Mataku perlahan terbuka karena sesuatu menggeliat di belakang punggungku. Aku juga merasakan sentuhan seringan bulu di lekukan leherku. Sebuah desahan panjang lolos dari bibirku.
Belaian ringan tepat di atas kulit perutku membuatku mengeluarkan desahan lagi. Aku mendengar suara tawa yang lirih. Lalu di ikuti dengan belaian lainnya. Itu membuatku semakin frustasi dan menginginkannya. Aku berusaha membalikkan tubuhku. Tapi sayangnya, tubuhku tertahan. Dia menahan pinggangku dengan lengannya yang melilit erat. "Aku ingin mendengarmu lagi." Luke berbisik rendah di belakang telingaku. Lalu mengigit telingaku dengan lembut.
Aku mengerang dengan suara keras. Seisi ruangan ini bergema dengan suara eranganku. Luke terkekeh dengan puas dari belakang punggungku.
Suara pintu kamar kami digedor dengan keras, di ikuti suara Leana. "Aku tahu kamu ada di dalam, Rhea." Dia berteriak. "Aku tahu kalian berdua ada didalam."
Luke langsung bangun dan melontarkan sejumlah sumpah serapah. Aku berbalik dan melihat kulit punggung telanjangnya. Aku berusaha tidak melihat kebawah punggungnya. Dia meraup celananya yang tergeletak di kaki tempat tidur dan memakainya dengan cepat.
Kemudian, dia berbalik padaku. Aku menahan nafas. Ada banyak sekali, tanda yang aku tinggalkan di tubuhnya. Aku bahkan tidak ingin menyebutkan dimana persisnya.
"Tetap disana." Ucapnya lembut padaku. Dia berbalik lagi ke pintu kamar kami yang di gedor oleh Leana dan berteriak. "Lima menit."
Gedorannya berhenti.
Luke masuk kedalam walk in closed dan keluar membawa sebuah gaun untukku. Dia berjalan ke arahku sambil memakai kausnya. Sayangnya, kaus itu tidak menutupi tanda yang kutinggalkan semalam.
Dia berdiri di tepat disampingku. Membungkuk, dia membantuku bangun dari tempat tidur. Dia membantuku berpakaian. Menyelipkan gaunnya dari kepalaku dengan bersabar. Karena tubuhku benar-benar terasa seperti jelly. Saat aku memasukan tangan kananku ke dalam lengan gaunnya. Aku melihat kelebatan hitam di jari manisku.
Berhenti sejenak. Aku mengamati tato yang melingkar seperti duri yang mengelilingi jari manis tangan kananku. Warnanya hitam. Bentuknya seperti ranting pohon berduri.
Luke menarik tangan kananku, mengenggamnya dengan kedua tangannya dan mencium tato itu. Saat itulah aku melihat jari manis tangan kanannya. Tato yang sama denganku juga melingkari jarinya.
Saat aku mendongak, aku menemukan tatapannya. "Ikatan kita sudah sempurna, Rhea. Kamu tidak akan bisa meninggalkan aku lagi."
Aku bisa mendengar kelegaan didalam suaranya. Saat aku membuka mulutku untuk membalasnya, suara Leana menghentikanku. "Sudah lewat lima menit!" Dia berteriak dari balik pintu kamar kami.
Luke memutar kedua bola matanya. "Sebaiknya kita segera keluar." Dia mengulurkan kedua lengannya dan mengangkat tubuhku.
"Aku bisa jalan." Gerutuku. Tapi aku tetap mengalungkan kedua lenganku ke lehernya.
"Jangan menguji kesabaran Leana lebih jauh lagi."
Luke berjalan menjauhi tempat tidur kami. Satu tanganku terulur untuk membuka kenop pintu. Saat pintu terbuka, tidak hanya Leana saja yang menunggu kami. Jack, Faye, Dain, dan Ethan. Mereka semua memenuhi ruang tamu kamar pribadi kamar kami.
Leana lah yang paling terdepan diantara mereka. Saat pintunya terbuka. Dia hampir saja mengambil sebuah langkah. Tapi dia langsung tertahan di tempatnya.
Dia memelotiku. Tidak, lebih tepatnya kami berdua. Luke dengan santainya melewati Leana dan berjalan ke arah sofa. Dia menurunkan aku di sofa panjang yang masih kosong. Di seberang kami ada Faye dan Jack yang juga duduk di sofa panjang. Sedangkan Dan masih berdiri di dekat pintu masuk bersama Ethan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hunters Moon (Moon Series #1)
Hombres LoboSaat itu adalah malam yang gelap. Aku setengah berlari, ketika mulai menyusuri jalanan yang dingin dan gelap. Beberapa lampu jalanan disekelilingku tidak menyala. Instingku terus-terusan memperingatkan aku untuk berlari. Aku mencoba untuk terus be...