Phuket day 1

561 95 23
                                    

"Bersenang-senanglah." Lim yang telah mengeluarkan semua koper Biu dari dalam mobil, kini berdiri di depan pria kecil yang merupakan atasannya. "Kalau ada apa-apa, langsung hubungi aku."

"Ya, pergilah. Banyak pekerjaanku yang harus kau selesaikan." Biu melambai sembari menarik kopernya. Ia memang memutuskan untuk berlibur seorang diri. Bahkan tanpa sekertaris pribadinya itu. Lagipula jika ada Lim, maka pria itu akan kesulitan mengambil waktu untuk bersantai sepenuhnya.

"Tapi, kau benar-benar akan menjaga diri kan?" Lim tidak lagi terdengar seperti sekertaris pribadi, lebih menyerupai teman Biu. "Benar akan baik-baik saja kalau aku tinggal?"

"Aku bukan bayi ya!" Biu cemberut. "Sudah sana, cepat kembali ke kota."

Tidak ada pilihan, meski berat hati. Lim akhirnya membiarkan bos sekaligus sahabatnya itu menggeret kopernya masuk ke dalam villa yang telah ia sewa.

Villa pribadi yang halaman belakangnya langsung berhadapan dengan pantai.

Lim awalnya biasa saja, tetapi saat melihat Biu menjauh rasa khawatirnya semakin menjadi.

Tapi ia bisa apa?

Benar kata atasannya, banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan. Selebihnya, ia juga harus mengirimkan sisanya pada Biu untuk dipelajari. Disela liburan mendadak pria kecil itu.

***

Bible merasa harus berterimakasih pada Off. berkat temannya itu, ia bisa menikmati udara segar di Phuket.

Lengkap dengan kamera mengantung dilehernya, pria muda pemilik bengkel itu berjalan menyusuri pasir putih tak berujung. Kakinya bertelanjang, dengan sandal yang ia pegang ditangan kirinya. Sesekali Bible akan menyugar rambut hitamnya kebelakang, menikmati semilir angin yang menerbangkannya.

Ia begitu menyukai Phuket. Seperti rumah kedua yang tidak pernah gagal memberinya ketenangan dan rasa hangat diwaktu bersamaan.

Meski saat kembali kepenginapan nanti, ia akan dihadapkan dengan barang-barangnya yang tidak rapi sama sekali. Dirinya tidak peduli. Apa yang ada dibenaknya adalah segera keluar dari hotel begitu selesai membersihkan diri. Mandi kilat dan makan seadanya.

Dengan sepotong kaos oblong dan celana pendek, Bible akhirnya memutuskan duduk diatas pohon tumbang. Di bibir pantai. Deru ombak membuatnya tersenyum lebar.

Diangkatnya kamera, mulai mengabadikan matahari yang perlahan turun hendak kembali keperaduannya.

***

"Kapan terakhir aku kemari? Semuanya sudah berbeda. Aneh sekali rasanya." Pria mungil yang telah mandi dan berganti pakaian itu nampak segar. Kaki-kaki kecilnya melangkah hati-hati. Sementara kedua matanya dengan awas menatap kanan dan kiri. Mencari di mana restoran yang Lim bilang dipesan singkat beberapa saat lalu.

"Pantainya masih cantik. Tidak buruk." Biu berhenti sejenak, menatap pada kilau air yang mengantar ombak. Sinar matahari yang jatuh keatasnya membuat laut didepannya lebih istimewa. Tetapi Biu bukan termasuk jenis manusia yang akan membuang waktunya untuk menatap senja. Hidupnya harus terus berjalan. Apalagi perutnya kelaparan.

"Arghhh.." Teriaknya, kencang. Biu mengangkat kakinya, melihat apa yang terjadi. "Ugh sial." Si pria kecil mengumpat ketika menyadari ada darah di sandal yang ia pakai. Entah darimana datangnya terumbuk karang tajam itu, ia tidak tahu. Tetapi yang pasti adalah kakinya terluka sekarang.

TreffenWhere stories live. Discover now