"Password-nya?" Dave memiringkan kepala, menatap rendah manusia menyedihkan di hadapan. Tatapan penuh penghinaan meskipun terdapat senyuman di bibir merah mudanya.
Shea, gadis kurus yang telah duduk bersimpuh di depan Dave setelah merangkak beberapa meter itu berkedip lambat beberapa kali, ia diam sejenak sambil mengangkat kedua tangan layaknya seekor anjing yang bersikap lucu di depan sang majikan.
"Woof! Woof! Please, give me some food, Master ...," pintanya menuruti ucapan lelaki yang kini berjongkok untuk menyamakan level mata mereka itu. "D-diaz, kenapa?"
Wajah Shea yang semula tampak sumringah menyambut kedatangan Dave yang membawakan makanan serta minuman keras untuknya, berubah seketika. Mendadak suara Shea menjadi lirih, bergetar samar, dan wajah gadis itu memucat ketakutan saat Dave mengulurkan tangan untuk mengusap puncak kepalanya gemas.
Apa yang membuat Shea ketakutan adalah fakta bahwa perlakuan Dave serta senyumannya yang sampai membuat mata menyipit itu, merupakan tanda-tanda bahwa ia sedang dilanda kemarahan. Sebuah kemarahan besar yang akan membawa Shea pada penghinaan yang lebih menyakitkan.
Dave tidak akan menyakitinya secara fisik, tetapi apa yang akan dilakukan lelaki itu lebih membuat Shea tersiksa. Ia akan benar-benar diperlakukan layaknya hewan yang tidak berakal. Jika menolak, Dave tidak akan segan membuatnya kelaparan dan memutus konsumsi minuman kerasnya hingga Shea mengalami beberapa gejala putus alkohol.
Lalu yang paling Shea takuti ialah, Dave selalu mengatakan akan membuangnya ke jalanan sebagai gelandangan, dan membuat gadis itu mengulangi kehidupan kelam yang sama seperti dua tahun lalu jika tidak mau menurut.
Tentu saja Shea tidak ingin itu terjadi. Ia tidak akan mau meninggalkan kamar bau yang telah menjadi tempatnya ini, ia tidak akan mau meninggalkan kenyamanan yang telah Dave berikan. Maka dari itu, Shea harus menerima apa pun yang Dave inginkan dan perintahkan.
"Good girl." Dave menarik tangannya kembali sambil meraih botol miras di atas meja. Kedua matanya yang sempat menyipit kembali terbuka, menampakkan dua pupil hitam lega berkilau yang melebar menyeramkan. Shea bahkan bisa melihat pantulan wajahnya di sana. "Karena suasana hatiku lagi buruk sekarang, Kakak mau hibur aku, nggak?" lanjut Dave mengelus badan botol di tangan yang mengetat erat, sampai urat-uratnya menonjol. "Hibur aku dan kita bersihin kamar jorok ini sama-sama."
Tanpa berpikir panjang, Shea mengangguk setuju. Lagipula, gadis itu sudah tahu jika jawaban tidak bukanlah pilihan. Saat suasana hatinya sedang buruk dan minta dihibur, Dave tidak akan menerima penolakan sama sekali atau ia akan benar-benar membuang Shea.
"Nah, sekarang ambil wadah minum kamu di bawah kasur itu. Jangan berdiri, ya. Tetep merangkak."
Shea dengan patuh melaksanakan perintah itu. Ia yang sudah mengerti pun membawa mangkuk yang dimaksud dengan menggigit tepiannya.
Dave tertawa kecil melihat betapa lucu gadis itu di matanya. Ia lantas menepuk-nepuk kepala Shea dengan sayang sebagai pujian ketika sang gadis telah menaruh mangkuk plastik yang ia bawa ke hadapannya.
"Kamu mau tau kenapa suasana hatiku buruk, Kak?" tanya Dave tiba-tiba sambil menuangkan miras ke dalam mangkok berlumut yang dibawa Shea sampai tersisa setengah. Ia diam sebentar setelah bertanya demikian lantas terkekeh pelan. "Seharusnya aku nggak nanya kayak gitu, ya? Lagian kamu emang wajib dengerin keluh-kesahku kayak aku dengerin kamu dulu."
Shea mengangguk pelan, matanya tak lepas dari cairan bening yang bergelombang dan berbuih di dalam mangkuk. Tenggorokannya sudah benar-benar dilanda dahaga setelah tidak meneguk setetes pun sejak tadi pagi. Ia ingin segera minum, tetapi harus menunggu izin dari Dave.
KAMU SEDANG MEMBACA
Joyful For Me
FantasySebagai jomblo dari lahir sampai usianya dewasa, Nana sangat menghindari hiburan bergenre romantis, karena itu akan memicu rasa iri yang teramat sangat di dalam hatinya. Melihat bagaimana tokoh utama diperlakukan bak ratu oleh pasangan mereka, atau...