Cinta pertama yang sudah terbaring lama, akhirnya kembali membuka mata. Raina tersenyum diiringi deraian air mata. Bibirnya berulang kali mengucap hamdalah. Sayangnya, sang ibu masih dirumah, sebab kakak sepupunya membutuhkan tenaganya untuk mencuci pakaian. Sukamti masih harus mencari nafkah untuk menebus rumahnya kembali. Raina tentu tak akan tinggal diam, dia harus memulai bisnis kembali, kalau perlu ia akan bekerja sebagai buruh cuci sepulang sekolah.
Kemarin, Hasya sempat membelikan Raina pulsa dengan alasan agar bisa saling bertukar kabar jika butuh bantuan. Kebetulan hari ini memang Raina tidak masuk sekolah, ia meminta izin sebab ada urusan keluarga, yakni menunggui ayahnya di rumah sakit. Hasya juga berniat akan mengunjungi Raina kembali sepulang sekolah, namun sebelumnya ia akan mampir dulu ke salah satu tempat favoritnya, kedai kecil yang menjual berbagai macam es krim dengan aneka rasa. Ia sudah lama tidak menghabiskan waktunya sendiri.
"Heh, mau kemana?" panggil salah seorang teman sekelasnya, Hasya enggan sekali menoleh, ia rasanya masih dongkol kepada makhluk itu sebab telah mendiamkan dirinya dengan Raina tanpa alasan yang jelas. "Yeee, budeg ya?" Hasya menghentikan langkahnya, lantas menoleh dengan tatapan sinis. "Biasa aja kali, enggak takut bola matanya keluar apa?" Hasya menghentakkan kaki hendak melanjutkan langkah, namun segera dicegah oleh Ben. "Mau ke kedai es krim kan?" tebaknya, seraya menyengir kuda. "Dih, sok tau," cibir Hasya. "Ya jelas tau lah, itu kan kedai langganan aku juga," terangnya. Hasya tak menjawab lagi. Ia tak punya waktu untuk meladeni Ben yang sering bersikap seenaknya sendiri.
Sudah hampir dua puluh menit dirinya menghabiskan waktu disini, sekarang sudah waktunya berpindah tempat. Raina tentu sudah menunggunya. Ia ingin membeli beberapa macam kue bolu yang ada di kedai sebelah, hitung-hitung sebagai hadiah untuk ayah Raina yang telah berhasil melewati masa kritisnya.
***
Raina mencoba untuk menghubungi Ben, menanyakan keberadaan Hasya. Sebab sudah hampir satu jam namun Hasya belum kunjung tiba. Ben mendadak ikut panik, ia berinisiatif untuk menuju kedai es krim yang sempat Hasya datangi tadi, namun hasilnya nihil, gadis yang ia cari ternyata sudah tidak ada disana.
"Cari siapa Mas?" tanya tukang parkir yang kebetulan baru saja selesai makan. "Emmm, temen saya pak, tadi kami ada janji mau ketemu disini, tapi dia kayaknya udah pulang duluan karena terlalu lama menunggu saya," bohongnya. "Oh, Mbak-mbak cantik yang masih pakai seragam sekolah ya?" merasa medapat petunjuk, Ben lantas mengangguk, "iya Pak, dia temen sekelas saya. Dari sekolah Mahakarya Pendidikan," papar Ben. "Tadi saya lihat sudah dijemput sama temennya, Mas. Pakai mobil warna hitam. Tapi kok kayak orang lilnglung gitu ya," tukang parkir tersebut mencoba mengingat-ingat, "tapi seragam sekolahnya beda, Mas. Mungkin dari sekolah lain," Ben menyimak dengan serius. "Kalau boleh tau arahnya kemana ya, Pak?" tukang parkir tersebut menunjuk ke arah yang berlawanan dengan sekolahnya, "Lentera Bangsa? Bukannya itu sekolah udah lama tutup ya? Ngapain dia kesana? Katanya mau ke rumah sakit?" batinnya. "Ya sudah, terima kasih banyak, Pak".
Ben lantas mencari tempat sepi untuk berpikir sejenak, ia nampak kalut. Ben melihat dari kejauhan, seorang pemuda yang masih memakai seragam sekolah lengkap sedang bermain ponsel, rupanya Aland. Ia berinisiatif untuk menghampirinya.
"Ekhem," Ben tak tau harus memulai percakapan darimana, jadi ia hanya berdehem saja. Aland lantas menoleh. Ia mendecih sebal, masih ingat awal pertemuan diantara keduanya. "Kenapa, hah? Kayak cewek puber aja yang sukanya nyari perhatian," sarkas Aland. "Enggak usah ngajak rebut duluan deh, aku mau ngomong serius. Lebih tepatnya mau minta tolong," Ben berkata terus terang, jujur ia tak ingin mengulur waktu. Takut jika Hasya nantinya ditemukan hanya tinggal nama saja. Ruang pikirnya memang selalu menolak hal-hal positif.
"Hasya..." mendengar nama gadis yang ditaksirnya disebut, Aland lantas menjeda ponsel layarnya, ia reflek berdiri. "Kenapa? Ada apa dengan Hasya?" Ben mendadak gugup, "buruan ngomong!' sentak Aland. "Kayaknya dia diculik, aku denger dari orang tadi, Hasya dibawa sama geromobolan anak sekolah menuju Lentera Bangsa, dia dibawa pake mobil, tapi kondisinya kayak orang linglung, padahal sekarang dia ada janji mau ke rumah sakit," terang Ben.