Orang itu juga terkejut saat matanya beradu dengan Azlan. Ia adalah teman dari prajurit yang Azlan pukul kemaluannya. "Aku memang diberi tugas untuk mengawasi, tetapi kenapa harus anak-anak bermasalah seperti kalian!?" Wajahnya mulai memerah. "Dengar, ya, kami dimarahi habis-habisan gara-gara kalian. Dan yang lebih buruk, instruktur memberi porsi latihan ekstra dan itu lebih berat. Kalian pembawa sial!"
Meskipun mereka menderita, tetapi Azlan tidak menyesali perbuatannya. Jauh di dalam hati, Azlan begitu puas. Lagi pula, mereka duluan yang memulai dengan menghancurkan bingkisan Marie sehingga memicu perkelahian.
"Kenapa Paman tidak menolaknya?" tanya Aeiry. "Paman bisa melapor sekarang dengan Pak Daniz jika tidak mau. Kami tidak akan keberatan."
"Tidak perlu, Aeiry. Biar aku saja yang melapor. Aku akan mengatakan dia menolak mentah-mentah karena tugas ini terlalu remeh dan mengeluh terus-menerus terhadap instruktur." Azlan tersenyum licik sampai terlihat giginya. "Tentu saja Pak Daniz akan percaya karena anak-anak biasanya jujur. Kemungkinan terburuk, Pak Daniz dan instruktur akan memarahimu serta menambah porsi latihan. Bagaimana? Masih mau mengeluh?"
Mau tidak mau ia harus menurut dengan anak-anak itu. Tidak hanya pandai berkelahi, mereka juga pandai bermain kata, licik, dan suka mengancam. "Anak-anak abnormal" julukan itu sangat cocok untuk mereka.
Ada sekitar tiga kereta kuda dengan ukuran berbeda, yang paling besar biasanya mengangkut daging hewan buruan, yang sedang untuk buah-buahan dan sayur, sedangkan yang kecil untuk membawa tanaman obat. Hal ini sering prajurit lakukan sembari menunggu kiriman stok makanan dan setiap kereta berisi empat sampai lima orang.
Kereta kuda mulai melaju meninggalkan Kota Militer. Rasanya sangat menyenangkan untuk Aeiry, ia terlihat memandang ke sana kemari sambil menarik dan mengembuskan napasnya. Baginya, udara di luar lebih segar daripada di Kota Militer yang suram serta terlihat menyeramkan. Dengan wajah penuh aura kebahagiaan, Aeiry berharap bisa menikmati perjalanan ini tanpa gangguan.
Namun, ekspektasi terkadang tidak sesuai dengan keinginan. Seorang prajurit yang berada di seberangnya tiba-tiba menggenggam kerah Azlan. "Bocah! Melihat wajahmu, rasanya aku ingin muntah!"
Satu prajurit ikut berkata, "Melawan prajurit dan melukai instruktur! Dan kau juga mengancam pengawas! Kau bernyali juga! Aku tidak bisa membedakan antara kalian bodoh atau berani, hampir semua prajurit membenci kalian! Jika tidak ada pengawas, sudah kubuat kau babak belur!"
Setelahnya, prajurit melepaskan genggamannya dan mendorong Azlan sampai membentur dinding kayu.
Aeiry langsung mengusap punggung Azlan. Namun, ia merasa Azlan berbeda. Azlan memilih diam dan tidak meledak-ledak seperti biasanya karena tidak ingin mengacaukan kebahagian Aeiry yang bisa pergi dari Kota Militer. Pengawas mereka juga memperingkatkan dua prajurit agar tidak berbuat onar.
Respon Azlan yang hanya diam saja memicu rasa kesal dua prajurit itu. Mereka merasa diabaikan dan tidak dianggap ada. Keduanya lalu menyerang Azlan dengan kata-kata yang menyakitkan telinga dan itu terus dilakukan sepanjang perjalanan. Pengawas juga menegur. Namun, mereka semakin keras melancarkan hinaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Journey Of Five Child's Season 1 [End]
FantasyMenceritakan tentang kelima anak yatim piatu yang kebahagiaannya terenggut paksa akibat peperangan, tidak hanya itu. pemerintah juga mengambil alih kendali atas nasib mereka dengan mengirim ke kamp militer. Kehidupan di tempat pelatihan pun tidak b...