Chapter Tujuh

275 208 155
                                    

Suatu tempat di Kota Solzerinos

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suatu tempat di Kota Solzerinos.

Seorang pria mendapatkan kiriman surat lalu membaca isinya. "Sudah lama aku tidak melakukannya." Setelah itu ia menyeringai seram sambil berbicara dengan pedangnya. "Kau merindukan darah yang segar, 'kan?"

***

Pagi hari saat sang surya bahkan belum menampakkan cahayanya, para prajurit mulai membangunkan orang-orang yang tertidur. Baik pria, wanita, maupun anak-anak untuk sarapan bersama.

Selang beberapa saat, mereka semua dibawa ke tanah lapang tempat pelatihan yang berada di belakang tenda Daniz. Di sana sudah ada beberapa alat simulasi latihan seperti pedang, pisau, busur panah, perisai, dan semuanya berbahan kayu. Tidak hanya prajurit, tetapi ada juga penyihir kerajaan dengan jubah hitam.

Mereka dikelompokkan berdasarkan kesamaan senjata. Namun, tetap dibagi menjadi kelompok laki-laki, perempuan, dan anak-anak.

Jujur saja, ada rasa takut dalam benak mereka ketika melihat beragam senjata kayu itu. Ketakutan akan kehancuran, rasa sakit, atau bahkan disuruh membunuh seseorang di masa yang akan datang. Namun, mereka tidak bisa berbuat apa-apa.

Untuk pemilihan senjata pun beragam, seperti William dan Halley yang memilih pedang, begitupun Louis serta Aeiry yang menyukai panah, dan pilihan Azlan jatuh kepada pisau, di sisi lain ia sebenarnya juga tertarik dengan sihir.

"Dengar! Untuk pelatihan orang dewasa akan berlangsung sampai sore hari!" teriak seorang instruktur. "Sedangkan anak-anak hanya setengah hari, sisanya nanti akan diberi arahan oleh Pak Daniz! Mengerti?!"

Sesuai perkataannya, orang-orang mulai berlatih dengan senjata masing-masing sambil dibimbing oleh beberapa prajurit. Ada yang belum mahir memanah, asal-asalan mengayunkan pedang, belajar memahami penggunaan perisai, dan kebanyakan dari kelompok perempuan. Namun, instruktur bisa mentolerir hal tersebut karena kebanyakan perempuan cenderung lembut dan tidak menyukai kekerasan.

Kini matahari tepat berada di atas kepala mereka dan latihan dihentikan sementara untuk beristirahat, waktu yang tepat bagi kelima sahabat itu untuk makan siang bersama.

Tidak jauh dari tempat peristirahatan mereka, terlihat kerumunan orang seperti menyaksikan sesuatu, sehingga mengundang pertanyaan dalam benak Louis.

"Ada apa di sana? Apakah ada pengumuman lagi?" Louis berdiri sambil melihat ke kerumunan itu.

"Entah, saat berlatih tadi. Aku melihat seorang pria sedang dikawal oleh beberapa prajurit," tutur William.

Halley beranjak dari duduknya. "Aku penasaran, mari kita ke sana."

Aeiry yang selesai melahap rotinya kemudian berkata, "Kak, jangan berpikir untuk pergi ke situ. Ae merasakan sesuatu yang buruk."

Ucapan Aeiry sama sekali tidak digubris. Wajar saja, kebanyakan anak kecil memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Meskipun demikian, dalam beberapa kasus, rasa ingin tahu terkadang bisa menjadi masalah baru.

Journey Of Five Child's Season 1 [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang