Bab 23: Pengacau

1.3K 132 2
                                    

Aku berlatih bersama Leana hingga sore. Baru ketika dia mengangkat satu telapak tangannya sambil terengah-engah. Kami berdua akhirnya berhenti. Keringat benar-benar membasahi seluruh tubuhku. Nafasku juga pendek-pendek.

Leana langsung merosot, membaringkan tubuhnya di atas rumput sambil menutup wajahnya dengan satu lengannya. "Kurasa, ini saatnya kamu berlatih bersama orang lain."

Aku mengikutinya, berbaring disampingnya. Kepalaku tersentak ke arahnya. "Kenapa?" Aku menuntut.

"Aku sudah kuwalahan. Sebaiknya kamu mulai berlatih bersama Luke. Aku yakin dia bisa menyamai porsi latihanmu yang semakin agresif. Sungguh, sejak kamu bangun dari komamu. Kamu benar-benar berbeda. Aku seperti melihat seorang petarung yang sangat berpengalaman."

Yah, dia setengah benar.

"Aku sudah pernah menolak tawaran berlatih bersama Luke."

Leana berdecak kesal, menarik lengan yang sebelumnya ada di wajahnya dan berbaring miring menghadapku dengan menumpu satu tangannya. "Dia itu pasangan jiwamu.  Kalian sudah mengambil sumpah di hadapan dua Dewa. Yang perlu kamu lakukan hanyalah memintanya. Bahkan jika kamu meminta nyawanya. Aku yakin dia tidak berpikir dua kali untuk menyerahkannya."

"Aku tidak menyadari, kalau kamu benar-benar orang yang puitis." Aku menyindir.

Leana mendengus, "Dain mengatakan padaku, seseorang harus mengetuk kepalamu yang keras itu."

"Yah, sepertinya kalian berdua punya waktu luang yang panjang untuk mengejekku dari belakang." Aku senang mereka menghabiskan waktu bersama.

Menghembuskan nafasku. Aku menutup kedua mataku untuk sekedar beristirahat sebentar. Tapi, sebuah kesadaran menghantamku. "Tunggu, sekarang hari apa?"

Leana berkerut bingung. "Ini hari sabtu, akhir bulan. Ada apa?"

Naskah ku!

Aku bangun dan langsung berdiri. Leana juga mengikuti. "Ada apa, Rhea?" Tanyanya menuntut.

Aku kebingungan. "Aku harusnya mengirim naskahku hari ini. Tapi, aku tidak bisa."

"Ya, ampun. Ruang kerja pribadi Luke punya akses internet. Katakan saja padanya." Leana menggerutu. Dia mengambil botol minumannya dan melambaikan tangannya padaku. "Sampai jumpa. Aku ingin pulang sekarang dan jangan ikut denganku." Ucapnya memperingatkanku sambil berbalik dan berjalan pergi.

Aku benar-benar panik. 'Luke? Kamu ada dimana?'

'Ada apa, Rhea? Ada masalah?'  Tanyanya khwatir.

'Aku membutuhkan akses internet untuk pekerjaanku.'

Aku mendengar suara kelegaan dari dalam kepalaku. 'Aku berada di ruang kerjaku. Datanglah kesini. Laptopmu sudah ada disini.'

Apa? Bagaimana bisa?

Tanpa membuang waktu, aku langsung bergegas masuk ke kastil dan berlari ke ruang kerja pribadinya. Ketika aku sampai, pintunya baru saja terbuka. Jack, Dain, Ethan, dan beberapa Warrior lainnya keluar.

Dain mengangkat satu alisnya saat melihatku, "Sekarang aku tahu, mengapa Luke mengusir kita semua." Godanya.

Jack hanya tersenyum ringan sambil menggelengkan kepalanya. Dia meraih bahu Dain dan menariknya. "Ayolah, jangan menggodanya."

Mereka semua langsung berjalan pergi meninggalkan aku sendirian. Aku masuk tanpa mengetuk pintunya. Ruangan itu masih sama seperti terakhir kalinya aku berkunjung. Perpustakaan kecilnya menggugah minatku. Tapi, karena aku sedang terburu-buru, aku langsung berjalan lurus menembus perpustakaan kecil, hingga sampai di ujung ruangan.

The Hunters Moon (Moon Series #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang