9. Kembali

2.5K 279 35
                                    

"Halo, Renren. Semoga kamu seneng temenan sama aku, ya?" Rafa menirukan suara anak kecil sambil memainkan tangan boneka beruang besar berwarna pink yang kini menutupi separuh tubuhnya. "Kasih aku nama, dong."

"Renren?" Dahi Nana mengernyit mendengar nama yang tak biasa itu.

Rafa menggerakkan tangan boneka itu lagi dengan antusias. "Iya, nama kamu 'kan Rena, biar unik dipanggil Renren aja. Lucu, kan?" jawabnya sambil cekikikan.

Apa pula itu? Nana tidak bisa tertawa sama sekali oleh candaan yang garing kriuk-kriuk seperti bawang goreng di atas mie instan. Namun, jika ingin membuat kepercayaan diri Rafa meningkat, bukankah Nana harus ikut tertawa?

Tidak. Itu akan jadi kebohongan yang akan menjerumuskan kakaknya nanti. Jika selera humor aneh itu dibawa ke lingkaran pertemanan, maka Rafa sudah pasti akan menjadi bahan lelucon. Itu tidak boleh terjadi.

Nana berdehem, ia telah memantapkan hati untuk perlahan memperbaiki Rafa sedikit demi sedikit. Selain agar lelaki itu tidak mudah kepincut berakhir patah hati pada Marina, Nana juga ingin melihat Rafa bisa bergaul dengan normal agar dunianya lebih luas.

"Kak, makasih hadiahnya. Aku suka." Nana mengambil alih boneka beruang di tangan Rafa. Ia memang suka boneka, tetapi tidak suka warna pink dan hal pertama yang ingin Nana ajarkan kepada Rafa adalah mencari tahu kesukaan orang terdekat sebelum memberi mereka hadiah.

Sebenarnya Nana ingin mengubah penampilan Rafa terlebih dulu, tetapi Nana memutuskan untuk mempergunakan kesempatan yang pas ini. "Kak, warna kesukaan kamu apa sekarang?" Ia memulai dengan pertanyaan. Mengatakan secara langsung kalau ia tidak suka mungkin akan membuat Rafa sedih nantinya.

"Sekarang? Sama aja kayak dulu, item. Kenapa nanya? Mau ngasih hadiah juga ke Kakak, ya?" Rafa bertanya balik dengan nada menggoda, tetapi saat melihat alis Nana yang bertaut makin dalam, ia langsung menambahkan, "bercanda kok, Dek. Kamu nggak usah ngasih apapun. Tau kamu suka boneka ini aja udah termasuk hadiah buat Kakak." Rafa ingin sekali mengusak rambut Nana seandainya tidak takut gadis itu akan tambah marah.

Pertanyaannya tidak dijawab dan malah melantur ke mana-mana. Itulah yang membuat Nana memasang wajah sebal. Namun, di sisi lain respon Rafa bisa dibilang sangat santai yang membuatnya sadar kalau mungkin saja lelaki di depannya ini tidak selemah itu, merasa sedih hanya karena hal kecil.

Nana terlalu banyak berpikir. Ia harus berkata jujur. "Aku suka bonekanya, tapi kurang suka warnanya."

"Eh? Sejak kapan kamu nggak suka pink? Padahal dulu kamu suka banget, lho. Baju sama peralatan belajar kamu dulu aja hampir semua warna pink sebelum masuk SMA." Rafa membalas heran, menggaruk pipinya yang tidak gatal setelah mendengar penuturan sang adik yang terdengar aneh baginya, karena Rafa tahu betul warna favorit gadis itu.

"Apa selera kamu udah berubah?" Rafa bertanya lagi.

Nana menjawab tergagap. "I-iya. Sekarang aku lebih suka warna biru."

Kini Nana yang menggaruk pipinya yang juga tidak gatal karena merasa canggung. Benar. Nana memang tidak suka warna pink, tetapi Renata suka. Sedangkan Rafa tentu membelikan hadiah berdasarkan kesukaan adiknya yang asli, sementara kini yang menempati tubuh sang adik adalah jiwa orang lain.

Nana lupa kini identitasnya sudah berubah sesuai bentuk fisiknya. Padahal memang benar kalau banyak sekali ornamen serta pakaian Renata yang berwarna merah muda sampai-sampai Nana merasa pusing. Kalau saja tidak memikirkan nilai guna dari barang-barang itu, sudah pasti mereka akan berakhir dibuang.

"Gitu, ya?" Rafa menunduk lesu, sinar matanya meredup. "Maafin Kakak yang nggak sadar kalo warna kesukaan kamu udah bukan pink lagi ya, Rena. Maunya ngasih kejutan, tapi malah gagal karena Kakak nggak peka."

Joyful For MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang