Sinar matahari menelisik masuk melalui celah jendela ruang kamar milik gadis yang baru saja memejamkan mata saat pukul satu malam. Hari ini, adalah hari pertamanya masuk di kelas sebelas, ia sudah siap dengan segala perlengkapan yang akan dibawa. Seragam sekolah, sepatu, tas, dan segalanya sengaja ia ganti dengan yang baru. Masih pukul setengah enam, kebetulan dirinya sedang datang bulan jadi tidak terlalu tergesa-gesa. Orang tuanya sudah berangkat lebih awal, Falah yang tengah libur semester pun memilih untuk menghabiskan waktunya di rumah. Namun, sudah satu minggu ini selama dirinya di rumah, belum pernah bertegur sapa dengan sang adik, lebih tepatnya Hasya yang memilih untuk menutup diri apalagi selepas kehilangan sahabat terkasihnya.
Pak Hamid sedang mengelap kaca mobil, membuat senyaman mungkin agar anak dari majikannya itu tak murung kembali, ia tahu betul alasan dibalik Hasya bersikap seperti itu, sebab Ben sudah menceritakannya secara detail. Lelaki paruh baya itu turut prihatin, bagaimana tidak, ia masih ingat dengan kejadian satu tahun lalu yang merenggut Melati dan sekarang sudah dikejutkan kembali dengan meninggalnya Raina.
Dedauan mulai mengering, embun yang semula bersarang sudah tak nampak sebab paparan sinar matahari. Hasya tanpa berpamitan langsung masuk ke dalam mobil dan meminta Pak Hamid supaya bergegas untuk menuju sekolah, ia tak ingin terlambat dan berakhir dengan hukuman.
Sepanjang perjalanan, Hasya hanya melamun sambil sesekali memejamkan mata. Jam tidurnya mulai tak beraturan, bahkan seringkali ia tidak tidur semalaman hingga memutuskan untuk menatap langit-langit kamar. Pernyataan dari pihak kepolisian membuat dirinya kembali merasa tidak terima atas perlakuan yang diterima oleh Raina. Ahli forensik menyatakan bahwa Raina sedang tidak datang bulan kala itu, darah yang mengalir di sela-sela kaki adalah darah akibat luka tusukan di bagian tulang pinggul, katakanlah saat itu Raina mencoba melindungi area kewanitaannya supaya tidak mendapat pelecehan, namun sang pelaku justeru memilih jalan lain dengan cara menikam dibagian tersebut. Sedangkan untuk luka di leher yang sempat Ben lihat adalah luka akibat pelecehan yang dilakukan oleh sang pelaku. Rupanya, bukan hanya satu, polisi menemukan ada dua sidik jari yang tertinggal di tubuh Raina, selain sidik jari milik Ben. Dua orang pelaku, yang satu berkelahi dengan Ben yang satunya lagi mencoba untuk mendapat keuntungan sekaligus mencelakai Raina. Untuk kalung berinisial "J" sudah di kembalikan kepada sang pemilik, benda itu jatuh saat Ben matian-matian melawan pelaku. Keduanya berhasil melarikan diri, dan masih belum ditemukan keberadaannya, sepertinya mereka dilindungi oleh seseorang yang mempunyai kuasa tinggi.
Hasya ingat betul saat dirinya dengan sadar meneriaki Ben di depan umum, "harusnya kamu langsung bawa Raina ke rumah sakit, bukan malah meminta dia untuk berhenti sekolah dan membangun keluarga dengan kamu!" tentu saja kalimat itu mampu menciptakan desas-desus di sekolah selama kurang lebih satu minggu.
Ben yang merasa dirinya langsung menjadi pusat perhatian pun lantas membawa Hasya menuju ruang multimedia yang saat itu pintunya tidak terkunci, ia dengan penuh amarah mencekik leher Hasya, membuat korban terbatuk hingga menangis, "kalo aja kamu enggak muncul di kehidupan aku, ini semua enggak bakal terjadi, kalo mau nyalahin, yang paling pantes disalahin disini itu kamu! Bukan aku! Kenapa kamu harus terlahir dengan wajah cantik seperti ini?" wajahnya menampilkan seringaian, "kalo kamu dari awal udah enggak ada, Raina enggak bakal memendam perasanannya ke aku, dan aku, tentunya bakal ngelirik Raina, bukan malah fokus ke kamu yang sama sekali enggak peduli dengan keberadaan aku!" Ben lantas membanting tubuh Hasya hingga terpelanting.
***
Hasya duduk di bangku belakang, tanpa ada satupun teman yang ingin duduk di sebelahnya. Dirinya kini benar-benar dikucilkan, Ben sudah mulai menampakkan watak aslinya. Entah sebab kekurangan kasih sayang atau apa, ia selalu mencari cara agar bisa menarik perhatian orang lain supaya mau percaya dengan apapun yang dikatakannya. Hasya tersenyum menatap layar ponsel yang tengah menampilkan wajah dirinya dengan seorang sahabat yang sudah satu tahun lebih meninggalkannya, Melati. Sayangnya, ia tak punya foto dengan Raina, jadi ia hanya mampu mengenangnya dengan mengingat beberapa tempat yang pernah mereka kunjungi.