18. Aku Juga Ingin Membanggakan Ayah

43 7 122
                                    


"Hidup bukan diukur dengan angka tinggi untuk menggapai kesuksesan, kan?"

~ Bintang Fajar Subuh ~


Setelah melaksanakan salat asar, Fajar kembali membaringkan tubuhnya di ranjang karena masih merasakan pusing di kepala dan tubuhnya masih belum enak. Ia memutuskan akan tidur kembali.

Namun, baru lima menit Fajar menutup matanya, terdengar suara pintu yang amat keras dibuka oleh seseorang, mampu membuka mata Fajar kembali.

"Fajar!" teriak seorang pria paruh baya yang kemudian menghampiri Fajar.

Fajar merasakan gemetar melihat papinya. Ia menundukkan kepalanya.

"Fajar!"

"Iya, Papi?" tanyanya dengan lirih. Ia sangat takut menatap wajah papinya.

"Nggak dapat peringkat kamu?" tanyanya dengan nada tegas.

"Ma-maaf, Papi. Fajar belum dapat," jawabnya dengan gugup. Ia sangat takut jika Irfan mengamuk lagi padanya.

Irfan mencengkeram dagu Fajar membuat pemuda itu mendongak. Irfan menatap tajam Fajar. "Bodoh! Kamu itu bodoh banget, Fajar! Harusnya kamu contoh Kejora! Dia selama sekolah selalu dapat peringkat satu dan nilai di kampusnya selalu dapat A! Sementara kamu, nilai di rapor juga pas-pasan!"

Irfan melayangkan tangannya ke pipi Fajar. Terasa panas pipinya dan tercetak bercak merah. Sakit makin bertambah. Selain pusing di kepala, juga terasa pedih di pipi.

"Saya sudah sekolahkan kamu di tempat yang bagus, saya juga sudah kasih kamu les, semua fasilitas kamu saya penuhi, masih saja bodoh!"

Fajar hanya menunduk. Kedua bola matanya sudah berkaca-kaca. Rasanya ingin menetes, tetapi Fajar berusaha menahan agar tetap terlihat kuat di mata papinya.

"Maaf, Papi. Fajar akan berusaha lagi," lirihnya.

"Berusaha, berusaha, gitu terus aja kalimatmu!" Irfan memukul kepala Fajar membuat kepalanya makin terasa pusing. Rasanya Fajar tidak sanggup lagi membuka matanya.

"Maaf, Papi ...."

"Maaf terus! Saya capek sama kelakukan kamu! Bisa nggak banggain saya, Fajar? Saya harus apa supaya kamu jadi anak yang membanggakan orang tua, hah?" Irfan kembali melayangkan tangannya ke pipi Fajar yang belum terkena tangannya. Rasa sakit makin bertambah yang Fajar rasakan.

"Papi, berhenti ... kepalaku sakit, Papi," pinta Fajar dengan lirih.

Irfan mendengkus kesal dan menarik Fajar dari ranjang tidur. "Jangan manja kamu jadi anak! Bisanya membuat malu aja!" Irfan mendorong Fajar sehingga Fajar terjatuh di lantai. Kepalanya membentur lantai begitu keras. Pandangannya berbayang.

"Lemah banget sih, jadi anak! Saya benci anak lemah dan bodoh kayak kamu!"

Tiba-tiba saja Lita datang dan terkejut melihat suaminya memarahi putra mereka. "Papi! Papi ngapain Fajar? Fajar lagi sakit, Pi!" teriak Lita tidak terima putranya disakiti suaminya.

"Kamu tuh, bikin dia jadi anak manja, Lita! Harusnya anak ini dikerasin supaya dia nggak manja terus!" gerutu Irfan.

"Papi! Fajar bukan manja, dia lagi sakit. Bisa nggak marah-marah nggak usah pakai kekerasan? Kasihan Fajar, Pi."

"Salahnya sendiri main hujan! Saya nggak peduli sama keadaan dia! Fajar, kalau kamu masih kayak gini terus, saya bakal lakuin lebih dari ini!" Irfan meninggalkan kamar Fajar dengan perasaan kesal.

Cinta Campur Gengsi | On Going Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang