Menceritakan tentang kelima anak yatim piatu yang kebahagiaannya terenggut paksa akibat peperangan, tidak hanya itu. pemerintah juga mengambil alih kendali atas nasib mereka dengan mengirim ke kamp militer.
Kehidupan di tempat pelatihan pun tidak b...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kekecewaan terukir jelas di wajah anak-anak itu. Isi suratnya benar-benar mengguncang mereka. Singkatnya, pemberhentian sementara stok makanan untuk kelimanya dan mendisiplinkan mereka dengan segala cara atas perintah raja. Kini semuanya jelas, alasan dibalik kekasaran prajurit serta diusirnya mereka dari tempat pengambilan makanan.
Surat ini juga ditujukan agar para warga tidak melakukan hal serupa. Selain itu, raja tidak bisa membiarkan masalah ini berlarut-larut, takut anak-anak itu akan menyebabkan masalah baru dan membuat kepercayaan prajurit terhadap raja menurun, karena tidak mampu mengurus hal sepele.
"Bagaimana bisa raja memberikan surat seperti ini!" Emosi William membara. "Kalian membawa paksa kami, menyuruh berlatih, dan dengan entengnya menyuruh membunuh goblin. Namun, inikah yang kami dapat! Yang benar saja!"
"Dengar! Apa salahnya kami membela Aeiry saat ditindas!? Bukankah itu sudah sifat manusia untuk melindungi satu sama lain." Halley mengeluarkan keluh kesahnya.
Louis mengusap punggung William dan Halley, memberi mereka ketenangan. Setidaknya, Louis ingin berbicara santai dengan Daniz untuk mencari solusi dari permasalahan akibat surat ini.
"Setidaknya berikan keringanan? Tidak sepenuhnya perkelahian itu kesalahan kami," ucap Louis, "jika saja prajurit itu tidak menghancurkan bingkisan Bibi Marie yang berharga, maka hal itu tidak terjadi!"
Daniz membuang napasnya lemas, ia juga menyadari hukuman ini terlalu berat untuk anak seusia mereka. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa karena perintah raja adalah mutlak, selain itu dirinya tidak ingin dimusuhi oleh prajurit hanya karena melindungi anak-anak.
"Aku tahu, menyeret paksa kalian ke sini dan memberikan pelatihan itu salah. Namun, ini semua demi kerajaan," ujar Daniz, "aku hanya bisa memberi kalian izin berburu. Jadi, pergi dan terimalah hukuman kalian."
Sekali lagi, mereka harus pergi dengan kekecewaan dan tidak mendapat apa-apa. Namun, yang lebih menyakitkan terjadi setelah ketiganya tiba di tenda peristirahatan. Aeiry dan Azlan terkapar di tanah dengan badan penuh pasir serta luka-luka.
William dengan cepat berlari menuju Aeiry, meletakkan tubuh mungil itu ke dalam pelukannya, mengekspresikan kepanikan yang mendalam. "Sadarlah, Aeiry! Apa yang terjadi? Siapa yang melakukan semua ini!?" William menepuk pipinya.
Tiba-tiba saja seorang pria paruh baya mendekat, memberi tahu kejadian itu secara singkat. Sekitar delapan prajurit masuk ke tenda Aeiry dan Azlan, mengambil paksa stok makanan mereka. Namun, keduanya melakukan perlawanan dan akhirnya berakhir menjadi samsak para prajurit.
"Maaf, kami tidak bisa membantu kalian, para prajurit tiba-tiba mengarahkan senjata pada siapa saja yang mendekat," ungkap pria itu.
William yang awalnya ingin marah kepada warga karena membiarkan saja, perlahan menurunkan emosinya karena memahami kondisi sulit mereka. Halley dan Louis kembali lagi membantu Azlan yang terluka lebih parah dari Aeiry.