Nana sungguh kebingungan dengan situasinya saat ini. Haruskah ia bahagia karena bisa membuka kunci trope pasaran novel, atau bersikap waspada pada makhluk menyebalkan yang tengah menyenderkan kepala di bahunya ini?
Biar Nana jelaskan. Saat ini dia tengah duduk di salah satu bangku bioskop. Layar lebar itu sedang memutar film horor yang tentunya membuat suasana sekitar menjadi sangat sunyi. Para penonton akan berteriak hanya ketika ada adegan mengagetkan yang terjadi. Jadi, untuk menjaga kenyamanan bersama, Nana juga harus membungkam mulutnya sendiri.
Tidak dibungkam juga, karena ia sibuk mengunyah popcorn original yang disuapkan Elis tanpa henti. Nana tidak menolak, karena memang suka popcorn, lebih tepatnya suka makan. Apalagi makanan gratis.
Lalu apa yang salah?
Saat ini, Nana sangat tidak bisa fokus pada jalannya cerita karena ada dua manusia yang menyenderkan kepala di bahunya. Dua! Kedua orang itu seperti tidak memiliki rasa simpati pada Nana yang mulai merasa pegal.
Elis mengangkat kepalanya dari pundak Nana lalu menggerutu pelan. "Ah, capek senderan mulu. Sama sejenis lagi. Nggak ada romantisnya njir. Bahu lo udah sempit, pendek pula. Enakan nyender ke pacar gue."
Elis oh Elis. Begitu menyebalkannya mulut gadis itu. Sudah membuat sahabatnya yang baik hati dan tidak sombong pegal-pegal karena menjadi bantal, sekarang protes tidak jelas pula. Nana jadi ingin menjejalkan segenggam popcorn ke mulut Elis kalau saja tidak memikirkan traktiran yang sudah dijanjikan gadis itu setelah menonton.
Namun, kabar baiknya satu beban telah diangkat dan menyisakan satu beban lain yang malah makin menyusahkan. Karena bukan hanya menaruh kepala di bahu, lelaki itu juga memeluk erat lengan Nana dalam tidurnya, mendengkur pelan sejak setengah jam film berjalan.
"Si Dave lengket bener sama lo, Na. Gue denger dari Marina kalo tadi dia ngajakin ngomong berdua? Ngomong apaan? Lo ditembak? Kalian pacaran sekarang?" tanya Elis berlapis-lapis tepat di telinga Nana, berbisik amat pelan agar tidak mengganggu penonton yang lain.
Sementara Nana langsung saja mengusap daun telinganya yang terada geli akibat embusan napas Elis. Elis yang melihat itupun malah sengaja meniup lebih kencang sampai Nana bergidik, lalu ia menutup mulutnya untuk menahan tawa.
"Jadi, beneran lo ditembak?" tanya Elis lagi.
Andai apa yang dikatakan Elis itu benar, maka Nana akan dengan sangat percaya diri langsung membenarkan itu. Namun, nahas sekali sebab kenyataan yang terjadi justru sebaliknya, Nana ditolak mentah-mentah oleh Dave.
"Nggak," jawab Nana. Ia melirik ke arah Dave yang sepertinya sangat lelap dalam tidur. "Dia tadi mau bayar utang, tapi malu kalo ketahuan sama Marina. Makanya ngajak ngejauh," imbuhnya berdusta pada Elis dengan suara pelan, takut kalau Dave terbangun dan mengetahui soal kebohongan asal yang Nana ucapkan demi melindungi harga diri.
Namun, Elis justru mencubit lengan Nana kuat hingga ia berjengit kesakitan. "Dave ngutang sama lo? Bah, gue lebih percaya teori bumi datar dibanding itu."
"Lah, kenapa gitu? Orang ngutang 'kan wajar. Kemarin kita jalan, terus dompet dia ketinggalan. Makanya dia minjem duit aku dulu," sahut Nana menambahkan kebohongan lain. Ia meringis, mengusap-usap lengan yang tadi dicubit Elis tanpa perasaan.
"Kan ada kartu. Pake Qris juga bisa," balas Elis sama pelannya lalu menyenderkan kepala lagi di bahu Nana.
"Kita makan di angkringan yang cuma Nerima uang tunai. Hiiii ...." Nana bergidik seketika saat helaian rambut Dave bergerak menggelitik lehernya. Lelaki itu menggumam tidak jelas dalam tidur, hanya ucapan Mama yang terdengar jelas di telinga Nana.
Jika dilihat dari sini, wajah tidur Dave terlihat sangat damai dan tentu saja tampan. Wajahnya yang indah itu akan sangat cocok sekali menjadi model lukisan bertema dunia fantasi, membawa kesan mistikal yang anggun tetapi penuh misteri. Andai saja Nana tidak tahu bahwa Dave terduga pembawa bendera merah, sudah pasti Nana akan merasa nyaman-nyaman saja berada di dekat tokoh itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Joyful For Me
FantasySebagai jomblo dari lahir sampai usianya dewasa, Nana sangat menghindari hiburan bergenre romantis, karena itu akan memicu rasa iri yang teramat sangat di dalam hatinya. Melihat bagaimana tokoh utama diperlakukan bak ratu oleh pasangan mereka, atau...