22. Jomblo Malang

1K 149 14
                                    

Irina tertawa setelah mendengarkan cerita Lui tentang bagaimana ia dan Nana pertama kali bertemu. Sementara sang adik tertawa, Lui menampakkan ekspresi sebaliknya. Mukanya mengkerut seperti tahu kering yang dijual di pasar.

"Jangan ketawa kamu!" sentak pria itu kesal sambil mengulurkan tangan untuk membungkam mulut Irina, tetapi langsung ditepis kasar hingga ia meringis. "Kasar banget sama kakakmu ini."

"Habisnya itu lucu banget. Siapa sangka, Lui yang selalu teliti dan hati-hati malah ketipu sama trik kecil," jawab Irina mengusap setitik air di ujung mata. Perutnya terasa kram setelah menertawakan sang kakak selama dua menit penuh.

"Bisa bahaya, nih. Kalau perusahaan tau manager umum mereka ketipu sama tipuan receh kayak gitu. Good job, Rena!" puji Irina mengedipkan sebelah matanya kepada Rena yang hanya menyengir canggung.

Gadis berambut sebahu yang sedang menyusun pembalut di sebuah rak itu lantas melirik Lui, tetapi hanya butuh satu detik untuk Nana kembali fokus pada tugasnya ketika mata mereka saling beradu.

Bombastic side eyes! Batin Nana menjerit ketika melihat lirikan tajam Lui yang seolah tengah memancarkan laser ke arahnya. Lirikan yang membuat Nana meneguk ludah kasar saking gugupnya. Pria itu tampak benar-benar kesal dan jengkel, apalagi Irina kini mulai cekikikan lagi sambil memegangi perut.

Kesialan apalagi ini? Nana menangis di dalam hati. Gadis itu benar-benar tidak menyangka kalau pria berkacamata yang pernah ia tipu dan peras ternyata adalah pria incarannya sendiri.

Belum apa-apa sudah memberikan impresi pertama yang buruk. Lalu bagaimana ke depannya nanti? Nana serasa ingin mengubur dirinya sendiri ke dalam inti bumi! Salahkan situasi dan wajah pria yang katanya keturunan bule tapi tidak terlihat seperti orang bule.

Iya! Salahin aja yang lain, karena cewek nggak pernah salah! Hmp! Nana menggigit bibir, meyakinkan diri di dalam hati sambil mengepalkan tangan ke udara dengan senyum lebar tapi kaku.

Sedangkan di tempatnya berdiri, kening Lui berkerut heran sekaligus jijik melihat tingkah aneh gadis itu. Berpikir sejenak, pria tersebut akhirnya salah paham, menyangka kalau Nana merasa bangga telah mendapat pujian dari Irina.

"Kamu serius muji dia, Ir?" tanya Lui tak habis pikir akan reaksi Irina yang malah condong mendukung perbuatan Nana. Ia merasa tak terima, apalagi melihat ekspresi gadis itu yang terlihat senang barusan. "She tricked me!"

"Siapa suruh sombong duluan?" Irina tersenyum mengejek. "Lain kali dengerin kalau orang lagi jelasin sesuatu, biar nggak kecolongan."

"Ya, waktu itu aku lagi pusing. Ale tantrum. Nangis guling-guling sambil mandi tepung. Siapa yang nggak stress coba?"

"Oh, maksud kamu Ale yang salah gitu? Ya ampun, Kak ... Ale itu masih kecil. Kamu harusnya lebih dewasa ngadepin anak kecil kayak dia." Irina menuding dengan menunjukkan raut sedih yang membuat pria di depannya langsung gelagapan.

"Bukan gitu maksudku," ucap Lui merasa bersalah, tetapi pria itu langsung kebingungan saat melihat sang adik kembali tertawa.

"Muka kamu kayak orang bego, sumpah. Mana Lui yang katanya tegas di kantor? Maaf, ya. Aku tau Ale yang salah, kok." Irina menoleh ke arah Nana, gadis itu telah selesai menyusum pembalut, dan kini sedang melipat kardus dengan rapi. "Rena, tikung dia, gih. Saya jamin hidup kamu bakal bahagia punya suami takut istri modelan kayak dia."

"Jangan sembarangan ngomong, Ir. Nggak ada yang bisa gantiin Citra. Aku tau kamu nggak suka sama dia, tapi tolong hargai Citra. Dia tunanganku." Lui menimpali cepat, menepis tawaran adiknya untuk Nana dengan nada serius, seserius wajahnya yang semula terlihat lembut.

Joyful For MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang