Telpon

380 68 17
                                    

Sinar mentari pagi masuk lewat celah-celah jendela. Gorden yang tidak ditutup rapatlah penyebabnya.

Tetapi hal itu tidak mengganggu, malah si pria kecil merasa bersyukur. Berkat pantulan cahaya yang singgah di wajah Bible, ketampanan pria itu bertambah dua kali lipat. Membuatnya yang sudah bangun sejak lima belas menit lalu, semakin betah memandangi montir itu.

Senyum diwajah Biu terlalu lebar sepertinya, meski pegal ia tidak bisa menahannya. Tangannya terulur, jemarinya dengan jahil menusuk-nusuk pipi tirus si tampan. "Kenapa wajahnya sangat bagus? Rahangnya tegas, hidungnya tinggi, ughh aku iri. Kenapa pipiku chubby?" Biu berganti menusuki pipinya sendiri.

"Kau imut. Cantik." Biu memundurkan kepalanya begitu mendengar suara bariton yang berasal dari Bible. "Selamat pagi. Apa kamu sudah tidak demam?" Bible membuka matanya, pria itu menarik Biu untuk kembali mendekat.

"Iya. Aku sudah baik-baik saja."

"Kalau begitu, aku akan memberimu hadiah. Karena sudah menjadi anak baik semalam."

Bible tersenyum miring, ia kembali menarik si manis hingga kini tubuh kecil itu menindihnya. Dalam hitungan detik, bibirnya telah bersarang dileher Biu. Mengecupnya.

"Bib.." Biu meremas pakaian tidur pria itu, merasa geli karena perlakuan tiba-tiba Bible padanya.

Setelah dua kecupan dileher, pria itu kemudian menjauhkan diri sesaat, sebelum akhirnya kembali menarik Biu. Kali ini tangannya membawa tengkuk pria kecil itu, agar kedua bibir mereka bisa bertemu.

Biu tidak sempat memejamkan mata, sehingga ketika lembutnya bibir Bible yang menyapanya datang, ia terbelalak.

Bible terkekeh disela kecupannya, setelah tiga puluh detik hanya diam menempelkan dua benda lunak itu, si montir muda mulai melumat. Membuat Biu serta merta ikut hanyut dalam buayan ciuman memabukan yang ia ciptakan.

Si pria kecil akhirnya menutup mata, sebelum bilah bibirnya membalas melumat bagian atas dan bawah dari sepasang ranum merah milik Bible.

"Ughh.." Biu mendesah ketika lidah pria di bawahnya berhasil masuk tanpa perlawanan. Ia dengan sengaja membuka mulut, sebab dirinya suka apa yang Bible lakukan. Ia bahkan tanpa malu mengakui di dalam hatinya, bahwa Biu ingin lebih jauh.

Ia siap untuk pengalaman mendebarkan bersama pria itu.

Disela-sela ciumannya, Bible perlahan menganti posisi, membawa Biu untuk kemudian berada dibawah kungkungannya.

Biu sendiri, sekali lagi, ia begitu pasrah. Menyerahkan diri.

Ciuman itu berhenti setelah hampir tiga menit, keduanya terenggah menarik nafas.

Bible menangkup sebelah pipinya. "Biu.." Panggilnya dengan suara dalam yang terdengar lebih seksi dari biasanya. Entah karena baru saja bangun tidur, atau karena tuntutan keinginan dari dirinya. Sehingga pria itu terasa lebih panas, bahkan meski hanya dari suaranya.

"A—Apa?" Biu tergagap. Bible yang ada diatasnya berhasil membuat jantungnya berdetak gila.

"Biu.." Panggil pria itu lagi, kali ini dengan bisikan.

"Bible jangan buat aku salah tingkah." Biu mengomel. Wajahnya memerah hingga telinga.

"Boleh aku lanjutkan?" Tanya Bible akhirnya, setelah hening sejenak.

"Kenapa bertanya?!" Biu melotot, tangannya memukul bahu si pria besar.

"Karena aku butuh persetujuanmu, Biu. Apa yang akan terjadi selanjutnya, kamu tahu itu, kan? Apa kamu menginginkannya?"

"Bible!" Biu mengalungkan kedua tangannya dileher montir muda itu. "Kau tidak akan ada di sini jika aku tidak ingin. Bukankah pintuku yang terbuka sejak awal sudah menjadi jawabannya?"

TreffenWhere stories live. Discover now