"Oh, di sini rupanya.." Senyum manis yang lebih mirip seringaian membuat pria tampan di depannya berhenti melangkah.
Kunci-kunci dalam wadah yang ia bawa jatuh berhamburan, membuatnya segera mundur jika tidak ingin kakinya yang dilapisi sepatu boots terkena benda berat itu.
Rasa kagetnya perlahan tergantikan, Bible akhirnya ingat siapa pria kecil itu. Keluarga terpandang dan harta berlimpahnya pastilah yang memudahkan Biu menemukannya.
Keringat yang mengucur dilehernya jatuh lebih deras, pria itu masih sama menawannya meski sedang dalam kondisi kotor, menurut Biu.
"Hai, kenapa kaget sekali. Aku ke sini bukan untuk minta pertanggung jawaban karena hamil." Biu terkekeh diujung kalimatnya, seakan apa yang ia ucapkan adalah lelucon menyenangkan.
Pria yang lebih muda menatap sekeliling, pada wajah-wajah pelanggan di bengkelnya. Dua orang bapak-bapak berusia lima puluhan dan anak muda seusianya, terlihat bingung karena ucapan si manis yang tidak ada saringannya.
"Keluar." Ucap pria itu dengan suara dalam.
Biu nampak tidak peduli, pria kecil itu malah hendak berkeliling. Melihat-lihat mobil yang ada dibengkel tua itu.
Sepertinya bengkel peninggalan keluarga, ah, menyenangkan. Mereka sama-sama pewaris.
Biu terkekeh dengan pikirannya sendiri.
"Keluar!" Ulang Bible lebih tegas.
"Kenapa suka sekali mengusirku?" Biu memutar bola matanya. "Bukankah kamu bilang aku cantik dan seksi? Atau ungkapan itu hanya ada ketika kita berci—" Ucapan pemuda dua puluh sembilan tahun itu terhenti karena Bible segera menariknya, membawa Biu keluar dengan tangan yang membekap mulut pria manis itu. "Nghhh we—nghhpasss.."
Biu mencoba berontak, namun percuma karena Bible lebih kuat darinya. Dilihat dari ukuran tubuh dan otot mereka saja sudah tentu berbeda jauh.
Bible membawa Biu cukup jauh dari bengkelnya. Setelah dirasa cukup aman dan tidak akan ada yang mendengar ucapan mereka, pria itu lalu melepaskan yang lebih tua. "Kau gila. Untuk apa datang ke sini?"
"Karena kamu meninggalkanku begitu saja." Biu menatap lurus dengan bola mata cantiknya yang terlihat memancarkan kesedihan.
"Gila."
"Memang. Mana mungkin aku melepaskanmu. Kau adalah tipeku. Seratus dari seratus."
Bible tertawa, tawa sarkas yang tidak enak ditelinga. "Kau yang bukan tipeku."
"Ah, begitu? Lalu apa perlu aku ingatkan siapa yang meminta lagi dan lagi? Arghhh Biu—"
"Diam." Bible membentak. Bagaimana bisa pria yang ditemuinya dua minggu lalu, begitu tidak tahu malu. Membahas mengenai kejadian di ranjang hangat tempo hari disiang bolong, sinting. "Kau tidak disambut di sini."
"Aku bisa membawa karpet merah untukku sendiri. Lagi pula zaman sekarang siapa yang butuh sambutan."
"Sudahi kegilaanmu, aku tidak tertarik pada orang kaya sepertimu." Bible terdengar serius. "Dan lagi, berhenti menggunakan uang untuk melakukan apa yang kau inginkan. Termasuk mencari informasi soal orang lain. Orang kaya sombong sepertimu, sangat menyebalkan."
"Uang memang dirancang untuk membeli segala hal bukan?" Bible seolah akan meludahinya, namun Biu tidak akan mundur dengan mudah. "Dan lagi, kalau aku bukan orang kaya, bagaimana bisa aku merawat seluruh tubuhku hingga kau memuji setiap bagiannya? Bagaimana bisa putingku berwarna pink? Kau kira itu alami? Bagaimana bisa pantatku sekal dan besar? Aku bahkan melakukan banyak kelas olahraga untuk itu."
Bible memijat pelipisnya, ia benar-benar berurusan dengan orang yang salah sepertinya.
"Nah, karena aku sudah di sini. Bisakah kita mengobrol dengan santai? Aku sudah memaafkanmu untuk meninggalkanku begitu saja kemarin."
"Dalam mimpimu." Bible kembali melempar tatapan tajam. "Pergilah. Kita tidak lagi punya urusan."
"Tidak punya urusan kau bilang? Aku di sini untuk menjadi urusanmu. Beri aku makan. Aku lapar."
"Sial, kau ingin dipukul?" Bible menarik kerah kemeja yang digunakan Biu. Kemeja crop top berwarna biru muda itu seketika kotor karena oli. Sementara pusarnya semakin terlihat tatkala Bible mencengkram semakin erat bagian atas baju mini itu.
"Pantatku? Di sini?" Biu menatap kanan dan kiri. "Bukankah ini masih siang?"
"Kau mau apa sebenarnya?"
"Aku mau Wichapas Sumettikul."
"Tapi aku tidak."
"Lalu," Biu menyeringai, sama sekali tidak gentar meski nafasnya terasa sesak akibat cengkraman Bible. "Itu urusanmu. Urusanku adalah, aku ingin kau. Titik."
***
Halo 👋🏻👋🏻👋🏻
Biu cegil eraaaa wkwk
Cerita ini terinspirasi dari Biu pake croptop. Pasti bukan aku doang kan yang gila gara-gara foto ini 🤭
YOU ARE READING
Treffen
Fiksi PenggemarLiburan terakhir yang ia lakukan sebelum menjabat menjadi CEO, disalah satu perusahaan keluarganya, berakhir tidak baik. Biu justru malah harus merasakan patah hati akibat pertemuannya dengan Bible, pria asing yang membuatnya jatuh cinta dalam wakt...