21. Perdebatan Saat Berangkat Sekolah

41 5 74
                                    


"Ribuan bintang memang banyak yang indah dan menarik. Namun, di antara ribuan bintang itu, ada satu bintang yang paling menarik di mataku, yaitu wajahmu seperti bintang yang bersinar menarik perhatianku."

~ Bintang Fajar Subuh ~

Senjana sudah merasa lebih baik, hari ini ia tengah bersiap memakai seragam sekolahnya.

Melihat anaknya bersiap, Retno menghampiri Senjana. "Kamu ke sekolah? Kamu belum sembuh banget, Sayang," ujar Retno kepada putrinya yang heran, mengapa anaknya sudah sekolah saja?

Senjana menunjukkan senyuman lebar ke arah mamanya. "Mama, aku udah mendingan, kok. Masa aku nggak masuk? Aku bisa ketinggalan pelajaran, Mama. Apalagi kelas dua makin rumit pelajarannya. Jadi, Mama nggak usah khawatir, ya? Aku udah lebih baik dan aku bisa bawa obat ke sekolah nanti," sahut Senjana.

"Tapi, ayahmu belum pulang, Nak. Mama khawatir kalau kamu naik angkutan umum sendirian, Nak."

"Udah, nggak apa-apa, Ma. Doain Senjana aja aman dan selamat sampai sekolah. Senjana yakin kalau aku baik-baik aja. Mama dulu waktu sekolah sakit masuk, kan? Kenapa aku nggak bisa?"

"Ya udah, kalau itu mau kamu. Hati-hati. Sarapan dulu. Mama udah buatin sop bakso sama tempe gembos. Udah Mama siapin bekel juga. Adikmu nggak suka tempe gembos, Mama gorengin ayam yang kemarin sisa buat bubur kamu."

"Ah, Desi kebiasaan. Kenapa nggak suka tempe. Enak, tahu."

"Tahu, tanya sendiri anaknya. Lagi makan dia. Ya udah buruan sarapan, kalau kesiangan bisa macet nanti jalanan."

Senjana pergi ke dapur, mengambil nasi, sop bakso dengan sayuran dan tempe gembos. Walau keuangan orang tuanya pas-pasan, Senjana tetap bersyukur atas apa yang diberikan.

Senjana membawa makanannya ke ruang tamu. Mereka tidak memiliki ruang makan sehingga makan di ruang tamu.

"Kakak udah masuk sekolah aja, nih? Kemarin aja teriak-teriak," cibir Desi.

Senjana mendengkus kesal. "Berisik kamu, Dek. Udah, makan sana. Kamu nih, ya, malah minta ayam ke Mama," gerutu Senjana. Ia kesal karena adiknya kurang pengertian dengan kondisi keuangan keluarga mereka.

"Yah, gimana. Adek nggak suka tempe. Nggak enak. Enak ayam, Kak. Kakak juga nggak doyan wortel sama kol, kan? Tuh, Kakak juga pilih-pilih. Lihat di mangkok Kakak, tuh. Cuma sayuran kentang, seledri, sama kembang kol," cibir Desi balik.

"Tahu ah!" Senjana mulai menikmati sarapannya, begitu dengan adiknya.

Usai sarapan, Senjana terlebih dahulu membersihkan piring sebelum berangkat sekolah.

"Ma, Senjana pamit. Assalamualaikum." Senjana mencium punggung tangan Retno.

"Waalaikumussalam, Nak. Hati-hati di jalan." Retno mengeluarkan lembaran berwarna ungu dan abu-abu. "Ini uang jajan kamu. Maafin Mama nggak bisa kasih uang jajan lebih banyak. Kamu tahu ayahmu kalau ngasih uang pas-pasan kadang kurang."

Senjana menggenggam tangan Retno dengan erat. "Iya, aku tahu, kok. Mama tenang aja, ini cukup. Makasih, ya, Ma." Senjana memeluk mamanya dengan erat.

"Makasih udah pengertian, Sayang."

Senjana mulai meninggalkan mess dan berdiri di tepi jalan. Ia menunggu angkutan umum lewat.

Cinta Campur Gengsi | On Going Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang