Episode, 24

285 20 1
                                    

Nickolas membawa Nathan ke taman kecil di sekitar area sana untuk berbincang-bincang. Awalnya, suasana terasa canggung, dengan keduanya saling diam setelah baru saja duduk di kursi taman.

"Anu--" - Nathan
"Itu--" - Nickolas.

Sudah mencoba memulai pembicaraan tapi malah berbicara bersamaan dan malah terulang

"Anu--" - Nickolas
"Itu--" - Nathan.

"...."

"...."

Diam bebarengan, saling pandang-pandangan kemudian tertawa bebarengan "Hehehe"

"Kau duluan saja," kata Nathan.

"Elo lah, Amm... maksudku kamu aja yang duluan, lagipula tadi yang ngajakin ngobrol kan kamu," balas Nickolas sambil meraih rumput di sebelah kakinya, lalu menggigitnya.

"Kau saja," ujar Nathan.

"Kamu," balas Nickolas.

"Kau" kata Nathan lagi.

"Hehehe," mereka berdua tertawa bersama lagi.

"Anu..." Nathan merasa gugup ingin memulai pembicaraan.

"Anu-nya siapa?" Nickolas mengangkat satu alis.

"...." Nathan yang masih kebingungan mau berkata apa, akhirnya memilih untuk bertanya dengan kalimat lain, "Bagaimana dengan kondisimu sekarang?"

"Tadi udah ku bilang kalo anu-ku gak selemah itu,"

"Cih, kau ni ngomong apa?"

"Hehe, maksudku… Tubuhku tidak selemah yang kamu pikir,"

"Ikut aku" Nickolas meraih tangan Nathan lagi

"Ke mana?"

"Pulang"

"Tapi, itu… Anu," Nathan masih ragu.

"Haiyah... ona, anu, kita anu-anuannya nanti aja" Nickolas mencoba meredakan kebingungan Nathan.

"Hah?" Tapi justru Nathan tambah bingung dengan kosa-kata itu.

"Hehe, ayo lah..."

Nickolas menarik tangan Nathan, berjalan ke pinggir jalan raya dan melambaikan tangan ke arah taksi yang melintas. Tak lama kemudian sebuah taksi berhenti.

"Ayo naik," ajak Nickolas.

___

Dalam mobil keduanya diam. Nathan menoleh ke arah jendela di sisi kiri, masih terbenam dalam pikiran dengan banyak pertanyaan yang belum diajukan kepada Nickolas karena ia merasa kesulitan merangkai kata-kata yang tepat. Terlebih lagi, berbicara serius dengan seseorang seperti Nickolas terasa sangat sulit bagi Nathan.

Sementara itu, Nickolas, meskipun juga memiliki banyak pertanyaan, tampaknya perasaan senangnya melihat kembaran nyata dapat dipegang, menutupi rasa ingin tahunya.

"Duh duh awh awh... kepalaku nyeri sekali, aahh" Nickolas pura-pura memejamkan mata, mendekat, merangkulkan diri ke tubuh Nathan dan menyandarkan kepalanya pada pundak Nathan.

"Aihh..." Nathan merasa risih awalnya  tetapi akhirnya dia membiarkannya saja, menyadari Nickolas lemas.

"Kau baik-baik saja?"

"Sshhh... sakit sekali palaku" Nickolas mengenggam tangan Nathan dan meletakkannya di dada.

" ? " - Nathan.

___

Mereka tiba di rumah sekitar pukul 03:30.

Setelah turun dari taksi dan berdiri di depan gerbang, Nickolas beranjak sejenak ke sisi pinggir gerbang.

"Kamu tunggu bentar, aku mau ngambil harta karun rahasiaku dulu," katanya sambil memberikan kedipan mata.

Nathan mengangkat satu alis, merasa tingkah Nickolas sedikit aneh.

Setelah membuka pintu gerbang, keduanya berdiri di depan pintu rumah. Nickolas ingat tidak membawa kunci cadangan.

Selama ini, Nickolas sering pergi keluar masuk rumah pada sembarang waktu tanpa perlu menekan bel rumah. Namun, kali ini, ia terpaksa harus menekan bel rumah.

Ting... Tong... Ting... Tong...

Pintu pun dibuka oleh Bu Lia.

"Loh, Kak Nicko?" Bu Lia agak heran, karena jarang sekali Nickolas menekan bel rumah pada jam segini. Dia belum melihat Nathan karena Nathan berdiri di belakang Nickolas.

"Ganggu tidur ya, Bu?" sapa Nickolas sambil meraih tangan Nathan di belakangnya "Ayo masuk."

"Loh, loh, loh, Kak Nicko... Kak Nicko kok ada dua?" Bu Lia kaget, mengucek-ngucek kedua mata, mengira sedang berhalusinasi karena baru bangun tidur nyawa belum kumpul.

NickolasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang