Aku tertidur karena terlalu kelelahan, saat pesawat jet pribadinya mulai lepas landas. Bahkan ketika pesawatnya sudah mendarat. Luke tidak membangunkan aku. Dia menggendongku dengan lengannya menuruni pesawat, hingga mendudukan aku di kursi penumpang, memasang sabuk pengaman padaku. Lalu, mengemudikan mobil yang kami tumpangi keluar dari hanggar. Aku hanya setengah tersadar saat melihatnya melakukan semuanya sendirian.
Kelopak mataku mencoba terbuka karena merasakan sinar penerangan yang sangat menyilaukan. Tapi, tubuhku berkata lain. Tubuhku hanya menggeliat malas dan kepalaku malah mencari perlindungan dari penerangan menyilaukan. Akhirnya, aku menemukan sandaran yang keras. Samar-samar, aku mendengar suara seorang pria yang berbicara. "Dia tampak kelelahan. Apa yang telah kamu lakukan padanya, Luke?" Nada bicara pria itu terdengar malas dan bosan.
"Bukan urusanmu, Jash." Suara Luke membentak.
"Terserah,"
Kemudian, aku tidak mendengar apapun dan tertidur lagi.
Sebuah sentuhan yang lembut di pipiku membuat kedua mataku berusaha terbuka. Tapi, kelopak mataku terlalu lengket. Hingga aku menyerah dan menarik selimut menutupi kepalaku. Tapi, sayangnya selimut itu tertahan dan di ikuti suara Luke yang berbisik tepat di atas telingaku. "Ini hampir siang, Rhea. Sebaiknya kamu menghubungi editormu sekarang."
Begitu kata 'editor' diucapkan. Kelopak mataku langsung terbuka. Aku langsung bangun dan duduk. Luke duduk di atas tempat tidur, tepat disampingku. Dia mengenakan baju yang berbeda dan terlihat sudah siap untuk pergi. Kali ini, dia mengenakan kaus biru navy polos dan celana panjang berwarna khaki. Pakaian yang santai. Aku bisa mencium bau sabun mandi dari tubuhnya dan itu membuatku linglung selama sesaat. Ditambah lagi, rambutnya setengah kering. Itu membuatku harus menahan tanganku untuk tetap berada ditempatnya.
"Rhea?"
Aku menemukan tatapannya, berusaha mengumpulkan kesadaranku, "Ya,"
Luke terkekeh selama sesaat. Satu tanganya terulur, menyematkan rambutku di belakang telingaku. "Sekarang, bangun dan pergilah mandi. Aku akan menunggu di meja makan." Dia bangkit dan mencium keningku. Dia berbalik, kemudian berjalan keluar dari kamar tidur. Setelah pintu tertutup di belakangnya, aku baru menyadari apa yang ada disekelilingku.
Aku berada di sebuah kamar tidur dengan nuansa yang putih. Jendela besar yang ada di sisiku tertutup dengan tirai putih. Aku bangkit dari tempat tidur dan memasuki pintu yang ada disampingku. Semua pakianku sudah di keluarkan dari koper. Bahkan, aku melihat ada pakaian yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Aku melihat koperku sendiri sudah tergeletak kosong di sudut walk in closet.
Ketika aku memasuki kamar mandi. Aku melihat bath up nya sudah terisi dengan air. Saat aku mencelupkan tanganku. Airnya masih hangat. Apakah Luke yang menyiapkannya? Tanpa pikir panjang lagi. Aku mulai melepaskan semua pakaianku dan berendam.
Aku bangkit dari bath up dan hanya mengenakan bathrope, lalu menelusuri semua pakaian yang ada di walk in closed. Pandanganku berhenti pada pakaian yang masih baru. Semua pakaiannya adalah pakaian formal. Ada kemeja, blouse, celana panjang, rok, bahkan sepatu heels, semuanya memiliki model dan warna yang berbeda, hingga memenuhi satu rak lemari. Semua ini terlalu berlebihan. Aku menghabiskan menit-menit panjang untuk menentukan pilihan.
Sebuah langkah kaki terdengar di belakangku, membuatku berpaling dari lamunanku. "Ada masalah?"
Aku mendongak dan mendapati Luke berdiri disampingku, "Ini semua berlebihan." Jawabku sambil melambaikan tangan ke arah semua pakaian baru yang ada di lemari.
"Kamu tidak menyukainya?"
Aku menggeleng, "Bukan seperti itu, aku terlalu bingung memilih. Semuanya terlalu bagus."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hunters Moon (Moon Series #1)
Hombres LoboSaat itu adalah malam yang gelap. Aku setengah berlari, ketika mulai menyusuri jalanan yang dingin dan gelap. Beberapa lampu jalanan disekelilingku tidak menyala. Instingku terus-terusan memperingatkan aku untuk berlari. Aku mencoba untuk terus be...