Sambil menunggu tengah malam, aku berlatih kemampuanku sambil di atas sofa ruang tamu. Dain sudah lama pergi. Dia berjanji akan kembali kemari sebelum tengah malam. Sekarang masih jam sebelas malam. Jari-jari tanganku kebas karena sudah beberapa kali melengkungkannya untuk menggerakkan beberapa vas yang berada di sudut ruangan.
Menarik nafas, aku berkonsentrasi pada sebuah vas besar yang berada di sudut ruangan. Kedua tanganku terulur untuk membantuku menggerakkan vas itu. Ketika telapak tanganku terbuka, vas itu melayang dan seketika, aku menekuk jari-jariku ke dalam. Vas itu terbang cepat ke arahku. Hampir menabrakku. Refleks, aku menghentikannya dengan menahan telapak tanganku berdiri. Vas itu berhenti tepat di hadapanku.
Menghembuskan nafas lega, aku mengangkatnya lagi dengan kemampuanku. Kali ini, aku melakukannya secara perlahan dan menempatkannya kembali ke tempat semula. Pandanganku beralih ke arah meja yang menutupi pintu penghubung. Berkonsentrasi, aku mengulurkan tanganku dan membuka telapak tanganku, meja itu bergetar dan melayang dari tempatnya. Menekuk kedua sikuku, lalu menarik jari-jariku ke dalam dengan perlahan. Meja itu melayang dengan mulus ke hadapanku. Ketika meja itu sampai tepat di hadapanku, aku menghentikannya dengan menahan telapak tanganku tetap berdiri. Tentu saja, vas itu berhenti tepat di hadapanku.
"Bagaimana kamu melakukannya?" Suara Dain mengagetkanku.
Aku mendongak dan menurunkan kedua tanganku. "Aku punya ingatan dan pengetahuan Leon Rufus, kemampuan kami sama dan bahkan orang keduannya juga punya kemampuan sama sepertimu. Bukankah aku sudah membagi ingatannya padamu?" Tanyaku bingung di akhir kalimat.
Dain mengangguk membenarkan sambil berjalan dan duduk di sofa hadapanku. "Yah, ingatan itu memang sangat membantuku. Tapi, sayangnya Lycanku tidak terlalu membantu." '
"Kalian tidak pernah bicara?"
"Selain menggeram, tidak. Kami tidak pernah bicara."Dia menggeleng kuat-kuat.
Aku akan bicara pada Lycannya. Katakan padanya untuk tetap membuka pikirannya.
"Buka pikiranmu. Maeve akan membantumu."
Dain berkerut bingung, "Siapa Maeve dan apa yang dia bantu."
Mencoba bersabar, aku memberitahunya. "Setiap Lycan memiliki nama tengah yang sama dengan nama pemiliknya. Maeve adalah nama tengahku. Dia mencoba berbicara Lycan milikmu, saat ini."
Selesai. Ada sedikit kesalahpahaman diantara mereka. Tapi aku yakin setelah ini mereka berdua akan baik-baik saja.
"Selesai. Coba katakan sesuatu pada Lycanmu."
"Bagaimana?"
"Seperti bicara pada dirimu sendiri." Aku mencoba membantu.
Dain mengangguk, lalu diam selama beberapa saat. Dari pandangan matanya yang melebar. Dia tampak terkejut. Selanjutnya, dia mulai santai dan mengangguk-angguk dalam diam. Aku melirik jam tua yang ada di sudut. Sudah hampir tengah malam.
Aku berdiri, "Ayo, kita turun. Aku tidak mau ketinggalan."
Dain tersentak dari lamunannya dan langsung berdiri. "Ah, ya. Tentu saja."
Kami berdua keluar dari kamarku dan mulai turun. Saat aku keluar dari kastil dan menuju arah gerbang. Sudah ada kerumunan yang berkumpul disana. Mereka semua memakai pakaian gelap, begitu juga denganku dan Dain. Saat kami berjalan mendekat. Aku bisa melihat Luke yang tampak begitu mencolok dan mengintimidasi dibandingkan yang lainnya.
Kali ini, dia memancarkan aura kepemimpinannya yang kental. Hingga membuatku merasa sedikit terganggu. Dia tidak menyadari kehadiranku karena sedang berdiskusi dengan Jack dan beberapa Warriornya. Baru ketika aku berhenti di dekatnya, dia menyadari kehadiranku dan berbalik. "Jika kamu terlambat dua menit lagi. Aku benar-benar akan meninggalkanmu." Ucapnya datar dan dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hunters Moon (Moon Series #1)
Hombres LoboSaat itu adalah malam yang gelap. Aku setengah berlari, ketika mulai menyusuri jalanan yang dingin dan gelap. Beberapa lampu jalanan disekelilingku tidak menyala. Instingku terus-terusan memperingatkan aku untuk berlari. Aku mencoba untuk terus be...