16. Menyelesaikan Pendidikan

62 51 2
                                    

Zayn menatap nanar, anak yang selalu ia banding-bandingkan kini tengah terbaring di ranjang rumah sakit, kiranya sudah memakan waktu setengah jam matanya terpejam. Tubuhnya tak memberi respon. Mustika masih sibuk mengotak-atik ponselnya sebab harus menghubungi klien untuk meminta maaf karena harus menunda pekerjaannya. Pak Hamid terduduk lesu di bilik kamar mandi, perasaan gundah menggerayangi, ia menyalahkan diri atas kelalaian dan ketidak-siapannya dalam menjaga gadis itu. Tidak ada yang bisa disalahkan, sebab sudah terlanjur terjadi. Kalaupun ingin menuntut, maka mintalah meminta pertanggung-jawaban pada sang pelaku, yakni Juwita.

Air mata enggan beranjak pergi dari kelopak mata yang jika sedang tidak terpejam akan nampak begitu bening, binarnya mampu memikat siapapun yang memandang. Falah lari tergopoh-gopoh, rupanya pemuda itu baru saja selesai kelas, ia menempuh waktu hampir empat jam penuh agar bisa melihat kondisi adiknya, beruntung temannya mau mengantar.

"Sya... Kakak di disini. Bangun ya... Sejak kapan kamu diperlakukan seperti ini? Falah sudah tak sanggup lagi membendung air matanya, membiarkannya mengalir begitu saja. Tanpa mendengar penjelasan pun, ia sudah bisa menebak jika adiknya baru saja mendapat aksi perundungan berupa serangan fisik. Jelas sekali, ditambah dengan melihat ada luka lebam di beberapa bagian.

Zayn dan Mustika memilih untuk pulang ke rumah dengan membawa ikut serta Falah. Pemuda itu awalnya menolak mentah-mentah, namun setelah mendapat satu bentakan dari sang ayah, ia hanya mampu menurut. Meninggalkan sang adik dalam kesendirian bukan niatnya sama sekali, namun, ayahnya sudah memasrahkan pada perawat yang bertugas menjaga.

"Hasya butuh kita, Yah..." cicit Falah.

"Dia hanya butuh perawatan, bukan butuh kita. Lagian, kami sebagai orang tua masih punya kewajiban untuk bekerja daripada membuang-buang waktu di rumah sakit. Terus kamu? Kenapa pulang?" Zayn menatap lekat wajah pucat Falah. Pemuda itu tak mungkin berkata jujur jika yang memberi kabar adalah Pak Hamid, bisa-bisa laki-laki paruh baya itu akan dipecat.

"Kebetulan ada beberapa barang yang harus Falah Ambil. Falah janji, setelah Hasya sadar, Falah bakalan berangkat lagi."

"Terus, kelasnya gimana? Izin?" Anggukan Falah semakin membuat amarah Zayn memuncak.

"Ayah rasa semakin kesini kamu semakin ngelunjak. Apa karena Ayah terlalu memanjakan kamu? Kamu enggak salah bergaul kan? Temen kamu yang nganter tadi, itu anak baik-baik bukan?" Pertanyaan Zayn justeru membuat Falah bungkam. Perkara teman saja Zayn begitu posesif kepadanya.

Keesokan harinya Hasya sudah dibolehkan untuk pulang. Meski dokter masih menyuruhnya untuk menginap satu hari lagi, namun Hasya menolak sebab tak mau ketinggalan pelajaran hingga membuatnya harus mengikuti les privat agar bisa segera mengejar materi.

Dirinya kini sudah kelas dua belas, sudah tak punya waktu untuk berleha-leha. Meski dirinya baru saja keluar dari rumah sakit, Zayn masih saja bersikap keras kepadanya. Ia seolah lupa dengan kejadian kemarin yang hampir membuat putrinya kehilangan nyawa, sayangnya, ia masih belum tau tentang cerita keseluruhannya seperti apa.

"Lain kali kalo kamu diperlakukan seperti itu. Lawan! Jangan diem aja. Jangan pura-pura bisu! Kurang lebih seperti itu petuah yang keluar dari mulut pedas Zayn. Meski terkesan menyuruhnya untuk balas dendam, namun justeru mampu menumbuhkan rasa percaya diri baginya, mengobarkan bara api yang sedari dulu telah redup. Mirisnya, yang meredupkan adalah orang tuanya sendiri.

Sampai di sekolah Hasya lagi-lagi menjadi pusat perhatian. Namun, asalnya bukan dari video dua hari yang lalu, saat dirinya dikeroyok laki-laki bajingan. Melainkan lebih ke cibiran maupun cacian, bahkan ada yang sampai meludah tepat di samping Hasya. Gadis itu belum menyadari apa yang membuatnya kembali diperlakukan seperti itu. Hingga lamunannya tersadar akibat tamparan keras yang mendarat tepat mengenai wajah yang masih seidkit memar, menimbulkan rasa perih berkepanjangan.

PulihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang