35. Kejar-kejarannya Kumat

14 2 19
                                    


"Yang namanya kebiasaan sulit untuk dihilangkan. Entah mengapa orang itu punya kebiasaan yang merugikan orang lain."

~ Jingga Senjana ~


Senjana tengah sibuk menghitung uang kas yang telah ia tarik hari ini. Ia meletakkan dompet uang pribadinya di atas meja. Setelah menghitung berulang, ia memasukkan ke dalam dompet yang biasa dipakai untuk menampung uang kas, kemudian memasukkannya ke dalam kantung celana.

Namun, tiba-tiba saja Fajar menghampiri Senjana dan mengambil dompet uang pribadinya. Senjana terbelalak dengan tajam, dahinya berkerut. "Fajar!" teriak Senjana dengan keras.

Fajar segera melarikan diri keluar dari kelas. Senjana mulai bangkit dan berlari mengejar Fajar.

"Fajar! Balikin duit gue!" teriaknya dengan kencang.

Fajar menoleh ke arah Senjana, ia tersenyum mengejek juga tatapannya yang begitu menyebalkan ditunjukkan kepada Senjana. "Kejar aja kalau bisa, wlee!" Fajar menjulurkan lidahnya, kemudian fokus berlari menjauh dari Senjana.

Senjana mendengkus kesal,. bibirnya mengerucut. "Sialan! Fajar balikin, hey! Duit buat ongkos balik itu!" teriak Senjana sambil berlari mengejar Fajar.

Fajar terus berlari sambil menatap Senjana dari belakang. Ia tertawa melihat Senjana yang terlihat lelah mengejarnya. Namun, ia tetap berlari menghindari Senjana.

"Fajar! Sini lo! Balikin duit gue, dodol! Dasar maling!" Senjana mulai kelelahan, tetapi sebisa mungkin ia mengejar Fajar.

"Enggak mau!" ejeknya, ia berlari lebih kencang lagi.

Senjana berhenti sejenak untuk mengambil napas, kemudian melanjutkan aktivitasnya berlari mengejar pemuda tampan yang usil itu.

"Dasar Fajar! Penyakitnya ngusilin gue belum ilang ternyata, heran gue," gerutu Senjana sambil berlari. "Awas aja kalau sampai gue pingsan gara-gara ngejar-ngejar tuh, orang. Mana capek banget lagi. Beneran sialan banget Fajar! Gue kira nggak bakal usil-usil lagi, ternyata masih," lanjutnya menggerutu karena kesal dengan tindakan Fajar yang mengambil dompetnya seenaknya seperti itu. Ia harus mendapatkan dompet itu karena di dalamnya ada uang untuk ongkos pulang naik angkutan umum. Gadis itu tidak memiliki uang lagi selain ada di sana. Mama mungkin ia memakai uang kas untuk ongkos pulang? Ia bukan bendahara yang tidak jujur, ia tidak akan pernah memanfaatkan uang kas untuk kepentingannya pribadi.

"Fajar! Sini lo! Jangan kabur dari gue!" Senjana dengan sekuat tenaganya mengejar Fajar yang terus berlari menjauhinya. Larinya Fajar cukup cepat seperti kilat saat awan mendung.

Akhirnya Senjana berhasil lebih dekat dengan Fajar. Ia pun menarik tangan Fajar dari belakang, mencoba mencapai dompetnya yang ada di tangan satunya yang terangkat ke atas. "Balikin!"

Fajar tertawa. "Nggak mau, punya gue," jawabnya mengaku-ngaku yang bukan miliknya.

Senjana mencebik. "Apaan, sih? Nggak usah ngaku-ngaku, deh! Balikin sekarang! Itu punya gue, Fajar. Bukan punya lo."

"Ini sekarang punya gue!" sahutnya begitu kekeh.

"Enggak! Punya gue!" Senjana berusaha mencapai tangan Fajar yang memegangi dompet miliknya. Namun, Fajar berusaha menghindari tangan Senjana.

Tengah berusaha mengambil dompet dari tangan Fajar, tiba-tiba saja Fajar terpleset, karena itu keduanya jadi terjatuh di lantai. Tubuh Fajar berada di bawah dan Senjana berada di atas tubuh Fajar. Kedua mata mereka saling bertemu dan bertatapan satu sama lain. Jantung Fajar dan Senjana sama-sama berdebar begitu kencang tidak menentu. Cukup lama mereka bertatapan begitu dalam yang dalamnya seperti menyelami samudera.

Kemudian, Fajar memberikan dompet Senjana. "Tuh, gue balikin."

Senjana segera bangkit dari tubuh Fajar, lalu memanyunkan bibirnya. "Gini kek, dari tadi! Ngeselin banget lo. Gue kira lo udah taubat nggak ganggu gue lagi, ternyata masih aja. Ngeselin!" Senjana menginjak sepatu mahal milik Fajar, membuat Fajar berteriak kesakitan.

"Auw! Sakit, bego!" umpatnya sambil kesakitan.

Senjana menjulurkan lidahnya. "Bodo amat! Nggak peduli! Emangnya enak? Makanya nggak usah usil!" Senjana kembali menginjak sepatu mahal Fajar yang seharga lima ratus ribu itu.

Fajar kesakitan, ia mendengkus kesal. "Mahal ini, jangan diinjek, dong! Sakit banget lagi kaki gue," gerutu Fajar sembari membersihkan sepatunya.

Senjana memutar bola matanya dengan malas. "Nggak peduli gue sama harga sepatu lo. Lagian lo duluan yang mulai, kan? Gantian gue bales," sahut Senjana dengan ketus.

Fajar mulai bangkit dan berdiri berhadapan dengan Senjana. Tatapannya begitu tajam mengarah pada gadis cantik itu. "Tahu, ah. Males gue." Fajar melenggang meninggalkan Senjana yang masih mematung di sana.

Senjana segera memasukkan dompetnya di saku seragamnya. "Apaan sih, tuh orang nggak jelas banget. Dia duluan yang mulai, dia juga yang marah, dasar aneh!" gerutunya.

Senjana mulai melangkahkan kakinya menuju kelas. Namun, tiba-tiba saja ia berhadapan dengan Nathan. Sudah begitu lama mereka tidak bertemu dan berinteraksi, Senjana berusaha tetap jalan menuju kelas, tetapi Nathan segera menahan pergelangan tangan Senjana, menghalanginya pergi. Nathan menatap dalam mata indah Senjana yang bersinar seperti bintang cantik di malam hari. "Lo apa kabar, Senjana?" tanya Nathan dengan lembut.

Senjana berusaha melepaskan tangannya dari Nathan, tetapi Nathan tidak mau melepaskannya. "Gue baik. Lo gimana?" tanya Senjana balik sambil berusaha melepaskan tangan Nathan darinya.

"Gue juga baik. Jangan pergi dulu."

Dahi Senjana berkerut dan kedua alisnya menyatu. "Kenapa?"

Nathan menatap lebih dekat Senjana, ia memegangi kedua lengan Senjana. "Lo beneran nggak ada perasaan apa-apa sama gue dan suka sama Fajar?" tanyanya dengan serius.

Senjana mengembuskan napasnya dengan kasar. Sebenarnya ia telah bosan ditanya seperti itu. Senjana segera menggelengkan kepalanya. "Gue nggak ada perasaan apa-apa sama lo. Gue cuma anggap lo teman, nggak lebih. Ya, emang gue ngerasa perlakuan lo manis sama gue, tapi gue nggak tertarik sama lo, apalagi punya hubungan sama lo. Selain itu kita beda agama. Gue nggak bisa menjalani hubungan beda agama. Itu akan sangat rumit, Nathan. Soal gue suka apa enggak sama Fajar, itu bukan urusan lo. Pertanyaan yang nggak harus gue jawab. Lepasin gue, gue mau ke kelas."

"Kenapa gue nggak boleh tahu?" Nathan mengangkat alisnya.

"Privasi gue. Lo nggak berhak tahu, Nathan."

"Tapi, gue harus tahu, Senjana. Kalau itu benar gue bakal mundur. Sekarang ngaku, lo suka kan, sama Fajar?" desak Nathan. Ia ingin Senjana jujur bahwa ia menyukai Fajar.

"Gue nggak bisa. Itu bukan urusan lo, Nathan. Jangan tanya yang bukan jadi hak lo. Gue nggak suka. Lepasin tangan lo." Senjana berusaha melepaskan diri, akhirnya Nathan mengalah melepaskan tangan Senjana dari tangannya yang kekar.

"Oke, kalau lo nggak mau jawab, gue akan berusaha mengejar lo. Karena gue pikir gue masih punya peluang karena lo nggak mau ngaku."

Senjana menggeleng. "Lo nggak ada peluang apa-apa, Nathan. Mau lo berjuang sekeras apa pun, gue nggak akan buka hati gue buat lo. Yang lo lakuin itu sia-sia, Nathan. Untuk berteman gue masih mau, tapi untuk soal cinta gue nggak mau." Senjana segera meninggalkan Nathan menuju kelasnya.

"Gue nggak akan nyerah, Senjana!" teriaknya masih terdengar oleh Senjana.

Lo nggak akan bisa dapetin gue. Gue udah suka sama seseorang. 

BAB 35 update, happy reading 🥰🥰

Cinta Campur Gengsi | On Going Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang