Rona jingga merekah di langit sore. Felix melangkah pulang, keluar gerbang perpustakaan kota. Beberapa hari ini dia sering menghabiskan sebagian besar waktunya di sini, membaca buku-buku ekonomi dan bisnis, merangkumnya untuk membantu penyelesaian skripsi Hyunjin. Seniat itu, dia.
"Gak diangkat," gumamnya ketika kontak yang diberi nama 'si guguk' itu tidak menjawab panggilan.
Kecelakaan beberapa tahun silam membuat Felix mengalami beberapa cedera pada tulang dan organ tubuhnya. Oleh sebab itu, dia tidak diperkenankan bekerja dan berpikir terlalu berat, jika berpergian agak jauh dari rumah akan diantar-jemput oleh Bang Chan atau Seungmin.
Sembari menunggu balasan pesan, Felix menyusuri trotoar menuju halte sambil menggulir layar ponsel yang beberapa kali menampilkan konten baju shimmer yang tengah viral.
Tiba-tiba dua pria berboncengan dengan motor butut menarik tas selempang Felix, membuatnya jatuh tersungkur. Dia berusaha mempertahankan tasnya dengan memegang erat sampai terseret-seret oleh motor kang begal yang masih melaju pelan.
Salah seorang dari pembegal itu turun dari motor, menarik paksa tas Felix, menendang si empunya lalu melaju dengan tak tahu dirinya bersama motor dan temannya yang burique.
Felix meringis kesakitan, memandang pasrah dua pembegal yang membawa kabur tas dan ponselnya. Dia tertatih-tatih ke halte, duduk meluruskan kaki. Celananya sobek di bagian lutut dan lengan sebelah kirinya terluka sebab tergesek aspal.
Jalanan terlihat sepi, hanya ada seorang tukang sapu pinggir jalan dan seekor kucing yang tengah menggaruk-garuk pasir.
"Semoga Seungmin sempat baca pesanku," harap Felix sambil mengusap pelan darah di lukanya dengan dedaunan.
Sepuluh menit kemudian, sebuah mobil berhenti di depan halte. Seseorang keluar dari sana dan menghampiri Felix.
"Kenapa bisa sampai begini?" tanya Minho ketika melihat kondisi tubuh Felix yang terluka.
*****
"Terima kasih, Kak Minho. Padahal gak perlu sampai dibawa ke rumah sakit," ucap Felix sembari memperbaiki posisi duduknya di hospital bed.
Minho bergeming. Tatapannya sendu. Perlahan jemarinya bergerak, menyentuh freckles di wajah Felix dengan sedikit tremor. Sampai sekarang gue masih yakin ... dia Felix sepuluh tahun yang lalu ....
Felix mengerjap, memandang Minho. "Kak?"
"Oh, maaf." Minho tersenyum kikuk, menunduk sebentar, menghelas napas. "Kamu benar-benar mirip ... sama seseorang yang aku kenal dulu. Dia udah kuanggap seperti anak sendiri."
"Seperti Malika?" interupsi Felix.
"Eh-eh, maksudku, seperti adik kandung sendiri," lanjut Minho.
"Semoga suatu saat kalian bisa ketemu lagi, ya." Felix mengatupkan telapak tangan, menyelimuti jemari Minho, tersenyum hangat. "Oh! Sebentar lagi ada fenomena langka loh, Kak. Gerhana bulan penumbra," jelasnya dengan antusias.
Pupil Minho membesar. "G-gerhana ...."
"Aku ingat, ada dongeng antara bulan dan matahari yang saling mencintai. Tapi mereka gak pernah bisa ketemu. Kalau matahari datang, bulan sudah hilang. Kalau bulan kembali, matahari pergi. Kemudian, Tuhan----"
"Menciptakan gerhana untuk diperlihatkan ke semua orang kalau gak ada yang mustahil untuk cinta," sambung Minho secara bersamaan dengan tatapan kosong, menatap lantai yang dingin.
Mulut Felix membulat, matanya berbinar, menunjuk Minho dengan takjub. "Wah, kata-katanya mirip banget sama yang disampaikan kakakku!"
Kedua sudut bibir Minho sedikit terangkat, terkekeh, feeling-nya selama ini benar. Sebab kalimat yang dikutip Felix barusan adalah kata-kata yang pernah dia sampaikan saat pemuda di dekatnya itu masih kecil.
![](https://img.wattpad.com/cover/362837445-288-k118779.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Sunshine
Fanfiction❝Kalau merasa hidup gak gwencana, menepilah dan teriak Shibal Sekiya!❞ Drama | Comedy | Brothership | Revenge Tragedy Tragedi malam itu raib dalam ingatan. Dia hidup sederhana bersama dua bersaudara dan tinggal cukup jauh dari Distrik 9. Keberadaan...