Setelah berkendara selama sepuluh menit, mobil Lui yang tengah dikendarai oleh Edi pun sampai di depan toko Irina. Lui lantas keluar usai meminta Edi untuk menunggu sebentar sementara dirinya membeli air mineral.
Dengan langkah santai, pria berusia 27 tahun itu berjalan masuk ke dalam, dan langsung memasang senyum begitu melihat sang adik tercinta yang sedang duduk di meja kasir.
"Good evening, Princess!" sapa Lui sumringah mengabaikan kondisi kepala yang masih terasa pening. "How was your day?"
Irina yang semula membalas senyum sang kakak langsung berwajah masam, saat mendengar panggilan yang dulu paling ia sukai, tetapi sekarang membuatnya geli. "Udah kubilang, berhenti manggil kayak gitu. Kita ini udah tua, bikin geli tau, nggak?"
Omelan dari sang adik yang sangat disayanginya itu membuat Lui terkekeh, karena dirinya memang sengaja meledek untuk melihat wajah kesal Irina yang dianggap sangat menggemaskan. Meskipun usianya sudah menginjak 25 tahun dan telah memiliki seorang putra, Irina masih tetap cantik, apalagi ketika mulutnya mengerucut.
"Kamu ngomongnya kayak hidup kita udah setengah abad aja," balas Lui sambil mencebik sok sebal. "Jangan-jangan daleman kamu ini bukan Irina, tapi nenek-nenek tua. Makanya ngomong gitu."
Irina memutar bola mata malas menanggapi candaan Lui yang selalu garing itu. "Terserahmu lah, Kak," ucapnya lantas memilih untuk kembali fokus pada pekerjaan mendaftarkan barang baru ke komputer.
Namun, tampaknya Lui belum selesai dengan keinginannya untuk menggoda sang adik. "Ir, alat elektronik apa yang bisa bikin move on?"
Sekali lagi, Irina merotasikan bola mata. Kali ini ditambah dengan dengusan kasar seolah tengah menunjukkan jikalau dirinya sedang kesal. Kendati demikian, wanita itu tetap berusaha memikirkan jawaban yang tepat untuk menjawab teka-teki random yang selalu dilontarkan Lui secara mendadak.
"Apa, ya? Emang ada?" tanya Irina setelah berpikir selama setengah menit, tetapi tidak juga menemukan jawaban. "Kamu jangan ngerjain aku, ya?"
"Emang aku pernah ngerjain kamu?" Lui bertanya balik dengan seringai jahilnya yang memuakkan.
"Sering. Dua hari lalu kamu ngasih tebakan makanan apa yang bisa terbang, tapi setelah aku mikir hampir setengah jam, kamu cuma bilang jawabannya nggak ada," balas Irina mengingatkan pria berkacamata di depannya yang berdiri santai menyimpan tangan di dalam saku celana.
"Ya emang nggak ada, kan?" Lui terkikik geli menghindari gumpalan kertas yang dilempar Irina ke arahnya. Gumpalan kertas itu diambil oleh Lui, lantas dilemparkan masuk ke tempat sampah kecil di belakang meja kasir. "Udah mau nyerah?"
Bibir berpoles lipgloss warna amber milik Irina menekuk keriting, merasa tidak rela untuk menyerah, tetapi di sisi lain ia juga tidak tahu ingin menjawab apa, jadi pada akhirnya wanita itu mengangguk. "Iya, nyerah."
"Oke," sahut Lui bertepuk tangan, senyumannya tampak sangat lebar saat sekali lagi tebakan yang ia comot di internet hanya untuk Irina tidak bisa dijawab oleh wanita itu. "Jawabannya stop kontak!"
Lui terkikik, tetapi tidak dengan Irina. Meskipun di dalam hati wanita itu membenarkan jawaban tersebut ,tapi entah mengapa rasanya sungguh menyebalkan melihat sang kakak bertingkah kekanakan begitu. Padahal pria berkacamata tersebut memiliki jabatan sebagai manager umum di kantornya.
"Kamu di kantor nggak kayak anak kecil gini 'kan?" tanya Irina mengernyitkan dahi. Ia enggan sekali membayangkan Lui juga berperilaku begini di depan kolega kantor.
Lui berhenti tertawa seketika, wajah tegas berwibawanya yang biasa kembali terpasang. "Tentu saja tidak. Saya seperti ini hanya kepada kamu, princess." Lalu sedetik kemudian ekspresi serius Lui luntur berganti wajah jenaka seperti sebelumnya. "Terus ini nggak kekanakan, ya. Soalnya ini jokes bapak-bapak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Joyful For Me
FantasySebagai jomblo dari lahir sampai usianya dewasa, Nana sangat menghindari hiburan bergenre romantis, karena itu akan memicu rasa iri yang teramat sangat di dalam hatinya. Melihat bagaimana tokoh utama diperlakukan bak ratu oleh pasangan mereka, atau...