_
_
_
“Apa kau ingin datang?” tanya Jin dengan suara lembut, matanya menatap Jimin penuh harap.
“Bolehkah?” tanya Jimin dengan ragu, tapi sorot matanya menyimpan antusiasme yang begitu besar, seperti seorang anak kecil yang menunggu hadiah ulang tahun.
Jin mengangguk pelan. “Kau hampir merayakan ulang tahun ke dua puluh enam sekarang. Papi sudah tidak khawatir lagi membiarkanmu pergi sendiri… walaupun di mata papi, kau tetaplah Jimin kecilku.”
Jimin tersenyum kecil. Ada haru yang menyelip di ujung bibirnya. Ia mengangguk pelan, menyembunyikan gejolak yang sebenarnya begitu bergejolak dalam dada. Ini bukan sekadar perjalanan, ini adalah sebuah penantian yang tertahan selama tiga belas tahun.
**
Sementara itu, di sebuah apartemen mewah di Paris, suara air berhenti mengalir dari kamar mandi. Min Yoongi, dengan rambut basah yang masih menetes, keluar sambil menggosok kepalanya dengan handuk putih. Ia berjalan ke arah ruang kerja dan memergoki V—sahabat sekaligus asistennya—yang duduk di depan laptopnya dengan ekspresi senyum-senyum sendiri.
“Aku menyuruhmu membaca dan membalas pesannya, bukan berarti kau boleh membalas aneh-aneh sampai senyum-senyum begitu,” tegur Yoongi tanpa suara tinggi, namun dengan nada yang jelas menunjukkan keheranan.
V tidak langsung menjawab. Ia menoleh dan menatap Yoongi dengan tatapan penuh pertanyaan. “Ada begitu banyak email… kenapa kau tidak pernah membalasnya? Apa kau tidak merasa itu keterlaluan?”
Yoongi menghela napas. “Aku… nggak tahu harus jawab apa,” jawabnya singkat, seolah tak ingin memperpanjang.
“Dia cuma bercerita tentang kesehariannya. Tentang ingatannya saat bersama denganmu dulu. Hal-hal lucu dan menyenangkan. Kenapa bisa kau tak tahu harus menjawab apa?” V masih penasaran.
Yoongi menyeringai tipis. “Hmmm… ingatan masa lalu… justru itu masalahnya. Aku nggak punya satupun ingatan tentang dia.”
V menatapnya tak percaya. “Apa maksudmu? Dari semua emailnya yang kubaca, dia sangat manja padamu. Kalian sangat dekat. Kau pergi ke Paris saat usia 16 tahun. Seharusnya masih bisa mengingat, bukan?”
Yoongi diam. Matanya tak fokus, seperti menghindari sesuatu yang tak ingin ia hadapi.
“Jangan-jangan… kau punya semacam masalah ingatan? Hilang ingatan mungkin?” tanya V sambil ikut duduk di sofa dekat Yoongi.
Yoongi menggeleng perlahan. Ekspresinya sulit ditebak, seperti seseorang yang terjebak antara kejujuran dan penyangkalan. “Aku mengingat semua masa laluku… kecuali tentang dia.”
Kalimat itu jatuh seperti kabut tebal. Sunyi mengisi ruangan sesaat, hingga akhirnya Yoongi kembali bersuara. “Kamu balas apa tadi?”
“Aku mengundangnya ke pertunjukan besok.”
Yoongi mendengus. “Dia tak akan datang. Kudengar papinya lagi sakit. Dan dia seorang penari profesional, jadwalnya pasti padat.”
“Tapi dia membalas. Katanya akan berusaha datang. Aku nggak sabar ingin bertemu dengannya,” ucap V dengan semangat yang tak bisa disembunyikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
WARNA LAIN [YOONMIN] || END
Fiksi PenggemarSelalu manis kisah kisah tentang duo kesayangan kita ini. Kali ini aku akan coba tulis cerita cinta yang sedikit lebih simple dari book book sebelum nya, tapi dengan background kisah yang tetap rumit dan keterikatan perasaan yang kuat antara Yoongi...
![WARNA LAIN [YOONMIN] || END](https://img.wattpad.com/cover/364553382-64-k726565.jpg)