Chapter 14

6.9K 618 16
                                    

Rosie menegakkan tubuhnya ketika sosok perempuan cantik bertubuh semampai duduk di sampingnya dengan anggun.

Dengan gelas berkaki yang tengah di genggamnya. Perempuan itu jelas terlihat semakin cantik dan tanpa celah.

Berbanding terbalik dengan Rosie yang nampak kucel dan menyedihkan di sini.

Jangan ditanya bagaimana penampilannya saat ini. Setelan dress yang dikenakannya memiliki harga yang setara dengan setengah gajinya.

Namun walaupun menggunakan dress mahal ini. Aura dirinya sama sekali tidak memberikan aura yang bisa menandingi keluarga kecil di sekitarnya saat ini.

Keluarga dari suaminya.

Ah... Suaminya. Bahkan semu merah itu terasa di kedua pipinya ketika mengingat sebutan baru yang diperuntukkan untuk pria yang merupakan bos di kantornya.

Ya! Ia telah menikah.

Menikah dengan pria yang nyaris sempurna yang bahkan menyandang nama Leviero di belakang namanya.

Lucky me!

Rosie bahkan tidak tau harus memantaskan diri seperti apalagi dengan posisi yang jelas terlihat berbeda di antara semua orang.

Termasuk dari adik iparnya saat ini.

Perempuan itu sangat sempurna berbeda dengan dirinya yang hanya Upik abu.

"Kau tidak seburuk itu, kakak ipar" suara Gwen terdengar masuk ke telinganya dan membuat Rosie terkesiap kaget.

Gwen terlihat meliriknya sekilas dan tersenyum. Sebelum menyesap minumannya perlahan.

"Jangan menunjukkan wajah terkejut begitu, kau terlalu mudah di baca, kakak ipar. Apalagi jika di baca oleh dokter psikolog sepertiku"

Rosie tersenyum kecut mendengarnya sebelum mulai menyesap minumannya sendiri.

"Aku tidak pernah tau dokter psikologi mampu membaca pikiran orang" celetuk Rosie dan kali ini Gwen tersenyum lebih lebar.

Gwen memiliki wajah yang ramah dan didukung perempuan itu adalah dokter psikologi ternama di London.

Dan lihat ? Bagaimana bisa dirinya tidak minder dengan kenyataan ia baru saja menikah dengan keluarga yang sangat berbanding terbalik dengannya.

Jangan salahkan mentalnya yang kecil ini.

"Aku menyukaimu kakak ipar. Tidak kaget jika kakak brengsekku menggilaimu" jelas Gwen yang membuatnya langsung menoleh terkejut

Gwen tertawa sejenak sebelum dagunya bergerak mengarah pada sosok pria dengan kemeja hitam dan celana pendeknya di ujung taman belakang.

Pria itu terlihat duduk di kursi yang berhadapan dengan Gideon yang tengah berbicara. Senyuman pria itu terlihat tujukan padanya saat mata mereka bertatapan.

Melihat hal itu Rosie langsung mengalihkan pandangan matanya. Hal itu tak luput dari pandangan mata Gwen yang langsung ikut tersenyum sebelum kembali menyesap minumannya.

"Kau bisa lihat sendiri" celetuk Gwen yang membuat Rosie menoleh.

"Apa ?" Gwen mengedikkan bahunya dan menaruh gelas miliknya.

"Kakakku menggilaimu dan kurasa kau tidak perlu khawatir tentang dirimu. Kau benar-benar diterima di sini" ucap Gwen seolah tau perasaan yang tengah dirasakan Rosie.

Rosie bukanlah orang yang mudah mengungkapkan isi hati ataupun pikirannya. Namun menatap sosok perempuan yang menjadi adik iparnya yang merupakan psikolog benar-benar menawarkan kenyamanan untuk bercerita.

Married The Perfect HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang