Bab 9: Seseorang yang Pantas

1.4K 151 2
                                    

Paginya, Leana mengajakku untuk sarapan di sebuah toko roti terdekat di rumahnya. Aroma roti hangat yang baru matang benar-benar membuatku hampir meneteskan air liur. Untungnya, kami mendapatkan sebuah meja di dekat jendela. Karena, didalam toko ini sangat ramai sekali. Aku duduk di kursi, sedangkan Leana memesankan roti dan sarapan untuk kami berdua.

Pemandangan ini menyegarkan aku. Biasannya, aku bangun sendirian di atas tempat tidurku yang luas dan makan sendirian dalam diam. Itu membuatku tercekik. Aku memandang sekelilingku dengan bersemangat, hingga Leana meletakkan nampan yang berisi sarapan kami. Aku langsung menyantapnya tanpa peduli dengan betapa panasnya makanan itu.

"Ya, ampun. Pelan-pelan, orang akan mengira kamu kelaparan."

Ketika aku mengigit rotinya dan meminum susu yang masih setengah hangat. Aku menghela nafas bersyukur, "Makanan ini benar-benar nikmat." Jawabku disela-sela gigitan roti.

"Dari pengamatanku, kamu tidak menikmati tinggal di kastil, bukan?"

Aku menggeleng masam, " Itu mengingatkan aku dengan kehidupan lamaku."

"Apakah kamu tidak mencari tahu? Apa yang terjadi dengan rumahmu atau keluarga terdekatmu?" Tanyanya sambil mulai memakan sarapannya.

"Dain dan aku pernah melakukannya. Hasilnya, tidak ada apapun yang kami temukan. Seolah, semua kehidupan lama kami tidak pernah ada."

Leana menelan dengan lambat, aku bisa merasakan kilatan duka di matanya. "Maaf." Tapi, dia menghilangkannya dan mencoba mencerahkan obrolan kami. "Ceritakan padaku, apa yang kamu lakukan sebelum datang kesini."

Aku mengangkat kedua sudut bibirku dan memberikan senyuman lebar padanya. Lalu mulai bercerita padanya tentang pekerjaanku dan dunia luar. Kami mengobrol hampir satu jam, hingga pengunjung disekitar kami mulai menipis.

Kami berdua tertawa ketika aku menceritakan sebuah cerita konyol saat aku baru saja pindah ke apartemen kecilku. Aku merasa ada sesuatu yang membuatku terganggu. Aku berbalik dan melihat jendela yang berada sampingku. Mengamati beberapa penduduk yang sedang berjalan. Tetapi, pandanganku terpaku pada sebuah restoran di seberang jalan. Aku bersumpah melihat siluet punggung Dain. Saat aku berusaha memastikannya dengan memicingkan mataku, Leana menyela. "Bagaimana kalau kita berangkat sekarang? Ini sudah siang." Tanya Leana, mulai berdiri dan bersiap-siap pergi.

Aku berbalik dan memungungi restoran yang ada di seberang jalan, lalu ikut berdiri bersama Leana.

***

Hari ini serangan Leana lebih agresif dan intens dari beberapa hari sebelumnya. Aku mengetahui alasannya, ketika dia bertanya pada seorang penjaga gerbang bahwa sepupu jauhnya datang. Wajahnya langsung berubah masam. Aku tidak bertanya pada Leana, dan dia juga tidak berbicara padaku tentang sepupu jauhnya.

Lengan dan kakiku memar-memar, bahkan aku yakin tulang rusukku bergeser. Karena aku merasakan nyeri saat aku menarik nafas. Tapi, aku tidak mencoba menghentikan latihan kami sampai matahari terbenam.

Leana akhirnya sudah kelelahan, "Cukup." Ucapnya kehabisan nafas. Dia langsung menjatuhkan tubuhnya dan berbaring di atas rumput dan menutup wajahnya dengan lengannya. Aku tersenyum senang, karena masih bisa berdiri. Tapi, sayangnya, lengan kananku terkilir.

"Dimana aku bisa menemukan Faye?"

Tanpa bergerak, dia menjawab. "Jalan lurus ke belakang, disana ada beberapa barak. Tapi, Faye biasannya berada rumah kecil, tepat di barak yang paling ujung."

Aku mengangguk.

Sebelum aku berangkat, Leana berkata. "Jika kamu tidak melihat Faye, lebih baik segera kembali."

The Hunters Moon (Moon Series #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang