Chapter Tujuh Belas

105 69 45
                                    

Louis tidak menyangka suara itu berasal dari teman yang ada di sebelahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Louis tidak menyangka suara itu berasal dari teman yang ada di sebelahnya. Yaitu Halley, gadis cantik itu terlihat menyeringai seram sambil menggerakkan kepalanya ke kanan dan kiri. Bisa dibilang, ini adalah kode kalau Halley akan berpartisipasi dalam insiden ini.

Pikiran Louis semakin berat setelah melihatnya. Jujur saja, dirinya ingin menahan teman-temannya. Namun, Azlan yang menyerang terlebih dahulu berhasil memicu rasa ingin balas dendam William dan Halley. Di lain sisi, Louis juga kalah jumlah sehingga tidak memungkinkan untuk melakukannya.

Berbeda dengan Louis. Kepercayaan diri dan mental Azlan meningkat saat melihat teman-temannya mendekat. "Akhirnya mereka sadar juga, bahwa kesabaran tidak selalu berakhir baik. Terkadang kita harus melawan balik untuk menuntaskannya."

Melihat William mulai berlari, Azlan menyerang lagi dengan sihir api andalannya, tentunya prajurit itu bisa menghindar karena serangannya berasal dari depan.

Kini Halley berdiri tepat di depan orang yang sudah Azlan tumbangkan. Prajurit itu terlihat kesakitan sambil mengucap sumpah serapah. Namun, bagi Halley itu adalah irama merdu yang ia sukai. Tidak berselang lama Halley menambah rasa sakit itu dengan menendang kepala prajurit untuk meredakan emosi dan bergegas menuju tempat Azlan.

William juga sudah bergabung dengan Azlan. Keduanya mulai melancarkan pukulan sambil melompat. Sialnya, prajurit itu berhasil menahan tanpa kendala sedikit pun dan melempar William cukup jauh. Kondisi semakin memburuk setelah leher Azlan dicekik prajurit, matanya mulai buram dan napasnya terasa sudah diujung.

"Apa yang bisa diperbuat gadis kecil sepertimu!" Prajurit itu menoleh ke belakang dan mendapati Halley. "Lihatlah, bahkan teman laki-lakimu tidak bisa melawanku. Kembali saja ke tendamu kalau tidak mau seperti mereka!"

Halley kembali meradang. Tidak hanya merusak bingkisan Marie, dia juga meremehkannya hanya karena Halley seorang gadis kecil. Tanpa basa-basi, Halley melompat, naik perlahan, serta mengunci kuat lehernya dengan tangan.

Halley mulai menunjukan sisi kejamnya. Tidak hanya mengunci leher, dirinya juga menggigit dan menarik telinga sebelah kanan sang prajurit dengan giginya. Hal ini tentunya membuat sang prajurit kewalahan karena keterbatasan pada pernapasan dan rasa sakit yang menggerogotinya.

Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Prajurit yang terus-menerus bergerak berhasil membuat Halley terombang-ambing dan terjatuh. Bersamaan dengan itu, cekikan leher pada Azlan juga terlepas sehingga membuatnya batuk beberapa kali.

"Terima kasih ... Halley. Aku selamat berkat dirimu," ucap Azlan sambil memegangi lehernya.

Prajurit itu memberikan tatapan tajam kepada Halley. "Brengsek! Hampir saja telingaku putus!" Ia berlari menuju Halley dan tanpa ragu menendangnya. Namun, Azlan segera menahan tendangan itu dengan kedua tangan dan membuatnya terpental jauh ke belakang.

"Azlan!" teriak Halley.

Di lain tempat. Usai menyaksikan William dan Azlan yang terpental, fokus Louis tertuju pada Halley yang bergerak mundur dengan posisi duduk. Sinar mata Halley memancarkan rasa syok karena perbedaan kekuatan dan melihat kebengisan prajurit yang menyerang Azlan. Lebih tepatnya, Halley merasa putus asa.

Rasa bimbang Louis mulai memudar saat melihat prajurit menggenggam kerah Halley dan bersiap memukul. Dengan penuh keyakinan dirinya mengeluarkan ketapel, lengkap dengan peluru kecil dari kayu yang ia buat saat waktu luang.

Ia menarik ketapel sekencang-kencangnya dengan mata yang fokus membidik. "Aku akan menerima risikonya nanti, teman-temanku lebih berharga dari hukuman instruktur sialan itu!"

Louis berhasil mendaratkan sebuah batu di pelipis prajurit dan diikuti oleh beberapa peluru kayu tajam pada serangan kedua yang menancap pada tangannya. Terlihat sepele, tetapi serangannya mampu membuat pelipisnya berdarah dan melemahkan cengkeraman pada kerah Halley.

"Halley, mana semangat bertarungmu tadi!? Jangan ragu untuk menyerang, aku akan membantumu!" teriak Louis.

Terdengar sederhana. Namun, mampu mengobarkan semangat Halley yang sempat putus asa. Dirinya berhasil lepas dari cengkeraman berkat memberontak paksa dan melompat untuk menyerang lagi. Kuku panjang Halley berhasil mencakar dari pelipis yang berdarah sampai area mulut. Halley kembali menyeringai seakan menikmati pertarungan ini.

"Kurang ajar! Setelah ini kalian akan menerima hukuman karena berani menantang kami, kalian memang tidak punya sopan sant—"

Belum sempat menyelesaikan kata-kata, sebuah bola api melaju ke arah prajurit dan hampir membakar wajahnya . Namun, ia bisa menghindar. Hal ini tentunya semakin membuatnya marah dan ia sepertinya tahu siapa pelakunya.

William yang terlempar sudah bangkit kembali. "Berhentilah membicarakan sopan santun! kalian sendiri tidak manusiawi." William menunjuk kurungan Aeiry dengan amarah. "Lihatlah teman kami. Tidak puas menyiksa dan memberikan luka berat, kalian menambah dengan mengurungnya sepanjang malam. Mana yang lebih buruk! Kami atau kalian!?"

"Sakit! Panas! Untung saja tanganku tidak patah!" Azlan mengusap tangannya yang kemerah-merahan. "Tidak hanya buruk, kalian juga gila! Keras terhadap laki-laki dan kalian juga memaksakan para wanita berlatih meskipun mereka sudah mencapai batasnya. Aku masih ingat! Kalian juga dengan entengnya mengayunkan pedang dan membunuh seseorang. Selain itu, aku juga ingin membalas tendanganmu barusan!"

Tidak berselang lama, prajurit yang satunya telah berdiri kembali. Wajahnya sedikit berdarah dan ngilu masih dia rasakan akibat serangan Halley dan Azlan berikan.

Tidak ada jalan keluar dari situasi ini. Dua melawan empat. Mau tidak mau mereka harus membagi menjadi dua kelompok karena akan sangat menyulitkan menghadapi keduanya secara langsung.

Azlan menuju Halley, sementara Louis dengan William. Kombinasi ini cukup seimbang karena adanya penyerang jarak dekat dan jauh.

William dan Halley mulai mengeluarkan sesuatu dari balik baju. Sebuah pedang kayu pendek berwarna cokelat kehitaman, Ini adalah senjata yang diberikan Robert kepada mereka berdua sebagai alat untuk berlatih selama di gereja.

"Memangnya kenapa kalau kalian mengeluarkan senjata!?" Prajurit itu meremehkan Halley dan William. "Itu tidak akan membuat kalian mena—"

Lagi-lagi sebuah batu menghantam pipi prajurit. Minimnya cahaya saat malam membuatnya sulit untuk melihat. Apalagi, batu yang Louis gunakan sangat kecil.

William mulai maju, tidak menyia-nyiakan kesempatan, dan menyerang titik vital lagi. Namun, prajurit itu bisa menghindar karena tidak mau terkena serangan yang sama dua kali.

"Kalian anak-anak menyebalkan! Bisa-bisanya terus mengincar kemaluan seseorang!" teriaknya.

William tidak merespon, ia menatap prajurit dan tidak akan melepaskannya. Namun, fokusnya terganggu akibat banyaknya suara langkah kaki mendekat.

Daniz, instruktur, dan beberapa prajurit serta penyihir datang ke tempat mereka. Semakin menambah runyam situasi, semuanya terkejut karena ini pertama kalinya mereka melihat anak-anak melawan prajurit kerajaan dan berhasil memberikan beberapa luka yang terbilang memalukan.

"Lihatlah. Mereka bisa melukai prajurit kerajaan. Jika mereka lebih kuat, mungkin bisa membunuh satu orang prajurit," jelas instruktur pada Daniz.

Azlan diam sesaat, menatap kerumuman, dan mendapati instruktur menjengkelkan itu. Lagi dan lagi, ia memajukan kedua tangan lalu membentuk sebuah bola api dengan energi sihirnya. Lama kelamaan bola itu membesar dan semakin panas saat angin berembus.

"Terima ini. Brengsek!" teriak Azlan.

BERSAMBUNG

Journey Of Five Child's Season 1 [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang