0.21 berteriak

163 26 0
                                    

Plak....

Entah sejak kapan jisoo berada di tengah pertengkaran ini tapi yang jelas ia mendengar semuanya. Ia melihat bagaimana kesakitan sang adik.

Ia dan keluarganya mencoba untuk tidak membeberkan fakta menyakitkan itu tapi ayahnya dengan tega mengucapkan setiap kalimat yang akan menyakiti adik bungsunya.

Seo jeon menyentuh pipi kanan yang putrinya sentuh, ia tidak percaya putri kebanggaan nya rela melakukan itu demi gadis yang bukan adiknya.

"Jisoo kau berani menampar appa hanya demi dia"

"Hanya demi dia kau bilang, demi dia yang kau bilang itu adikku appa" jisoo tidak meninggikan suaranya namun menusuk di telinga seo jeon.

"Eonni jadi semua itu fakta? Aku bukan adikmu?". Lisa menatap jisoo dengan sayu.

Jisoo menangkup wajah Lisa seolah memberikan kekuatan untuk sang adik. Ia juga beberapa kali menggeleng agar Lisa tidak percaya pada seo jeon. "Lisa adik eonni, jangan dengarkan appa, appa sedang marah. Lisa kan tau appa kalo marah seperti apa"

"Itu faktanya jisoo dan dia tidak bisa menyangkal"

Jisoo menatap sang ayah dengan tajam, kenapa seo jeon terus mengatakan hal yang tidak seharusnya ia katakan.

"Itu sebabnya appa, eomma dan kalian tidak pernah menganggap aku ada selama ini"

Tatapan semua yang semula mengarah sembarang arah kini terkunci pada Lisa.

Bukankah itu fakta? Tapi kenapa terasa sakit ketika Lisa yang mengatakan nya.

"Itu sebabnya appa selalu memukulku, karena aku bukan darah daging mu appa"

Lisa melangkah secara tertatih menghampiri sang ayah kemudian mencekal lengan seo jeon, lengan itu ia tarik ke atas.

" Kalo begitu pukul aku lagi appa, ayok gunakan tanganmu ini untuk menghabisiku"

Nafas seo jeon tercekat, entah kenapa amarah yang semula membara kini hilang entah kemana. Ia terdiam tidak berkutik.

"Kenapa diam, bukankah aku ini bukan anakmu, itukan alasanmu terus memukulku sekarang aku sudah mengetahui semuanya jadi ayok perjelas saja pukulan mu appa, aku akan diam tidak akan memberontak"

Baik jisoo maupun yang lain hanya menatap Lisa dengan tangis yang sudah terisak. Sakit rasanya ketika melihat bungsu keluarga park hancur seperti ini.

"Lisa" Jennie maju hendak menyentuh Lisa namun sang empu langsung memundurkan langkahnya menghindar.

"Oh gudang, kurung aku di sana appa selama yang kau mau aku tidak akan berteriak, aku tidak akan membantah, ayo kurung aku" Lisa mencekal lengan sang ayah menarik-narik lengan kekar itu. Namun seo jeon hanya diam.

"Kenapa diam saja, kenapa tangan yang semula terus memukulku sekarang diam tidak berkutik hah" Lisa muak, sekarang ia akan melupakan semua amarahnya. Masa bodo dengan reaksi keluarga nya nanti.

Lisa tidak lagi berteriak ia diam dengan tangan yang masih sibuk menenangkan perutnya.

Ruangan yang semula berantakan, penuh dengan amarah saling sahut antara anak dan ayah sekarang berubah seketika, hanya ada keheningan di dalamnya.

Cukup lama berdiam akhirnya Lisa kembali bersuara. "Dimana kedua orang tua kandungku" Lisa mendongak menatap anggota keluarganya satu persatu.

"Kenap diam, dimana keluarga ku"

"Kami keluarga mu Lisa. Siapa lagi yang kau maksud" Jennie menjawab pertanyaan adiknya.

"Eonni jangan bertele-tele dimana keluarga ku, jika aku bukan anak appa dan eomma berarti aku anak seseorang kan?"

Minyoung terdiam, bukan tidak mau mengatakan yang sebenarnya hanya saja ia tidak sanggup harus mengatakan kenyataan pahit tentang Lisa yang di buang ibu kandungnya.

Mendengar kabar bahwa dia bukan anaknya saja sehancur ini apalah jika Lisa harus mengetahui fakta bahwa dirinya di buang, akan sehancur apa hati anaknya.

"Masuk kamar mu Lisa"

Cukup lama terdiam akhirnya seo jeon kembali bersuara.

"Tidak sebelum aku mengetahui siapa orang tua kandungku"

"Aku bilang masuk ke kamarmu park Lisa"

Sebelum sang ayah kembali murka Jennie dengan cekatan membawa sang adik naik ke atas. Di ikuti Jennie dan rose.

"Duduklah sayang" jennie mendudukkan Lisa di ranjang serba kuning itu.

"Eonni apa kalian tahu semua ini?" Lisa mendongak menatap ketiga Kakanya satu persatu.

Rose mengangguk mengiyakan pertanyaan sang adik.

Lisa menghela nafas tidak percaya, mereka semua tau tapi tidak ada yang memberitahunya padahal yang paling berhak mengetahui ini semua Lisa sendiri karena ini hidupnya.

"Maafkan kami Lisa, eonni tidak ingin Lisa mengetahui fakta menyakitkan ini"

"Kenapa eonni, bukankah Lisa berhak tau semuanya, ini menyangkut hidup Lisa" Lisa kembali terisak.

"Dengar, siapapun Lisa. Lisa tetap adik manja eonni, lisa kesayangan eonni" Jennie duduk di samping sang adik mencoba menenangkan bungsu itu.

"Keluar eonni Lisa ingin sendiri".

"Tidak Lisa, eonni harus menemani mu"

"Aku bilang keluar eonni" Jennie dan kedua saudarinya terkejut ketika Lisa berteriak cukup nyaring.

Mau tidak mau mereka menuruti sang bungsu, menurutnya lebih baik membiarkan Lisa sendiri dulu sampai keadaan mulai kembali baik.

Prang...

Suara benda jatuh terdengar nyaring, Lisa melempar semua barang yang ada di kamarnya. Dari pas bunga, foto keluarga. Semua benda yang ada di hadapan gadis itu ia lempar ke sembarang arah hingga pecah tak berbentuk.

"Aaaa, kenapa hidupku serumit ini tuhan" Lisa luruh, ia bersandar pada pintu dengan wajah yang ia tangkup dengan kedua tangannya.

"Kenapa aku harus di lahirkan jika harus seperti ini"

Jennie menangis di balik pintu kamar Lisa, ia dan kedua saudarinya mendengar setiap keluh kesah sang adik.

BAHAGIA? (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang