16. Rencana

1.7K 218 26
                                    

Nana lelah. Ia sangat lelah selelah-lelahnya karena semalam lupa mengerjakan tugas kuliah yang ternyata harus dikumpulkan hari ini. Jadi, sebagai mahasiswa yang baik dan tidak ingin bermasalah dengan dosen, Nana pun harus begadang semalaman demi menyelesaikannya.

Tugas itu akan dikumpulkan hari ini dan akan dipresentasikan tiga hari lagi. Karena itu, Nana benar-benar harus bekerja keras sehingga mengorbankan jam tidurnya untuk mengerjakan tugas itu, kemudian membuat salinan agar bisa dipelajari sebelum mengirim file tugas tersebut kepada dosen.

Meskipun lelah dan sangat ingin tidur, Nana tetap memaksa dirinya pergi berkuliah pagi ini dengan menaiki bus usai mengurus Rafa yang kondisinya sudah jauh lebih baik. Kebetulan, setelah semalam sempat berdebat, Dave tidak menghubungi sama sekali, tidak pula datang menjemput dan itu membuat Nana merasa lega sebab tidak perlu menghadapi wajah penuh drama Dave di pagi hari yang cerah ini

Tidak ada drama dan di waktu tertentu Nana bisa tidur dengan tenang untuk mengganti jam tidur yang telah dikorbankan semalam. Nana semula berpikir demikian, mengira kalau hari ini merupakan hari yang penuh dengan kedamaian tanpa sedikitpun suasana negatif.

Namun, ternyata tidak begitu. Kedamaian untuk sehari penuh sepertinya belum berpihak padanya, karena saat duduk sendirian di kursi kayu yang berada di bawah rimbunan daun pohon mangga untuk tidur sejenak, seorang lelaki yang Nana kenal tapi tidak sukai tiba-tiba menghampiri dan berdiri tepat di depannya.

"Apa?" tanya Nana dengan nada datar setelah mendongak untuk membalas tatapan Kevin yang berdiri menjulang hingga menutupi pandangan. "Jangan ganggu aku," lanjutnya masih menatap Kevin tajam, tidak jadi memejamkan mata.

Nana merasa tidak boleh menunjukkan kalau ia lemah di hadapan pemuda yang terkenal hedon dan semena-mena itu, karena hal itu akan membuat Kevin makin berlagak, dan malah suka mengganggunya nanti. Nana tahu, pemikiran itu terkesan sangat percaya diri sebab dirimya hanyalah bagaikan sebongkah upil yang tidak penting, tapi segala kemungkinan bisa terjadi, kan?

"Kalo nggak ada yang penting, lebih baik kamu pergi aja." Nana bersuara lagi, mulai risih karena bukannya memberi sebuah jawaban, Kevin malah tetap diam dan terus menatapnya rendah.

Satu detik, dua detik, dan detik-detik selanjutnya terus berjalan sampai pada akhirnya Nana menghembuskan napas kesal dan memutuskan untuk pergi saja, daripada dia dibuat tak nyaman oleh kehadiran Kevin yang tiba-tiba dan sangat tidak jelas.

Namun, saat akan menggeser tubuhnya ke samping agar bisa berdiri tanpa menabrak tubuh tinggi Kevin yang berdiri begitu dekat, Nana dibuat berhenti dan terdiam ketika jari telunjuk lelaki itu menyentuh keningnya.

"Lo," ucap Kevin rendah sambil mengetuk-ngetuk kening Nana pelan. "Jangan salah paham. Gue nggak pernah nyuruh mereka buat gangguin lo sama sekali. Jadi, jangan kegeeran dan mikir kalo gue peduli sama omongan sampah lo minggu lalu. Inget, lo nggak sepenting itu buat bikin gue kepikiran dan ngelakuin sesuatu yang ngerusak harga diri. Bye."

"Hah?"

Aneh sekali. Saking anehnya, Nana sampai tidak tahu ingin membalas apa dan hanya menganga usai mendengar ucapan Kevin. Terlebih setelah berkata demikian, lelaki itu berbalik pergi meninggalkan Nana yang kebingungan dengan tingkahnya.

"Ngomong apa, sih? Dia gila, ya?" gerutu Nana menyentuh keningnya sendiri yang berkerut dalam. Ia menggelengkan kepala tak habis pikir, tetapi terlalu malas untuk berpikir lebih banyak. Alhasil, Nana hanya mengedikkan bahu tak acuh lalu berniat melanjutkan tidur singkatnya yang sempat terganggu.

"Na! Rena!"

Astaga .... Baru saja akan melayang ke alam mimpi, Nana dipaksa kembali ke dunia nyata oleh guncangan brutal yang diberikan Elis pada bahunya. Gadis berambut ombre itu tidak main-main kasarnya ketika membangunkan orang. Tidak tahukan dia bahwa cara kasar seperti itu bisa membuat kepala orang lain pusing?

Joyful For MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang