuk pundak Hyunjin. "Jangan tidur terlalu malam."
*
*
*
*
🐱🥟"Mau makan apa, Min?" sambut Felix saat Seungmin baru pulang kerja dan langsung bersandar malas di kursi.
"Adanya apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Sunshine
Fanfiction❝Kalau merasa hidup gak gwencana, menepilah dan teriak Shibal Sekiya!❞ Drama | Comedy | Brothership | Revenge Tragedy Tragedi malam itu raib dalam ingatan. Dia hidup sederhana bersama dua bersaudara dan tinggal cukup jauh dari Distrik 9. Keberadaan...