10. Si Masokis

2.1K 265 43
                                    

Hello, aku kembali!
Maaf buat reader lama yang udah nunggu dan selamat datang buat para reader baru.

Semoga kalian betah sama cerita ini, yaa(⁠人⁠*⁠'⁠∀⁠`⁠)⁠。⁠*゚⁠+

Aku baru muncul karena emang ide baru lancar huhu ....

Oke, cukup basa-basinya.

Happy reading!
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Manusia yang berdiri dengan senyum polos-polos bangsat-walaupun tampan-ini bukanlah homo sapien yang gagal evolusi, melainkan titisan siluman ular berbisa yang harusnya dibasmi secepat mungkin andai dia bukan manusia yang memiliki HAM.

Meski saat ini Nana tengah tersenyum, tetapi siapapun yang memiliki mata yang sehat pasti bisa mengetahui hanya dari raut wajah gadis itu kalau lengkungan manis di bibirnya adalah sebuah keterpaksaan demi menahan gejolak emosi yang membuncah.

Sungguh, Nana ingin sekali menjambak helaian hitam lembut yang beterbangan oleh angin bak iklan shampoo versi lelaki. Karena bahkan setelah mencium telapak tangannya, Dave si tersangka masih menahan tangan gadis itu.

"Lepasin, Dave." Nana meminta dengan suara jelas sambil berusaha menarik tangannya dari genggaman Dave yang semakin menguat hingga berubah menjadi remasan yang menyakitkan. "Lepas." Nana tidak mau ribut-ribut di komplek perumahan ini, itu sebabnya ia masih mencoba meminta dengan baik-baik.

Namun, permintaan itu tidak digubris oleh Dave yang malah membawa telapak tangan Nana kembali menyentuh bibirnya yang kali ini terasa lebih basah, sebab ada benda lunak tak bertulang yang menyapu kulitnya.

"Lepasin, sialan!" Dengan kekesalan yang tak mampu dibendung lagi, Nana menarik paksa tangannya hingga terlepas, lalu mengusapkan bagian tubuh yang basah tersebut ke baju tidurnya sendiri sambil menggerutu, "Kamu gila, ya?"

Namun, begitu mengingat Rafa yang masih sakit, ia seketika menoleh ke arah tangga karena merasa khawatir kalau bentakannya barusan akan membangunkan lelaki yang tadi terlelap itu.

"Kalo aku gila, lantas kamu apa, Kak? Sinting?"

Ucapan bersuara pelan tetapi pedas yang keluar dari mulut Dave membuat Nana mengembalikan atensinya kepada pemuda itu. Lengkungan indah masih terpatri di bibirnya, tetapi lengkungan yang seharusnya memberi kesan ramah dan menenangkan itu justru menyebarkan udara dingin yang mampu membuat Nana mengernyit sehingga mengusap tengkuknya yang merinding.

Dave tersenyum dengan mata yang menyipit, kemudian kelopak mata berbingkai bulu mata lentik itu terbuka secara perlahan seiring dengan senyumannya yang pudar. Raut wajah yang kelihatan polos di awal berubah menjadi datar, cenderung dingin.

"Bisa-bisanya kamu ngomong gitu. Padahal kamu yang ngajarin aku caranya french kiss. French kiss, Kak," kata Dave tersenyum miring sambil menunjuk lidahnya sendiri yang menjulur keluar, benda lunak berwarna merah muda itu bergerak menyapu bibir atas sebelum kembali ke tempatnya. "Pake lidah."

"A-apa?" Nana merasa sangat terkejut, sulit untuk percaya mendengarnya sebab tidak menyangka Renata dan Dave sudah melakukan kontak fisik seperti french kiss. Sebuah ciuman yang terlalu intim untuk dilakukan oleh sepasang manusia yang bahkan tidak memilki hubungan romantis.

Mengapa Renata mau saja melakukan itu? Namun, jika didengarkan dari sisi Dave, maka di sini Renata 'lah yang memulai kontak fisik tidak wajar mereka. Menyebalkan sekali karena Nana yang harus menanggung akibatnya sekarang.

Joyful For MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang