3. Adik yang Manja

2.7K 280 18
                                    

Hari keempat. Nana memutuskan untuk keluar dari kamar. Lagipula dokter mengatakan maksimal istirahat selama seminggu bukan harus selama seminggu. Istirahat juga bukan berarti harus berdiam diri di kamar. Jadi tidak akan jadi masalah selama dirinya berhati-hati.

Rafa juga sedang tidak ada di rumah karena katanya ada mata kuliah yang belum selesai. Lelaki itu sedang sibuk-sibuknya sekarang tapi masih menyempatkan waktu untuk mengurusi adiknya sampai kantung matanya setebal cobaan hidup.

Nana mulai bosan dengan pemandangan kamar serta pemandangan komplek perumahan yang terlihat dari jendela. Ia sangat penasaran dengan isi rumah ini, dan ingin secepatnya mengeksplorasi dunia barunya. Ia sudah tidak tahan terus berada di ruangan yang sama di tengah rasa penasaran ini.

Namun, Rafa selalu melarangnya tiap kali Nana ingin keluar dari kamar dengan alasan harus istirahat selama seminggu. Perhatian sekali kakaknya itu. Nana tersanjung.

Itulah yang Nana pikirkan sebelum matanya dibuat sakit oleh pemandangan bak gedung terbengkalai di sekelilingnya setelah menyalakan lampu. Awalnya ia bingung mengapa jendela dan gorden tidak dibuka, tentu itu menyebabkan kegelapan.

"Ini beneran rumah, kan?" tanyanya pada udara kosong yang tentu tak menjawab. Tak habis pikir melihat betapa mengerikannya kondisi bagian dalam rumah yang sangat kotor.

Di ruang tamu, sofa menjadi tempat untuk menyampirkan baju yang ia yakini kotor, meja penuh dengan meja penuh dengan bungkus jajan, sudut-sudut kamar menjadi tepat laba-laba membuat sarang, lantai ngeres, dan ketika Nana mengusap rak televisi dengan ujung jari telunjuk, debu tebal pun terlihat jelas. Sekilas juga seekor hewan berwarna hitam lari dari belakang rak menuju bawah sofa. Hewan hitam berekor panjang, tikus.

Beralih ke dapur, Nana dibuat makin gila. Bau tidak sedap langsung menusuk lubang hidung. Meja makan penuh dengan bungkus dan cup mie instan yang sudah berlalat, piring gelas kotor yang tidak tertampung wastafel yang juga penuh. Wastafel, di sana bahkan ada hewan kecil yang sering ia anggap lucu kalau dilihat satuan. Namun, ini paketan! Banyak!

"Huek!" Nana menutup mulutnya sambil berlari ke sebuah pintu krem yang ia yakini sebagai pintu kamar mandi. Untungnya benar.

Dikeluarkan semua isi yang menjadi pengganjal perutnya sejak semalam, makanan yang sudah dicerna menjadi seperti bubur kuning itu keluar kembali dengan suka rela. Hore! Perutnya kosong sekarang. Namun, keterkejutan Nana dipicu lagi oleh banyaknya jentik-jentik yang berpesta di dasar bak mandi besar berbentuk persegi panjang yang dilapisi keramik putih.

Ini gila! Penghuni rumah ini sudah gila! Akhirnya Nana menyerah dan memilih naik lagi ke lantai dua. Ke kamarnya yang bersih. Bergelung dan menutup mata yang sudah dicemari berbagai pemandangan yang aduhai kotornya.

Di dalam selimut, gigi Nana beradu geram. Tidak sabar menunggu waktu di mana punggungnya tidak sakit lagi. Saat itu, ia akan membersihkan rumah ini dan menjadikannya sebagai hunian layak tinggal untuk manusia.

"Pantes Rena selalu ngelarang Marina dateng," gumamnya kembali memeriksa ponsel yang baru saja berbunyi.

Seperti yang diduga, Marina mengirim pesan memohon untuk diijinkan datang menjenguk dan Nana menolak untuk yang kesekian kali seperti Renata yang menolak Marina datang di dalam novel. Jika alasan Nana adalah untuk mencegah kakaknya jatuh cinta duluan ke Marina, alasan Renata adalah karena rumahnya kotor. Namun, tak disangka sekotor ini. Selain itu, Renata juga malu dengan penampilan Rafa yang segembel itu.

Di lembar ketiga, ada suatu adegan yang menunjukkan bagaimana Renata melarang sang kakak untuk menegurnya di kampus. Pokoknya mereka tidak boleh terlihat seperti saudara melainkan orang asing. Di kampus pun Rafa hanya seperti kotoran yang dipandang menjijikkan. Ia dijauhi selain karena penampilan, juga karena sikap diamnya.

Joyful For MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang